SERIBU WAJAH Andry Chang
Seiring menjamurnya usaha perhotelan akhir-akhir ini, makin banyak saja hotel-hotel baru didirikan.
Bahkan, demi keuntungan berlimpah, tak jarang gedung-gedung tua, ruko-ruko atau perkantoran "disulap" begitu saja menjadi hotel, tanpa mengindahkan faktor keselamatan dan kenyamanan, apalagi keindahan.
Salah satu hotel seperti itu, anggaplah namanya "Hotel Melati", malah hampir tak pernah sepi penghuni. Padahal, siapapun yang melewati koridor antar kamar di salah satu lantai gedung yang semula adalah rumah-kantor ini harus banyak menahan diri.
Tampak dinding-dindingnya sudah kusam, penuh coretan dan catnya banyak yang mengelupas. Juga bau pesing dan bau bekas muntahan yang tak henti menggelitik, menyesakkan napas. Yang paling menyesakkan di sini adalah bau anyir yang amat pekat dan menusuk dari kamar kedua dekat jendela koridor.
Di dalam kamar itu, seorang wanita tampak berbaring di ranjang. Anehnya, seluruh wajah dan tubuh wanita itu tinggal kulit pembalut tulang. Tak ada memar, bekas cekikan, luka, bahkan darah di sana. Yang ada hanya sisa ekspresi terakhir di wajah wanita itu, seakan ia tak percaya riwayatnya berakhir begitu saja, amat tiba-tiba.
Seluruh pakaian, tas tangan, ponsel bahkan sepatu wanita itu raib begitu saja. Gantinya, jenazah itu mengenakan seperangkat baju-celana pria. Di dekatnya, ditemukan pula sebuah ponsel dan dompet berisikan kartu tanda pengenal dengan foto seorang pria tampan.
==oOo==
Tak hanya hotel saja, mal-mal dan pusat-pusat perbelanjaan juga sudah menjamur.
Bayangkan, di satu ruas jalan raya rata-rata ada dua-tiga mal. Mungkin ini tergolong wajar untuk distrik komersil. Namun dengan sistem dan situasi lalu-lintas yang ada, kepadatan dan kesemrawutan luar-biasa tak terhindarkan lagi.
Namun, setelah lepas dari kesemrawutan itu, tiada yang lebih melegakan daripada menikmati suasana dalam mal. Di salah satu mal ini, misalnya, butik-butik merek ternama nan mewah berjajar rapi di lantai satu. Harga satu barangnya saja, misalnya tas wanita bisa saja menguras rekening tabungan dan memperberat beban hutang kartu kredit, kecuali mungkin untuk kalangan kaya-raya.
Baru di lantai dua dan tiga harga produk-produk yang dijajakan di kios-kiosnya lebih terjangkau. Lantai empat dipenuhi restoran dari makanan cepat saji hingga bistro mewah. Lantai lima adalah pusat hiburan, termasuk bioskop, tempat fitnes dan arena permainan anak-anak.
Yap, apapun bisa terjadi di mal padat pengunjung ini. Oleh karena itulah pihak pengelola menempatkan banyak CCTV alias kamera pengintai di setiap sudut mal, demi keamanan semua orang.
Salah satu tempat yang tidak dipasangi CCTV adalah anak tangga darurat menuju atap mal. Selain jarang dipijaki pengunjung yang tentu memilih eskalator atau lift ketimbang tangga. Tak banyak hal yang bisa dilakukan di sini selain naik dan turun.
Namun, ada saja orang yang diam di tempat sepi ini. Entah apa dia sudah gila atau stres berat, orang itu malah berbaring saja di tangga, tak bergerak sedikitpun. Dilihat lebih seksama, tubuh orang itu bagai kulit pembungkus tulang. Ekspresi wajahnyapun hanya tatapan kosong, tak sedikitpun tanda ia masih bernyawa.
Dilihat dari kulitnya, seharusnya orang ini adalah wanita bertubuh tambun. Namun, dari pakaian dan tanda pengenal yang ditemukan di dekatnya, seharusnya ia adalah wanita cantik dengan bentuk wajah proporsional, tidak terlalu gemuk dan tidak pula kurus-kering.
Entah apa yang akan mereka temukan saat melihat rekaman CCTV nanti.
==oOo==
Kata orang, angkutan umum seharusnya jadi pilihan menggantikan mobil pribadi.
Di satu sisi, itu adalah solusi untuk penghematan energi, khususnya bahan bakar minyak. Namun di sisi lain, pengguna angkutan umum, terutama angkutan masal perlu berpikir ekstra untuk menjaga keamanan, keselamatan dan kenyamanan masing-masing.
Belum lagi bila si penumpang harus turun agak jauh dari tempat tujuannya, di waktu malam pula. Jalan yang remang-remang nan sepi ini membuat bulu kuduk siapapun merinding.
Jangan-jangan ada pengganggu yang menghadang.
Jangan-jangan bertemu orang yang berniat buruk.
Jangan-jangan harta, bahkan nyawa bisa melayang.
Kali ini, yang tampak adalah seorang pria teramat kurus yang terduduk sambil tertunduk, bersandar pada tiang listrik di tepi jalan. Dilihat dari kondisinya yang hanya mematung, juga dari celana dalamnya yang amat longgar, tampaknya pria ini sebenarnya bertubuh cukup besar dan kekar.
Dari pelbagai macam tato yang memenuhi tubuhnya, pria itu seharusnya bukan orang yang mudah putus napas begitu saja.
Namun, kondisinya sekarang yang amat mengenaskan menjadi bukti bahwa suatu hari, kejahatan akan mendapatkan ganjaran setimpal.
Entah di dunia ini, atau pastinya di neraka.
==oOo==
Sudah jadi tradisi bahwa pernikahan adalah perayaan terbesar dalam hidup setiap manusia. Karena itulah, wajar saja bila banyak pasangan pengantin merayakan "penyatuan dua insan" ini dengan besar-besaran. Dalam pesta-pesta teramat mewah dengan tamu undangan mencapai ribuan orang.
Seorang wanita berwajah amat cantik, bertubuh tinggi semampai, setanding dengan supermodel dunia melangkah dengan anggunnya menyusuri karpet merah dalam balairung, menghadiri salah satu pesta pernikahan termegah tahun ini.
Dibalut gaun putih karya perancang kenamaan kelas dunia dan berhias kalung-anting berlian gemerlapan, bahkan kedua mempelai yang seharusnya jadi raja-ratu seharipun hanya bisa ternganga melihat wanita yang bagai bidadari ini.
Seorang wanita lain yang cukup cantik menghampiri si wanita cemerlang itu. "Hai, Vienna!" serunya. "Gila, gaun dan perhiasanmu itu berkilau sekali! Pasti itu semua mahakarya yang selangit mahalnya!"
"Wah, makasih, Yinda," ujar Vienna sambil menyunggingkan senyum teramat manis. "Semoga aku bisa membantu memeriahkan pesta ini."
"Wah, ini namanya bukan membantu," ujar Yinda, nadanya malah agak ketus. "Lihat, si mempelai wanita, teman kantor kita itu malah kalah bersinar dibandingkan kau, dan si mata mempelai pria tak lepas menatapmu terus sejak kau masuk tadi. Ingat Vien, dalam budaya kita, mengenakan pakaian yang tak terlalu mencolok berarti menghormati tuan rumah, dalam hal ini para mempelai."
"Aduh, aku tak sadar...." Wajah Vienna memerah. "Kukira aku hanya sedang bebas mengekspresikan diri saja, melupakan batasan yang ada. Aku akan menyalami Ratih dan suaminya, sekaligus minta maaf."
Senyum Yinda terkembang. "Nah, begitu dong. Ngomong-ngomong, dari mana kau mendapatkan gaun dan pernak-pernik super mewah itu, Vien? Dengan gaji Manajer Public Relations sepertimu, tentu kau takkan sanggup membeli itu semua, 'kan?"
"Oh, kebetulan aku punya bisnis sampingan. Yah, bantu-bantu teman lah. Hasilnya lumayan buat belanja."
"Wah, itu mah hebat! Bisnis apa itu? Kenalkan aku pada temanmu, dong!"
Vienna menggeleng. "Maaf, Yin. Temanku itu hanya percaya pada diriku seorang. Koneksinya amat luas, dan tentunya ia ingin identitasnya dirahasiakan. Jadi, kalau tak mau kena masalah serius, sebaiknya kau tak bertanya tentang bisnis itu... sampai kapanpun."
Entah Yinda memperhatikannya atau tidak, kedua bola mata Vienna sekilas berkilap kemerahan. Yang pasti, saat itu pula Yinda merasa seluruh tubuhnya gemetaran tanpa sebab.
Di bawah tekanan kuasa Iblis Seribu Wajah.
Sumber gambar: http://www.masterpiece-auction.com/cata/TS/2014/004March/img/thumbnails/L121.jpg

KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DALAM DUNIA
FantasyPercaya atau tidak, di balik dunia nyata tempat tinggal umat manusia ini, ada kekuatan-kekuatan yang lain jenisnya. Itu adalah kekuatan mistis supranatural yang melampaui hukum alam, namun tetap tunduk pada kuasa Sang Penentu Takdir. Karena mu...