2

437 24 3
                                    

               Siang yang terik, gue lagi berdiri sendirian nunggu Kak Alan jemput gue. Padahal gue udah nunggu lima belas menit.

"Anjir, lama banget jemputnya, lama lama bisa jadi gereh gue"

"Lo belom balik? Tumben amat supir lo telat jemput" tanya seseorang  yang membuat mood gue jadi makin turun drastis, siapa lagi kalau bukan Axel.

"Kalo gue udah balik ya gue nggak akan nunggu disini lah, dan satu lagi, yang  jemput gue bukan supir gue tapi Kak Alan" jawab gue dengan jutek.

"Jutek amat sih,ntar cepet tua lho. Mau gue anter nggak?" Tawarnya.  Jelas gue nolak, gue tuh nggak suka dengan sikapnya yang sok keren di depan  gue, padahal sih emang keren.

"Ogah, mending gue nunggu aja daripada balik bareng lo" kegengsian gue menang.

"Ayolah, gue kan nggak akan nyulik lo" katanya memasang wajah yang tengilnya.

"Yaudah karna lo maksa" gue pun langsung naik motor Axel, toh kita juga tetangga.

"Nih, biar lo aman" katanya sambil menyodorkan helm. Gue makin kesel saat dia narik tangan gue buat meluk dia, rajanya modus. Gue sih nurut karena itu juga buat keselamatan gue.

~THEREISONYOU~

Kring...kring...

               Jam alarm gue bunyi seperti biasa, padahal gue belum selesai melepas rindu dengan guling kesayangan gue. Yaudahlah, udah waktunya mandi. Lalu gue langsung menuju ke meja makan.

"Pagi..."sapa gue sambil nyium pipi Kak Alan.

"Pagi" balas Kak Alan. Dia lagi asyik baca koran, udah kayak orang tua aja, haha.

"Kakak ada rapat perusahaan sama kakek nanti"

"Congrats ya kak"

"Iya. Kakak kuliah dulu ya" kata Kak Alan sambil nyium pipi gue lalu pergi ke kampusnya naik mobil.

"Non, udah siap?" tanya sopirku, dia sudah bekerja dari jaman bahula, jadi kami sudah seperti keluarga.

"Siap" kata gue memasang sikap hormat. Kami pun berangkat.

Di kelas

               Gue nggak ngeliat Dafa, biasanya dia lebih awal daripada gue. Nggak lama kemudian Dafa datang dengan Audrie, sambil ketawa berdua. Gue jadi nggak suka melihat mereka berdua terus dari kemarin. Apalagi mereka bisa langsung akrab gitu.

"Pagi Sar" sapa Audrie.

"Pagi" balas gue. Audrie duduk di depan Dafa, sedangkan gue di pojok kelas, nggak deket Dafa ataupun Audrie.

Tenenet...tenenet...

               Gue berniat ngajak dafa ke kantin, tapi ternyata dia udah bareng Audrie. Pagi pagi gue udah senam jantung. Gue nggak sadar kalo ada axel di samping gue yang senyam senyum nggak jelas.

"Lo nggak ke kantin?" tanya Axel. Gue cuman menggelengkan kepala.

"Mau ngantin bareng gue nggak?" tanyanya lagi. Gue menggeleng lagi.

"Sar" Axel lalu berdiri di depan gue dan memegang kedua pundak gue. Sekarang semua mata tertuju ke arah kita, kita udah jadi tontonan sekarang.

"Apaan sih?!" protes gue lirih, lebih tepatnya risih.

"Lo tu ngobrol sama gue tapi pikirannya sama Dafa, teman macam apa lo" jawabnya.

"Lepasin, nggak enak diliatin yang lain" Axel pun melepaskan pegangan nya dari pundakku.

"Ayo ke kantin" ajaknya lagi, yang tanpa aba-aba langsung menarikku.

Suasana kantin ramai seperti biasa. Gue sama Axel nggak dapet tempat duduk dan akhirnya kita pun pergi ke lab musik. Gue nggak tau kenapa axel ngajak gue kesini, emangnya dia bisa main musik? Axel langsung mengambil gitar setibanya di lab musik. Dengan lihai dia memetik gitar tersebut. Axel yang sedang memainkan gitar bukan seperti axel tengil yang gue kenal, sekarang dia benar benar membuat gue berdecak kagum. Axel tiba tiba menghentikan permainan nya.

"Kenapa berhenti?" tanya gue spontan, pasalnya permainan nya bagus.

"Gue pengen denger pujian lo" jawabnya enteng.

"Pujian gue?" gue bingung.

"Iya, lo. Apa pendapat lo, bagus atau jelek?"

"Gue suka kok, lo jadi keliatan keren kalo main gitar" puji gue, jujur.

"Thanks. Tapi kenapa lo diem aja?" tanyanya lagi, dia benar benar cerewet.

"Emangnya gue harus cerewet kaya lo"

"Bukan gitu, lo kan pinter main piano"

"Kok lo bisa tau?" tanya gue kaget "lo cenayang? Penguntit? Gue gak pernah kasi liat permainan gue loh padahal"

Axel terkekeh melihat reaksi ku "Dari kak alan" jawabnya santai, dia malah membuatku makin bingung.

"Lo kenal Kak Alan?" tanya gue lagi

"Kenal lah. Kan dia yang ngajarin gue main gitar. Btw sekarang lo yang cerewet" jawabnya

Gue tersenyum mengakui kalau sekarang gue yang erewet "Sejak kapan?" tanya gue lagi dan lagi

"udah lama, lo aja yang kudet" jawabnya, "Jadi main pianonya nggak?" gue pun mengangguk.

"Main yang bener, masa kalah sama murid kakak lo" ledek Axel lagi.

Gue pun duduk di kursi piano dan mulai memainkannya. Perlahan tapi pasti. Menekan tuts dengan lembut dan diiringi dengan irama yang membuat suasana menjadi sejuk. Gue sempat tersenyum melihat wajah axel yang jelas-jelas mengatakan kalau permainan gue nggak seburuk yang dia pikir. Setelah permainan gue selesai, Axel memberikan tepuk tangan nya.

"Tau nggak? Gue bingung" kata kata Axel membuat gue penasaran. "Kenapa lo nggak terkenal? padahal permainan lo tadi keren banget" pujinya

"Lebay lo"

"Gue serius, tadi keren banget sumpah, dan satu lagi, gue lagi bahagia"

"Bahagia? Bahagia kenapa?"

"Gue satu satunya orang luar yang pernah dengerin permainan keren lo. Jai gue tetapin kalo gue jadi fans lo hari ini, Sara"

Entah Axel melihatnya atau tidak, tapi yang jelas aku tersenyum kecil saat dia mengamatiku bermain piano, entahlah.

___

Hi guys... gimana? hehe. Jujur gue ketawa sendiri pas lagi nulis ini. Semoga kali ini kalian bisa ngasih vote atau comment. Thanks ya yang udah baca :*

Bye

There is Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang