Akademi ribut sejak pagi buta.
Dinihari, para guru menemukan tubuh bu Novi tergeletak dengan kepala terluka parah di depan gedung asrama guru. Jendela lantai tiga tempat kerja pribadi bu Novi pecah. Diduga, beliau jatuh dari lantai tiga asrama guru, tepat di ruang kerja pribadinya.
Semua orang heboh. Bu Novi segera dilarikan ke rumah sakit dan dikabarkan kritis. Polisi saat ini masih ada di akademi untuk melakukan penyelidikan lebih jauh. Demi kelancaran penyelidikan dan menjaga TKP tetap steril, kegiatan belajar mengajar diberhentikan hari ini. Para akademisi putra maupun putri dilarang keluar asrama. Guru-guru mulai diinterogasi di ruang kepala sekolah saat ini. Entah apa yang sudah ditemukan oleh pohak polisi. Penyelidikan berlangsung tertutup di luar sana.
"Menurut lo, beneran mang Yayan pelakunya?" Aldiva menyentakku dari lamunan. Seketika kami bertatapan dalam suasana tegang yang sama. Kamar ini memang diwarnai ketagangan yang tak kunjung mengendur dari semalam, semua berkat kami yang jadi saksi mata kejadian itu.
"Nggak tau juga."
Kami tak bisa selama sisa malam hingga matahari terbit. Aldiva bagai anak ak diurus orang tua. Rambut shaggy pendeknya berdiri tak keruan di atas kepalanya mirip surai singa dan bagian bawah matanya menggelap memohon untuk diberikan istirahat. Kuduga penampilanku tak jauh beda. Mungkin lebih buruk karena aku punya rambut panjang yang saat berantakan mirip banget kuntilanak nggak sisiran seminggu.
Selama berjam-jam, kami berdua tak henti merenung di ranjang masing-masing, duduk sambil memeluk bantal atau guling dan berganti-ganti posisi tak nyaman sementara tugas TIK yang kami kerjakan semalam terabaikan dan masih berserakan di lantai kamar.
Sejujurnya, aku masih tak percaya kejadian semalam itu nyata. Sampai detik ini, aku mencoba menelaah baik-baik apa yang kami lihat semalam, mencoba tak berpikiran buruk pada Yayan, meski tak ada pikiran baik sama sekali di kepalaku. Apa yang kami lihat semalam sangat jelas. Yayan ada di sana, di ruang bu Novi, di balik jendela yang pecah. Dia ada di tempat bu Novi jatuh. Hanya dia. Itu hanya bisa berarti satu hal kan?
Bahwa dia memang mencelakakan bu Novi.
Namun, aku kenal laki-laki itu sembilan tahun sudah. Pasti ada penjelasan masuk akal di balik semua ini. Yayan memang orang impulsif dan blingsatan, tapi menyakiti orang lain sampai membuat mereka celaka bukan bagian dari keblingsatan Yayan. Meski dia sanggup menyakiti atau bahkan membunuh, meski dia juga manusia yang tidak butuh alasan untuk melakukan tindakan biadab, dia bukan termasuk manusia seperti itu.
Yayan selalu melakukan semuanya dengan alasan kuat. Alasan miliknya selalu kuat sampai aku tak bisa berkata apapun untuk menolaknya.
"Menurut kamu sebaiknya kita laporin ini nggak ya?" Aldiva bertanya lagi.
Aku tidak tahu. Aku tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu.
Di tengah pikiran itu, terdengar ketukan di pintu kamar kami. Aku dan Aldiva bertatapan saling bertanya dalam diam sebelum akhirnya aku berdiri membuka pintu. Di depan pintu, bu Arma, dalam pakaian hariannya sebagai guru PKN, berdiri berhadap-hadapan denganku.
"Cepat pakai baju seragam kalian. Seluruh murid diminta kehadirannya ke aula pertemuan," jelas beliau cepat.
"Ada perlu apa ya, Bu?" tanya Aldiva.
"Polisi ingin menanyai kalian beberapa hal saja terkait kejadian malam ini."
Saat itu baik aku maupun Aldiva, memasang wajah shock yang sama.
***
Aula pertemuan biasanya dipakai untuk acara-acara pribadi sekolah seperti pertemuan orang tua, penataran para wali kelas tahun ajaran baru, MOS bagi para siswa tahun ajaran baru, beberapa lomba dalam acara class meeting, dan beberapa acara tertutup lainnya. Di awal maupun tengah tahun ajaran baru, aula pertemuan selalu sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood and Faith
Vampiros[WARNING: YOUNG ADULT FICTION! Anak-anak di bawah 18+ harap menyingkir] [ARUNA SERIES #2] Komite Keamanan Khusus: Badan yang khusus menangani kasus para aruna di Indonesia. Intel, Badan inti, dan Dewan hanya sebagian kecil dari lingkup organisasi...