5

5.4K 425 16
                                    

Viona Pov

"Pagi Vi." Aku mendongakkan kepalaku menghadap seseorang yang kini sudah berdiri di sampingku, dia meletakkan tas miliknya di kursi.

"Pagi." Jawabku. Lalu aku kembali fokus pada novelku.

"Seru banget bacanya?" Aku hanya menjawabnya dengan anggukan, tanpa perlu berkata panjang lebar.

"Nggak asik banget, jawabnya gitu doang." Kesal Fano.

Aku menghela napas.

"Bisa nggak sih Fan, sehari aja lo diem?" Kini justru aku yang kesal terhadapnya. Lalu meletakkan novelku di dalam laci.

"Ya enggaklah vi. Mana bisa gue diem, sedangkan gue pengen berjuang dapetin hati lo. Apa bisa dengan gue diem, gue dapetin hati lo?" Ucapnya panjang lebar, yang membuatku melongo.

Bunyi bel jam masuk berbunyi. Fano menatap ke depan, setelah Bu Dewi, Guru Seni memasuki kelas.

"Selamat Pagi anak-anak." Sapa Bu Dewi setelah meletakkan buku-buku dan alat menggambar di meja guru tersebut.

"Selamat Pagi Bu." Jawab murid-murid.

"Hari ini kalian sudah menyiapkan buku gambar kan?" Tanya Bu Dewi.

"Sudah Bu."

"Baik, kalo begitu kita akan menggambar ruang kelas ini. Siapkan buku gambar, pensil, penghapus, penggaris, dan alat gambar yang lainnya." Ucap Bu Dewi.

Aku mengambil tempat pensil ku dan buku gambar ku, lalu mencari penggaris 30cm ku.

Dimana penggarisnya sih?

"Kita mulai dari membuat garis tepi ya." Ujar Bu Dewi.

Aku masih sibuk mencari penggarisku, sementara yang lain sudah sibuk dengan membuat garis tepi.

Aku menghela napas.

"Fan, bawa penggaris berapa?" Tanyaku setengah berbisik.

"Dua kayaknya. Kenapa?" Jawabnya yang masih fokus terhadap buku gambarnya.

"Gue pinjem penggaris dong." Ucapku

Fano meletakkan penggaris dan pensilnya. Lalu menatapku dengan senyum yang menurutku, memiliki arti.

"Ada syaratnya," kan bener. Pasti ada syaratnya.

"Apa?"

"Bilang gini 'Fan, lo ganteng banget sih! Sebenernya gue naksir sama lo tau!'. Bilang gitu gimana?"

Lagi lagi karena ucapannya aku melongo.

Yang bener aja gue bilang gitu!

"Nggak mau!" Jawabku setengah berteriak yang mampu membuat beberapa murid menatapku, termasuk Bu Dewi.

Aku tersenyum dan memberi tanda 'minta maaf'.

"Viona sudah selesai membuat garis tepinya?" Tanya Bu Dewi.

Cari alasan apa ini.

"Itu bu, em-"

Tiba-tiba Fano mengeluarkan penggaris miliknya dari dalam tas dan di letakkan di atas meja. Sementara itu Fano segera melanjutkan membuat garis tepi menggunakan penggaris lain miliknya.

Itu kode bukan sih?

Sementara itu, Bu Dewi sedang berjalan ke arahku. Dengan gerakan cepat aku mengambil penggaris Fano yang di letakkan di meja.

Aku segara menyibukkan diriku membuat garis tepi dengan gerakan cepat.

Bu Dewi melihat gambaranku, dengan garis tepi yang hampir selesai.

Tanpa berkata apapun. Bu Dewi kembali melangkah ke depan.

"Baik anak-anak. Sekarang kalian harus menggambar sketsa ruangan ini, seperti yang saya contohkan di papan tulis." Ujar Bu Dewi.

"Baik bu."

Setelah selesai membuat garis tepi, aku memperhatikan papan tulis.

"Jangan lupa perjanjian kita tadi, Vi,"

*

Saat bel pulang sekolah berbunyi. Aku membereskan alat tulis dan memasukkannya ke dalam tas.

"Vi, ayo pulang." Ucap Bella yang sudah menggendong tas ranselnya.

"Iya sebentar."

"Yaudah gue tunggu di depan kelas ya." Ucap Bella, yang ku jawab dengan anggukan.

"Viona, lo nggak lupa soal perjanjian kita tadi kan?" Ucap Fano setelah selesai membereskan alat tulisnya.

"Perjanjian yang mana?" Tanyaku.

"Perlu gue ingetin soal penggaris?" Ucap Fano dengan menaikkan alisnya satu.

Oh yang itu! Yang bener aja harus bilang sama Fano kayak gitu.

Aku tak menjawabnya, justru aku berdiri dan bersiap untuk pulang.

"Ayolah Vi. Cuma bilang gitu doang kok."

"Lagian ya Fan, gue cuma pinjem penggaris doang kali. Masa harus pake syarat kayak gitu."

"Ya kan beda, tadi kita udah buat perjanjian. Masa lo nggak tepatin janji lo sih?"

"Gue nggak mau." Aku beranjak pergi, namun Fano menarik tanganku.

"Ayolah Vi, sekali sekali lo bilang gitu sama gue." Ujarnya lagi.

"Nggak mau Fano!" Kesalku.

"Pokoknya lo nggak boleh pulang, sebelum lo ngelakuin syarat gue tadi." Ucapnya

"Ih apaan sih!"

"Udahlah Vi. Bilang gitu doang apa susahnya?"

Aku menghela napas.

"Fine!" Seruku

Fano tersenyum mendengar jawabanku.

"Tadi bilang gimana?" Tanyaku berusaha mencari alasan.

"Udahlah gue yakin lo masih inget."

"Fan, lo ganteng banget sih! Sebenernya gue naksir sama lo tau!" Ucapku akhirnya.

"Yaudah, jadian aja sama gue." Ucapnya, yang membuatku melongo.

Apa apaan. Jadi tadi dia ngerjain gue?

"hah? maksud lo?"

"Kan lo bilang kalo lo naksir sama gue-"

"Fano itu cuma ucapan karena syarat lo doang aja! Gue nggak serius buat bilang kayak gitu! Jangan baper!"

"Tapi gue anggepnya serius, Vi. Gimana dong?"

"Terserah!" Aku segera keluar dari kelas. Terdengar Fano yang tertawa kecil sebelum aku keluar kelas.

"Lama banget sih vi?" Ucap Bella

"Ada urusan bentar. Ayo pulang." Aku dan Bella berjalan keluar menuju pintu gerbang.

*

Haii. Thanks banget buat readers yang udah baca Suddenly, yang baca udah 1K. Makasih banyak. Dan ini aku update yang ke 5. Enggak tau kenapa aku terinspirasi dengan penggaris. Haha. Semoga suka ya. Jangan lupa buat vote dan comment! Thanks!

T.

SuddenlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang