21: My World

2.6K 166 1
                                    

Bella's PoV

   Besok hari pertama ujian kelulusan. Astaga. Aku sangat gugup. Aku takut nilaiku mengecewakan. Akhir-akhir ini aku memang meluangkan banyak waktu untuk belajar, tapi bagiku itu tidak cukup.

   Aku bolak-balik menghapalkan bahan ujian. Tidak ada satupun hal yang dapat menempel dalam ingatanku. Entahlah, mungkin ini semacam kepanikan yang menghilangkan semua fokusku.

   Ponselku berdering nyaring, membuatku terlonjak kaget. Aku meraihnya, ternyata itu telepon dari Tristan-Menggemaskan-Turner, itu hanya panggilan sayangku untuknya.

   "Halo ?," kataku menyapanya. Demi Tuhan, aku merasakan senyumnya diujung sana.

   "Malam, cantik," suara beratnya bahkan dapat membuat jantungku berdebar dua kali lipat. Mungkin, aku harus periksa kesehatan jantungku lain kali.

   "Malam juga. Belum tidur ?," tanyaku sambil duduk di bangku meja belajar. Aku membuka-buka halaman buku tanpa membacanya.

   "Belum. Lo sendiri ? belum tidur ?"

   Aku menggeleng pelan seakan Tristan dapat melihatnya. "Gue lagi belajar buat besok," jawabku murung.

  "Oh gitu, kenapa suaranya kaya lagi sedih gitu huh ?," tanyanya penuh perhatian.

   "Iya. Gue belajar tapi gak bisa-bisa."

   "Itu tandanya lo harus belajar sama gue. Kalo lagi belajar sama gue, lo cepet kan ngertinya ?," godanya sambil terkekeh.

   Aku menghembuskan nafas singkat untuk menyetujui pernyataannya. Aku memang merasa cepat tanggap ketika Tristan yang menjelaskan materi pelajarannya. Memang aneh, tapi ini nyata.

   "Gak usah stress, Bell. Gue yakin lo pasti bisa. Lagian lo kan pacar gue, pasti kepintaran gue nular," candaannya membuatku tertawa kecil. Dia selalu tahu cara membuatku tertawa dengan hal-hal sepele.

   Keheningan berlangsung. Aku hanya mendengar deru nafas Tristan diujung sana. Terbesit dipikiranku soal masalah Alex. Aku masih tidak tega untuk meninggalkan Tristan nantinya. Untuk pertama kalinya, aku tidak ingin kembali ke London, Inggris, tempat aku dibesarkan. Aku tidak mencintai Alex lagi, aku tidak siap untuk bertunangan bahkan menikah dengannya.

   "Bell, lo masih disana ?," suara Tristan membuyarkan lamunanku.

   "Apa ? ya, gue masih disini," kataku tergagap-gagap.

   "Lagi mikirin apa sih ? kayanya serius banget. Tell me, baby."

   "Tris, gue mikir untuk gak usah lulus aja dari ujian kali ini," kataku tanpa terkontrol. Kalimat itu tiba-tiba meluncur dari bibirku tanpa diminta. Entah didapat darimana ide buruk itu.

   Aku mendengar Tristan menarik nafas berat, "Ngomong apaan sih lo Bell ? Kenapa mikir buat gak lulus ?"

   "Ya, supaya gue lebih lama lagi tinggal disini, sama lo. Setelah gue lulus, gue harus pindah, dan gue gak mau pindah, gue gak mau jauh dari lo," jelasku terbata-bata. Aku tidak dapat menahan air mata yang sudah menetes sejak tadi. Masalah ini memang membuatku sedikit sensitif.

   Sekali lagi. Tristan menarik nafas berat, "Please sayang, jangan libatin masalah itu lagi dalam kelulusan. Ini soal prestasi lo, masa depan yang lo cita-citain. Udah gue bilang kan ? percayain semua ketangan gue, jangan lo pusing pikirin ini itu."

   Aku tidak berniat menjawab. Aku hanya diam membisu sambil sesekali mengusap mata sembabku dengan punggung tangan. Aku tahu Tristan akan khawatir kalau saja ia tahu aku menangis.

   "Bell, Alex bukan apa-apa dimata gue. Dia cuman cobaan buat hubungan kita, cukup lo percaya dan sabar tunggu semua ini selesai. Gue ada buat lo, pegang kata-kata gue. Cukup dia hancurin hati lo dulu Bell, jangan masa depan lo dia hancurin juga. Jangan pernah lo berpikir kaya gitu lagi ya. Gue lagi berjuang, berjuang buat kita, tapi biar gue pake cara sendiri," katanya mencoba untuk membuat hatiku tenang. Terbukti. Hatiku memang sedikit tenang. Tapi aku masih berpikir. Cara apa dan rencana apa yang sedang Tristan jalankan ? apa aku boleh tahu ?.

   "Jangan tanya rencana gue Bella Turner. Gue tau lo banyak tanya," kata Tristan mendahuluiku bertanya. Aku hanya memperlihatkan ekspresi cemberutku seakan Tristan melihatnya.

   "Tadi siapa ? Bella Turner ? sejak kapan ? nama gue Bella Lincoln."

"Sejak kapan ? sejak lo jadi milik gue. Dan selamanya, lo bakal jadi Bella Turner dimata gue," jelas Tristan membuatku tersenyum lebar. Aku ingin memeluknya saat itu juga.

    Bella Turner. Mungkin, itu satu-satunya nama yang ingin aku sandang nantinya. Bukan Bella Ford sekalipun. Aku ingin berhenti dari pencaharianku pada cinta. Aku memilih Tristan dari akhir segalanya, ia akan menjadi satu-satunya dihatiku.

   "Lo gak bakal tau sebesar apa rasa sayang gue ke lo," candaku sambil tertawa ringan.

  "Tenang, rasa sayang gue lebih dari itu," balas Tristan seakan menantangku. Ini hal yang selalu kami perdebatkan. Soal cinta mana yang lebih besar atau rasa sayang mana yang lebih serius.

"Terserah," jawabku menyerah. Sampai kapanpun Tristan tidak akan menyerah soal ini. Ia akan terus berbicara sampai aku mengalah dan mengakuinya. Tristan-menyebalkan-Turner.

"Siapa yang lebih sayang dan cinta lo ? gue mau denger pengakuan lo," Kata Tristan. Hal ini kadang menggemaskan, Tristan seperti anak kecil yang ingin mendengar ibunya berkata bahwa ia mencintainya lebih dari apapun.

"Rasa cinta dan sayang lo mengalahkan segalanya," kataku berlebihan. Aku mendengar suara beratnya tertawa. Indah. Seperti malaikat sedang bernyanyi.

"Bagus, dan itu selamanya," kata Tristan tegas dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Baby, tidur ya ? udah malem," kata Tristan lagi. Kali ini suaranya terdengar lebih lembut.

Aku menggeleng, "Belum mau, masih mau belajar."

"Gue yakin lo bisa, lo butuh istirahat yang banyak. Gue janji besok-besok, gue yang ajarin lo sampe yakin, gimana ?," tawarnya, ia ingin aku tidur lebih cepat akhir-akhir ini. Ia akan mengeluarkan semua bujukan untukku menuruti permintaannya.

"Iya deh, gue tidur."

Ketika aku hendak mengucapkan salam perpisahan dan selamat tidur, Tristan kembali berbicara, "Baby, when the world gets too heavy, put in on my back."

Aku hanya tersenyum. Dunia ini memang berat untukku. Banyak hal terjadi tanpa terduga, semua mengalir begitu saja seakan aku ini gadis kuat. Tidak ada satupun orang dalam duniaku tahu apa perjalan berat yang baru saja aku tempuh, orangtuaku sekalipun tidak tau apa-apa. Aku diam, aku bungkam soal ini itu. Hanya aku dan diriku dalam segala penderitaan yang aku alami. Sampai lelaki bernama Tristan itu datang. Ia pegangan dan pelindung yang melingkupi begitu erat. Ia menjauhkan segala bencana dalam hari-hariku. Layaknya Atmosfer yang melindungi bumi, itulah Tristan bagiku. Ia oksigen yang harus aku dapat setiap hari, sepenting itu arti kehadirannya untukku.

"Good Night Baby, have a nice dream," bisik Tristan. Aku merasakan senyumnya untukku.

"Good night bawel, i love you," balasku seraya dengan cepat mematikan sambungan secara sepihak. Aku tahu ia pasti akan mengomel panjang lebar soal panggilan bawel dan ucapan 'I love you' itu. Jika itu terjadi, pembicaraan kami akan kembali berlangsung panjang dan tidak berujung.

Maaf part ini pendek ;)
Vomment ya !

2 Maret 2016

The Way I Love You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang