Bagiku, dunia telah berakhir.
Aku berjalan gontai, keluar dari sebuah gedung perkantoran di bilangan Sudirman, jantung kota Jakarta. Tanganku membawa sebuah kardus besar dan meremas surat Pemutusan Hubungan Kerja.
Di halte busway, banyak mata tertuju padaku. Ada orang yang menggeleng, menghela napas. Ada yang kasak-kusuk dengan temannya sambil menunjuk-nunjuk ke arahku, ada pula yang bergumam, “Kasihan.”
Bahkan seorang pria bertubuh kekar bak binaragawan menghampiri dan menegurku, “Selamat! Anda beruntung, terpilih dalam reality show ‘Lampu Ajaib’! Nama saya Alay Silebay, presenter acara ini. Siapa nama anda?”
Kujawab, “Wisnu Handoyo. Tapi maaf, saya tak berminat karena…”
“Saya tahu,” bisik si kekar, menyeretku keluar antrian lalu berbisik di telingaku. “Kita sedang live, ada kamera tersembunyi di sana.”
Spontan aku menoleh ke arah yang ditunjuk. Namun si kekar mengarahkan wajahnya persis di depan wajahku. Sempat aku mengernyit melihat bentuk kumis dan janggutnya yang melengkung aneh, juga rambutnya yang berminyak tebal hingga tampak seperti es lilin. Mungkin itu tuntutan dunia hiburan, tapi hati-hati penipuan!
Si pembawa acara terus bicara, “Nah, caranya mudah saja!” Ia menyodorkan sebuah benda mirip lampu Timur Tengah kuno, lebih mirip teko kecil. “Gosok lampu ajaib ini. Sebutkan satu permintaan, apa saja, dan itu akan terkabul.”
“Apa saja?”
“Ya, apa saja! Ada pepatah, di balik awan hitam, ada pelangi. Di ujung pelangi, ada emas sepoci. Inilah kesempatan emasnya, ayo dicoba!”
Kuletakkan kardus di lantai, lalu meraih lampu itu. Aku menggosoknya, mengungkap hal pertama yang terlintas dalam pikiran. “Wagyu Steak.”
“Apa?!” Alay Silebay terperanjat.
“Wagyu Steak, bistik ala Jepang. Saya ingin mencicipinya.”
“Yakin ini pilihan anda? Ingat, hanya satu permintaan, boleh apa saja!”
Aku mengangguk mantap. “Ya, saya yakin.”
Kumis Alay seakan layu, mulutnya ternganga. Cepat ia menutupinya dengan tawa dibuat-buat. “Hoa-ha-ha! Baik! Pemirsa, inilah orang beruntung hari ini, Wisnu Hudoyo!”
“Handoyo.” Aku membetulkan.
Alay tak menggubrisnya. “Nah, kita akan saksikan keinginannya terkabul setelah pesan-pesan berikut ini! Tetaplah bersama ‘Lampu Ajaib’!”
Keinginanku benar-benar terkabul. Daging sapi sehalus kue meluncur di lidahku. Bibir dan gigiku menari-nari, teriring melodi saus Wagyu nan gurih. Suasana restoran Jepang termahal di Jakarta ini tak ubahnya balairung Istana Osaka, begitu agung dan khidmat. Rasanya aku jadi seorang Shogun, pemimpin negeri di era Jepang Kuno.
Seandainya aku memohon mobil, rumah mewah dan semacamnya, pajak dan biaya perawatan pasti akan membebaniku gila-gilaan. Bahkan emas segunungpun belum tentu mendatangkan kebahagiaan.
Setidaknya reality show ini menepati janji. Aku jelas ragu apakah anggaran mereka cukup untuk mengabulkan permohonanku yang tergila. Seharusnya mereka berterimakasih atas pilihanku, tapi si pria mirip Jin Lampu itu malah gigit jari, menggerutu sendiri. Ah, tak usah pedulikan dia. Setidaknya Wagyu Steak sudah mencerahkan mendung di hatiku.
Kembali di kamar kosku yang penuh sesak dan bau, yang kuinginkan hanya mengakhiri hari ini. Saat siap berangkat ke dunia mimpi, tiba-tiba ponselku berdering.
Tanpa bangkit, kuraih ponsel lalu bicara, “Halo?”
Suara di ponsel terdengar berat dan serak, mungkin dari pria yang sudah berumur. “Halo, dengan Wisnu Handoyo?”
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DALAM DUNIA
FantasíaPercaya atau tidak, di balik dunia nyata tempat tinggal umat manusia ini, ada kekuatan-kekuatan yang lain jenisnya. Itu adalah kekuatan mistis supranatural yang melampaui hukum alam, namun tetap tunduk pada kuasa Sang Penentu Takdir. Karena mu...