Part 1

20 0 0
                                    

Kuangkat kepalaku yang masih terkulai malas dari bantal dengan susah payah. Udara dingin karena AC dan karena cuaca dingin di bulan Februari membuatku akhirnya kembali meletakkan kepala di atas bantal dan bergulung ke dalam selimut sampai menutupi kepalaku. Rasanya begitu malas berangkat ke sekolah hari ini.

Moodku semakin memburuk mengingat orang-orang yang akan kutemui di sekolah nanti. Ya. Bertemu dengan teman-temanku dengan segala pernak-pernik menyebalkan yang akan mereka pamerkan hari ini. Di otakku berputar-putar ingatan tentang hari-hari seperti neraka selama beberapa minggu ini. Semuanya adalah karena satu kata. Satu kata yang dapat membuat hari cerahku menjadi kelabu tertutup awan. Satu kata yang membuat senyum sumringah di wajahku menjadi ceberut jelek yang mengalahkan paruh bebek. Kata terkutuk itu adalah 'Valentine'. Ya, Valentine! Kuulangi lagi, VALENTINE!

Aku sudah muak mendengar kata yang satu itu. Baiklah, kalau boleh jujur, sebenarnya aku bukan dengan sengaja membenci kata itu dan bukan berarti aku tak pernah memikirkan hal tersebut. Aku tetap gadis biasa yang menginginkan hal-hal berbau cinta pada hari yang katanya bertabur cinta itu sama seperti yang orang-orang lain idam-idamkan.

Tetapi mau bagaimana lagi? Memang banyak hal yang membuatku membenci hal-hal yang berkaitan dengan Valentine. Salah satunya karena memang sejak lahir –mungkin– aku memang tak menyukai makanan yang bernama coklat. Warna coklatnya yang entah mengapa menurutku mirip dengan kotoran menjadi alasan utama aku tak mau menyentuh benda bernama coklat yang digilai banyak orang itu.

Hal lain yang membuatku sangat benci dengan Valentine adalah kemacetan dan keramaian yang terjadi dimana-mana karena begitu banyaknya pasangan –yang seperti tidak ada hari lain– keluar untuk merayakan hari yang menjadi lambang 'cinta kasih' tersebut. Ya, meski memang sejujurnya pada hari biasa pun Jakarta sudah terkenal dengan kemacetannya, tapi di hari Valentine kemacetan di ibukota berlipat ganda berkali-kali lipat dan membuat orang-orang menjadi semakin sulit untuk berpergian dan juga membuat orang yang ingin pulang harus bersabar mengantri di jalan selama berjam-jam karena ratusan kendaraan yang keluar tumpah-ruah di jalan raya secara bersamaan dalam satu hari itu.

Lagipula, warna pink yang menjadi dominasi warna untuk hari tersebut adalah warna yang sangat kubenci. Menurutku, pink adalah warna paling norak dan paling tidak elegan dari semua warna yang ada di dunia. Mungkin karena sejak kecil mamaku yang sangat kucintai itu telah meracuni anaknya ini dengan semua pernak-pernik berwarna norak itu. Bahkan seingatku, semua kaos dalam dan bahkan celana dalamku pun waktu kecil bisa dipastikan berwarna pink. Paling tidak diantara percampuran warna-warni lain selalu ada warna pink yang ikutan nyempil pada bordiran maupun sablonan pakaian-pakaianku. Mengingatnya saja sudah membuatku merinding ngeri.

Alhasil, bukannya membuat anaknya –yaitu aku menjadi pecinta warna pink malah sebaliknya kebencianku akan warna itu malah seperti telah mendarah daging. Untunglah setelah aku agak besar, beliau tidak pernah lagi memaksakanku untuk menggunakan pernak-pernik berwarna pink itu lagi. Mungkin juga karena kelahiran adik laki-lakiku yang kemudian membuat mama beralih menjadi pecinta warna biru dan mencekoki adikku satu-satunya itu dengan semua pernak-pernik berwarna biru. Untunglah ia tidak menduga dirinya buta warna karena sejak kecil hanya melihat warna yang mayoritas biru di sekitarnya. Aku tidak pernah mengerti dengan hobi aneh mama itu. Sampai pernah aku berpikir, jika suatu saat kegilaan mama akan warna pink kembali lagi, lebih baik aku menggunakan kain sarung daripada harus menggunakan kembali baju-baju dan celana berwarna pink.

Kembali ke Valentine. Jadi kalian sudah mengerti kan, mengapa aku alergi dengan kata itu? Terlebih lagi, orang yang kusukai selama 2 tahun terakhir ini akhirnya berpacaran dengan teman sekelasku –yang akhirnya kuketahui mereka memang sangat cocok karena kecintaan mereka akan coklat dan warna pink. Namun hal ini tetap membuatku patah hati dan semakin anti pati dengan hari bernama Velentine itu karena mereka resmi berpacaran tepat pada tanggal 14 Februari yaitu pada hari Valentine tahun lalu.


A Piece of Chocolate for My ValentineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang