Ketika awan terhenti dalam tangisnya
Mentari telah lelah bertengger di penggalah senja
Dan butir kapas bertinta belum bangkit dari hibernasinya
Kau tetap tidak mengalihkan parasmu menjauh
Langkah itu melebar, karena pintu hatiku tersebar bebas
Hatiku berserakan bak musim ini
Dimana daun menjelma terang lalu gugur
Bukan minta disapu, malah kau pungut hati-hati
Bahkan kau muliakan dirinya lebih dari bidadari
Kau pantau hatinya, takut ia terluka
Lalu saat ia larut dalam senyummu
Setelah semua takhta engkau runtuhkan, Kau pergi
Lihatlah! Kini anginpun tak bisa mengejarmu
Sekalipun kilat sinar menandingimu
Larimu lebih cepat
Terlampau cepat, sampai-sampai daun lupa bahwa ia hanya pungutan yang terbuang.
-Adeleide

KAMU SEDANG MEMBACA
Bersajak Luka
Poetry'Luka adalah semestanya puisi' -Sapardi Djoko Damono Ketika luka itu ada, disaat yang sama pena mulai menggoreskan sajaknya.