Di Kota Jakarta, ada, bahkan banyak sekali orang yang menganggap dirinya raja jalanan. Lihat saja ulah mereka: ngebut, zig-zag, main salip, bahkan saat jalanan macet. Seakan-akan semua jalanan adalah miliknya sendiri, bukan milik sesama pengguna lainnya.
Walau demikian, julukan raja jalanan sejati bisa jadi milik Rico Tanasi. Hampir setiap larut malam hingga menjelang pagi ia tampil di jalanan. Tak terhitung berapa pembalap jalanan yang telah ia kalahkan, juga jumlah uang yang ia raup dari profesi ilegal ini. Baginya, tiada kebanggan yang melebihi ini.
Malam inipun, Rico memacu mobilnya secepat badai di Jalan Tol Lingkar Luar. Mobil sedan Subaru Impreza WRX-STi miliknya, dengan mesin yang sudah dimodifikasi tampak mulus, berkilap diterpa cahaya lampu-lampu penerang jalan. Dengan manuver-manuver mulus nan piawai, ia menyalip mobil-mobil di depannya seperti ular meliuk-liuk. Bersenandung ikut irama musik dari sound system mobil, Rico makin yakin dengan performa mobilnya yang takkan tertandingi siapapun di Jakarta.
Puas “berlatih”, Rico keluar jalan tol dan mengisi bahan bakar mobilnya di stasiun terdekat. Saat hendak keluar area stasiun pengisian, tiba-tiba jalan Rico dihalangi kendaraan lain. Bukan mobil, bukan motor, melainkan kereta kuda beroda dua yang disebut delman.
Tentu saja Rico protes. “Hei, bang!” serunya. “Minggir! Enak sekali kau menghalangi jalan orang lain!”
Bukan minggir, kusir delman malah berseru, “Kudanya yang tak mau jalan, Mas! Mas saja yang mundurkan mobilnya, lalu melewati saya!”
Rico tak mau kalah. Ia malah mengklakson ribut, dengan harapan si kuda terkesiap dan langsung jalan. Namun kuda dan delman itu bergeming.
Pak Kusir lantas turun dari delman, lalu berjalan menghampiri Rico dalam mobilnya. Sosok pria tua yang tampak ringkih itu mengenakan kemeja beskap, sarung batik dan topi blangkon, pakaian resmi tradisional Jawa. Rambutnya mulai beruban dan banyak yang sudah rontok, wajah tirusnya tampak berkumis tebal. Matanya yang bulat seperti kelereng menyorot marah pada Rico.
Sebaliknya, suara Pak Kusir terdengar berat berirama. “Kelihatannya anda ini termasuk raja jalanan yang suka membalap, ya.”
“Memangnya apa urusanmu? Minggirkan delmannya sekarang juga, bang! Kalau tidak, aku akan membuatmu menyesal telah menantangku!”
Tiba-tiba si pria tua tertawa dibuat-buat. “Oya kebetulan toh! Kalau begitu, aku menantangmu!”
“Apa!? Mau berkelahi, kakek tua?”
“Oh bukan, bukan!” Pak Kusir lantas tersenyum lebar, memamerkan tak lebih dari lima giginya yang kuning dan belum tanggal. “Aku ingin menantangmu balapan, anak muda! Mobilmu lawan delmanku sampai ke pintu tol. Kalau aku kalah, tanah warisan keluargaku biar untukmu saja!”
“Apa!?” Rico tak mempercayai pendengarannya. “Jangan main-main, pak tua! Tinjuku ini sudah setengah jalan ke wajahmu, tahu! Kalau kau mau gigi-gigimu yang tersisa tetap di tempatnya, minggir sana!”
“Kalau tak mau, ya sudah,” ujar Pak Kusir sambil berbalik, kembali naik ke delmannya. “Coba apa kau sanggup mengambil gigiku.” Anehnya, orang tua itu malah goyang pinggul dan menungging-nungging, mengejek Rico.
Emosi pemuda itu tersulut sudah. Ia menyerudukkan mobilnya ke arah delman itu berada, namun yang ditabraknya hanya udara. Belum habis keterkejutannya, dilihatnya delman berhias ala Yogyakarta itu di tengah jalan, seolah sudah siap di garis start.
“Ayo, anak muda, coba kalahkan aku dengan terhormat. Buktikan dirimu pantas jadi raja jalanan!” seru sang kusir, kali ini dengan lantang.
“Huh, dasar tukang delman tak tahu diri. Dengan senang hati akan kurebut tanah miliknya dari tangannya,” gumam Rico, memposisikan mobilnya sejajar dengan delman itu. Ia lantas berseru keras, “Baik, kita mulai di hitungan ketiga. Satu, dua, TIGA!”

KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DALAM DUNIA
FantasíaPercaya atau tidak, di balik dunia nyata tempat tinggal umat manusia ini, ada kekuatan-kekuatan yang lain jenisnya. Itu adalah kekuatan mistis supranatural yang melampaui hukum alam, namun tetap tunduk pada kuasa Sang Penentu Takdir. Karena mu...