8

4.7K 352 11
                                    

Viona Pov

Pagi yang cukup cerah hari ini. Dengan baju lengan panjang dan celana panjang aku bersiap untuk CFD pagi ini. Tak lupa aku mengikat rambutku.

Aku mengambil sepatu nike berwarna biru muda dan mulai mengikat tali sepatu-ku.

Setelah selesai bersiap, aku melihat jam dinding yang berada di ruang tamu. Jam sudah menunjukan pukul 05.55, itu berarti sebentar lagi Fano akan sampai.

Tak mau membuatnya menunggu terlalu lama. Aku berjalan keluar menuju teras.

Bunyi deru motor sport terdengar di depan rumahku. Lalu ponselku bergetar.

From : Fano

Gue udah di depan rumah lo nih.

Aku berlari kecil menuju depan pintu gerbang rumahku. Fano yang masih duduk di atas motor sport dan sudah melepas helm-nya, menengok ke arahku.

Pagi pagi udah ganteng aja sih.

Aku masih menatapnya tanpa berkedip, hingga suaranya membuatku salah tingkah, lagi.

"Gue tau gue ganteng, tapi jangan gitu liatnya." Ucapnya sambil terkekeh.

"Ih apaan sih lo Fan!"

"Udah, ayo naik." Ujarnya. Lalu aku menaiki motor sport tersebut.

*

Aku sudah berada di Kawasan CFD. Beberapa orang ada yang memilih untuk berjalan, ada pula yang menyewa sepeda untuk berkeliling.

Makanan dan minuman yang di jual disini cukup banyak. Di setiap stand yang berjual terlihat sangat ramai.

"Vi, mau naik sepeda?" Tanya Fano.

"Terserah." Jawabku masih asyik dengan suasana disini.

Tiba-tiba Fano menarik tanganku. Aku masih menatap tanganku yang digenggam dan ditarik oleh Fano. Fano menarik tanganku dengan lembut yang membuat jantungku konser dengan tiba-tiba.

Gue kenapa sih? Kenapa tiba-tiba hati gue nyaman di deket Fano. Padahal biasanya juga enggak kan? Apa gue-

"Viona?" Fano mengibas ngibaskan tangannya di depanku.

"Eh? Kenapa Fan?"

"Lo kenapa? Gue panggil panggil dari tadi lo nggak jawab,"

"Maaf, kenapa emang?" Tanyaku.

"Gue mau bayar sewa buat sepedanya dulu. Lo tunggu sini."

"Iya, jangan lama lama Fan!" Seruku saat Fano sedang menuju penyewaan sepeda.

Beberapa menit kemudian, Fano melambaikan tangannya ke arahku. Aku dengan cepat berjalan ke arahnya.

"Lo mau sepedanya yang warna apa?" Tanya Fano yang menunjukan beberapa sepeda yang berada di sebelahnya.

"Gue yang warna putih aja deh." Jawabku setelah melihat sepeda berwarna putih, hitam, dan abu-abu.

"Yaudah ayo. Lo bisa kan naik sepeda?" Mataku terbelalak mendengar pertanyaan Fano. Fano justru terkekeh.

"Ya bisalah!" Seruku lalu menaiki sepeda berwarna putih tersebut.

"Yaudah, ayo!" Serunya lalu mulai menggayuh sepeda.

"Eh Fan! Tungguin!" Seruku.

Sudah satu jam lebih aku dan Fano menggayuh sepeda ini, dengan keringat yang sudah mulai menetes. Aku dan Fano beristirahat sejenak.

"Capek Fan." Ucapku setelah menyandarkan sepeda.

"Lo tunggu sini dulu ya."

"Loh mau kemana, Fan?"

"Bentar doang kok."

Aku hanya mengangguk, lalu duduk pada sebuah kursi panjang berwarna coklat.

5 menit kemudian, Fano datang dengan membawa 2 botol air mineral.

"Nih." Fano menyodorkan botol air mineral ke arahku.

"Makasih." Ucapku, lalu meneguk air mineral tersebut secara perlahan.

"Habis ini, kita pulang ya." Kata Fano setelah duduk di sampingku.

"Iya."

*

"Makasih ya Fan, buat tadi. Seru banget." Ujarku.

"Iya, Vi. Gue juga seneng banget tadi. Kapan kapan kita jalan lagi ya, Vi." Katanya yang baru saja melepas helmnya.

"Kemana?"

"Adalah pokoknya."

"Ih! Bikin gue penasaran aja!"

"Sama gue juga penasaran." Kata Fano yang membuatku bingung.

"Loh gimana sih Fan. Lo yang ngajak kenapa lo juga penasaran?"

"Bukan. Gue itu penasaran sama perasaan lo ke gue."

Deg.

Aku membeku, antara bingung ingin menjawab apa.

"Apaan sih Vi. Jangan tegang juga kali. Gue bercanda kok. Yaudah gue pulang ya?"

Aku masih tersenyum kikuk sambil mengangguk.

Setelah motor sport milik Fano sudah berbelok, aku berjalan memasuki rumah.

*

Saat ini sudah pukul 11.45 malam. Aku masih belum bisa tidur. Entah sejak kapan, aku jadi memikirkan semua hal tentang Fano.

Saat dia menghibur. Terkadang jika lelucon dari Fano memang lucu, aku akan tertawa kecil mendengarnya.

Saat dia tertawa. Aku sempat berpikir. Setampan itukah dia?

Saat dia tersenyum. Tanpa sepengetahuan dia, gue ikut tersenyum.

Dan di saat..

Dia menyatakan perasaannya.

Entah jawaban apa yang harus ku jawab, jika Fano mulai mengatakan 'gue suka sama lo'.

Awalnya, aku akan dengan cepat menjawab kata 'tidak' namun sekarang, justru aku akan membeku atau salah tingkah.

Apa iya gue udah mulai suka?

*

Dengan semangat, aku melangkah melewati koridor kelas dengan senyum yang mengembang. Entah apa yang membuatku menjadi bersemangat seperti ini.

Hingga tiba-tiba seseorang menyerukan namaku.

"Viona!" Seru seseorang membuatku menengok ke belakang.

"Ya?" Tanyaku pada Shasa.

"Besok minggu gue ngadain pesta ulang tahun gue. Dateng ya." Ucapnya sambil menyodorkan kartu undangan.

"Makasih sha. Gue usahain ya." Jawabku. Shasa mengangguk.

"Yaudah, mau bagiin kartu undangan buat yang lain dulu ya." Ujar Shasa.

"Oke." Shasa melewatiku sambil tersenyum.

Aku kembali melangkahkan kakiku menuju kelas.

Sesampainya di kelas, aku segera duduk dan membaca kartu undangan dari Shasa.

At Shasa's House

05.00 p.m.

Dress code : White

Aku membaca singkat kartu undangan tersebut. Lalu sebuah suara membuatku menoleh.

"Gue juga di undang. Berangkat sama gue ya?" Katanya.

Hatiku bersorak sorak saat mendengar ajakan tersebut. Dan lagi jantungku rasanya ingin kembali konser.

Tak lupa mataku masih menatapnya tanpa kedip.

Dan saat ini gue udah tau. Gimana perasaan gue ke dia.

***

Haii. Part yang ini aneh nggak sih? Semoga aja enggak ya. Maafin kalo ada typo ya.

Thanks.

T.

SuddenlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang