36. Produk Gagal

1K 168 20
                                    

Setiap dunia punya sisi gelap. Hukum ini berlaku juga bagi kaum aruna yang membanga-banggakan diri sebagai penguasa puncak rantai makanan. Mereka punya sisi gelap dalam kaum yang ditakuti oleh kalangan mereka sendiri.

Produk Gagal, begitu mereka menyebutnya.

Seperti namanya, mereka dicap sebagai keturunan gagal secara biologis. Lahir sebagai pemakan segala—aruna ataupun manusia—mereka dikenal sebagai makhluk dengan rasa lapar yang hanya bisa hilang ketika mereka mengoyak leher mangsanya. Karena sifat liar yang membahayakan dua kaum dan kekuatan serta metabolisme hampir setara elder, produk gagal menjadi musuh bersama manusia dan aruna. Hanya untuk hal ini, kami punya pendapat sama.

Produk gagal bisa berasal dari kelas manapun, namun kebanyakan berasal dari kelas original. Inilah sebabnya, seringkali aruna menghina manusia dengan menyalahkan gen kami. Mereka bilang gen kami rusak dan menyalahkan manusia atas banyaknya produk gagal yang lahir pascaperang.

Melihat dari kebalnya pemuda satu ini dan pejantan yang kubunuh tadi dari sinar matahari, besar kemungkinan mereka berasal dari kelas original. Artinya kami tidak perlu was-was dia akan berubah ke fase peralihan dan menginfeksi seseorang yang bukan imun di sini.

"Sejujurnya, ya," Aku menatap pejantan kurang ajar yang sudah menyebutku sebagai makanan. "Gue pahit. Lo nggak bakal suka rasa gue."

"Aku tidak berkompromi..." Tahu-tahu saja ia sudah berada di hadapanku, "dengan manusia."

Ujung sepatu bootsnya mendarat dengan mulus di wajahku, mementalkan tubuhku dalam gerakan spiral di udara dan dengan mudah mengempasku terbang jauh. Sebelum terlempar terlalu jauh, dengan cepat, kuulurkan tangan, menjadikan pedangku sebagai tumpuan.

Dan berhenti tepat sebelum ujung runcing salah satu dahan menembus kepalaku.

Nyaris. Benar-benar nyaris.

Aroma rumput muncul di sekitarku. Perlahan, dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya, dedaunan dari berbagai warna serta beberapa ranting dan dahan berukuran kecil, berjatuhan dari langit, menutupi pandangan kami semua. Seperti dihujani dari langit, semua bagian pohon itu berjatuhan menimpa kami. Aku segera menapak ke tanah sambil melindungi kepala dari salah beberapa ranting.

Aku mendongak, kesulitan melihat matahari yang tertutup bayangan anggota badan pepohonan yang berjatuhan.

Bayangan apa itu?

Suara jeritan seseorang terdengar satu kali sebelum akhirnya senyap. Setelahnya, secara berturut-turut terdengar suara cipratan dan suara daging yang dirobek paksa dari tulang belulang, suara ayunan pedang yang diayunkan asal-asalan dalam kegelisahan, dan pekikan manusia yang frustasi dan di ambang kewarasan. Berkali-kali. Dalam jumlah yang semakin lama semakin tak bisa dihitung. Suara itu benar-benar menyayat telinga, tapi jika pergi sembarangan sementara tak tahu sudah terlempar sejauh apa dan berada di tengah tipuan mata begini, nyawa hanya akan terbuang sia-sia.

Bau darah semakin kental seiring semakin sunyinya suasana. Dedaunan yang jatuh banyak ternodai warna merah darah segar. Radio kancing yang aku kenakan secara berganti-ganti memperdengarkan suara-suara jeritan dari berbagai sisi sebelum suara-suara itu akhirnya ditelan sunyi.

Kelompok keparat. Mereka tidak memberiku pilihan lain selain menjaga nyawa sendiri sambil mendengar nyawa-nyawa direnggut di sekitarku satu per satu tanpa bisa berbuat apa-apa. Mereka ingin membuatku tegang dalam kegilaan karena takut giliranku akan segera tiba.

Kerja sama kelompok yang merepotkan!

Aku menekan tombol radio kancing milikku. "Pusat komando, ini regu A, ganti!" Hanya ada dengung statis di ujung lain sambungan. "Pusat komando, ini regu A, kami butuh bantuan dan tim medis, ganti!" Lagi-lagi hanya dengung statis kosong di ujung lain sambungan. Aku mendecih kesal.

Blood and FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang