Frustasi, itu yang dirasakan dirinya ketika membawa tubuh cucunya ke rumah sakit yang dibantu dengan beberapa orang suruhannya.
"Kalian temukan dua pria itu dan kamu, awasi wanita itu. Apabila dia sadar, jangan biarkan dia lepas dari pengawasanmu. Mengerti kalian semua?" Ujarnya tegas.
"Baik, nyonya."
Sepeninggalan orang suruhannya, mamanya El menghela nafas lemah. Dirinya duduk disalah satu bangku. Tangannya tidak berhenti bergetar.
Cucunya ditemukan tewas. Tidak terjadi proses pernafasan di hidungnya. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, badan cucunya tampak dingin dan pucat.
Dia meraung. Benaknya sesak. Ia mengingat betapa kerasnya ketika ia mendidik Gio. Tidak membiarkan Gio menikmati masa bermainnya. Menyuruhnya untuk belajar dan menjadi anak yang patuh serta taat. Dia tidak mendapatkan kasih sayang dari anggota keluarganya.
Tetapi Gio tidak pernah mengeluh kepadanya. Ia hanya diam dan mengikuti semua perintahnya.
"Gio, cucuku, nenek sayang, nak," lirihnya dalam hati.
Mamanya El menatap ponselnya yang berdering.
"Halo?" Jawabnya lemah.
"Iya, ma. Kami uda nungguin mama. Ada hal penting yang ingin aku-"
Mama El menyebutkan nama dan alamat rumah sakit yang sekarang ia pijak.
"Tapi-"
Mamanya El memutuskan sambungan ponselnya bertepatan dengan dokter jaga keluar dari IGD.
"Apakah saya bisa melihat cucu saya, dok?"
"Cucu anda sudah kami periksa. Ada beberapa hal penting yang harus saya jelaskan. Mari, bu, lewat sini."
Mama El mengikuti dokter yang tampak muda itu ke dalam sebuah ruangan.
"Silahkan duduk, bu."
Mama El melihat papan nama yang terdapat di meja. Dia melihat dokter jaga yang berdiri di sebelahnya dan kemudian menatap dokter dihadapannya.
"Baik, bu. Menurut hasil pemeriksaan, terdapat luka lebam di sekitaran tubuh korban. Tepatnya di bagian mulut, sekujur lengan dan kaki, perut dan-"
Dokter itu menghela nafas dan kemudian berkata,"dan pada organ vitalnya, bu."
Mama El menahan nafasnya ketika mendengarkan fakta tersebut.
"Dok."
"Iya, bu?"
Dokter itu menghentikan penjelasannya ketika mendengar panggilan dari keluarga korban.
"Apakah ini yang menyebabkan cucu saya kehilangan nyawanya?"
Inilah yang tidak ia sukai dari pekerjaannya. Dokter itu merasa tidak enak dan bersalah setiap kali menghadapi keluarga pasiennya. Rasa sakit ketika harus melihat kesakitan keluarga pasien. Rasa segan dan takut ketika harus menjelaskan penyebab dari kasus pasiennya.
Ia hanya takut penjelasannya akan membuat keluarga korban tidak terima dan kemudian terpuruk dalam kesedihan yang mana dapat membahayakan keluarga korban. Lagipula, wajah dan kata-katanya yang akan diingat oleh setiap orang yang ia temui.
"Baik, saya sudah mengerti. Terima kasih atas penjelasannya. Masalah jenazah, serahkan semuanya kepada keluarga kami, dok," lirih mama El dan kemudian menjabat tangan dokter itu juga dokter jaga yang sejak tadi diam.
----
El mematung ketika orang suruhan mamanya mengarahkannya ke suatu ruangan. Dia mendapati tubuh kaku anaknya yang tengah berbaring diatas ranjang rumah sakit.
Nessa shock. Tidak ada kata yang terucap dari bibirnya. Dia hanya bisa menangis dan kemudian memeluk tubuh kaku Gio.
"Maaf. Maaf. Maaf, nak," lirih Nessa.
El yang tengah menggendong Hazel, berjalan mendekati Gio dengan mata yang sudah berlinang. El mencium pelan dahi anaknya. Dia harus tabah untuk menguatkan Nessa yang tengah menangis histeris.
"Pertemuan pertama yang tidak sesuai dengan rencananya," bisik El dalam hati.
Sementara itu, tampak mobil melaju kencang menuju suatu tempat.
"Satu, habis. Show time," tawanya dan kemudian mencengkram erat kemudi mobil.
TBC.
Beberapa part menuju ending.