Teman-teman sekalian, terima kasih yang sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita saya. Karna, kalian yang membuat saya yang awalnya uda malas banget lanjutin cerita ini, jadi semangat. Soalnya saya ngerti rasanya digantungin. Pft. Oke, happy reading, ya😊
---
Sesampainya di rumah, El tersenyum sambil menggenggam tangan Nessa msmasuki rumahnya. El dapat merasakan tangan Nessa yang berubah menjadi dingin. Diliriknya wanita disebelahnya, wajah gugupnya tidak dapat ia sembunyikan.El terkekeh dan mengusap pelan rambut Nessa, "jangan gugup, ada aku."
Nessa tersenyum tipis tetapi tidak menjawab perkataan El.
"Ma," panggil El tetapi yang didapat hanyalah keheningan.
"Gio."
Seketika dahi El mengernyit heran.
"Nessa, kamu duduk dulu. Nanti kamu lelah menggendong Hazel terus, ya," ujar El lembut.
Mendengar sahutan El, Bik Asih datang dengan tergopoh-gopoh.
"Nyonya dan Den Gio tidak ada di rumah, tuan."
"Kemana mereka, bik?"
"Tadi, Den Gio dikabarkan menghilang sewaktu pulang sekolah sehingga nyonya menyuruh semua orang suruhannya untuk mencari tau keberadaan Den Gio. Sedangkan nyonya terakhir kali saya lihat pergi entah kemana, tuan."
Mata El membesar. Sedangkan Nessa berdiri kaget ketika mendengar penjelasan dari Bik Asih.
El mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi mamanya. Sedangkan Nessa panik tetapi dia harus tetap tenang agar Hazel tidak merasa terganggu dan rewel nantinya.
"Halo, ma. Apa benar Gio menghilang?" Tanya El cemas.
"Kenapa kamu menanyakan keberadaan Gio?" Tanya mamanya ketus.
"Ma, aku bertanya, ma. Aku benaran panik sekarang," ujar El pasrah.
"Tadinya mama kira iya. Tetapi mama sudah mengetahui keberadaannya. Dia berada bersama Citra. Kamu tenang saja," balas mamanya datar.
"Mama sekarang lagi di jalan untuk menjemput Gio-"
"Ma, aku membawa Nessa beserta anakku ke rumah. Aku harap mama secepatnya pulang dengan membawa Gio karna-"
Mamanya memutuskan sambungan ponsel sepihak membuat El menghembuskan nafasnya gusar.
"Bagaimana?" Tanya Nessa cemas.
"Tenang saja, Gio sedang berada di rumah Citra."
Nessa tetap merasa panik, "apa benar?"
"Iya, kamu jangan meragukan mamaku, ya?"
"Maaf, bukan begitu maksudku, aku hanya-"
"Aku mengerti. Tidak apa-apa," potong El sambil tersenyum.
"Kamu tampak lelah, mau beristirahat sejenak sembari menunggu Gio dan mama pulang?"
"Tapi-"
Ketika melihat El mengangkat sebelah alisnya. Nessa menghembuskan nafasnya pasrah.
"Baiklah. Aku akan membuatkan Hazel susunya terlebih dahulu."
"Ayo, aku antarkan ke kamar."
Sementara di lain tempat. Citra masih menatap berang mamanya. Keadaan di sekitar mereka tampak berantakan dengan serpihan kaca yang bertebaran. Pasir dan batu-batu penghias bunga juga berhamburan di lantai.
"Ma! Aku tidak mengerti alasan mama membuatku menjadi seperti ini!" Teriak Citra.
"Mama selalu setuju rencanamu, nak. Tetapi ini kelewatan. Dia masih anak kecil. Demi Tuhan, dia masih kelas 2 SD!"
Citra menatap mamanya tidak suka. Mamanya Citra yang kembali mendengar jeritan Gio merasakan hatinya teriris ngilu.
"Biarkan, mama. Kali ini, biarkan mama. Setelah itu kita baru membuat ulang rencana kita, ya?"
"Persetan!" Jerit Citra dan kemudian tanpa belas kasihan menghantam kepala mamanya.
Mamanya Citra menatap anak bungsunya lemas. Pandangannya kian memburam.
"Maaf, aku tidak bisa menolongmu, nak," ucapnya dalam hati dan kemudian terjatuh tak sadarkan diri.
Beberapa menit kemudian, terlihat mamanya El memarkirkan mobilnya di halaman rumah Citra, calon istri anaknya. Langkah anggunnya memasuki teras rumah itu dan kemudian menekan bel.
Dahinya mengernyit ketika bel yang beberapa kali di tekannya tidak di jawab.
"Hm, mungkin mereka lagi dihalaman rumah. Mengingat desain rumah ini yang memanjang ke belakang," ujarnya dalam hati.
Mama El ingin mengurungkan diri untuk bertindak tidak sopan tetapi, dia harus membawa pulang cucunya, Gio sekarang. Maka dari itu, setelah menimbang-nimbang, mama El mendorong knop pintu dan kemudian masuk kedalam rumah yang tampak sepi.
"Apakah mungkin mereka sedang tidak ada di rumah?" Gumamnya pelan.
Dia melangkahkan kakinya melewati ruang tamu dan kemudian kerutan di dahinya semakin dalam.
"Apa gerangan dengan semua kekacauan ini?" Ujarnya kaget.
Semua tampak sangat berantakan. Seperti badai sekilas berlalu melewati ruang tamu ini. Tak jauh dari tempat ia berdiri, dia menemukan tubuh yang kaku tak bergerak.
"Jeng, bangun, astaga, apa yang terjadi?"
Mama El sontak menghubungi orang suruhannya untuk datang kesana secepatnya. Kemudian, dia memapah tubuh mamanya Citra dan membaringkannya ke atas sofa.
Dia menghela nafas dan kemudian berjalan lebih dalam.
"Citra dan Gio mana? Apakah- tidak. Positive thinking," ucap mama El kepada dirinya sendiri.
Dia kaget ketika melihat pintu yang tak jauh dihadapannya terbuka. Keluarlah dua orang pria dewasa yang tampak kaget dengan keberadaannya. Mereka langsung berlari melewatinya dan kemudian terdengar suara kendaraan yang perlahan-lahan bergerak menjauhi rumah ini.
Mama El menghembuskan nafasnya. Terlalu banyak keanehan yang terjadi disini. Dia dengan santai berjalan menuju kamar itu.
"Ya Tuhan!" Jeritnya histeris.
Dia melihat tubuh cucunya, Gio terbujur kaku dengan dipenuhi bekas luka dan tidak mengenakan sehelai pakaian.
"Call 119!"
Setelah menghubungi ambulans, dia berlari histeris dan kemudian membuka blazernya untuk menutupi tubuh cucunya.
"Gio, bangun, Gio. Gio cucu nenek yang pintar. Ayo bangun."
Hatinya sesak melihat keadaan cucunya yang mengalami pelecehan tidak wajar serta kekerasan fisik.
Dengan tangan bergetar, dia mendekatkan jarinya ke hidung Gio.
"Ya Tuhan!" Jeritnya.
TBC.