Bella PoV
Kami disini. Duduk berhadapan di sebuah cafe yang tidak jauh dari kantor milik Alex. Dari tadi Tristan terus mengalihkan pembicaraan. Ia terus bertanya ini itu, menghindari pertanyaanku soal kejadian tadi.Tadi, aku menghabiskan waktu berjam-jam menunggu Tristan rapat di kantor Alex. Selama itu, aku terus berpikir dan merenung soal kejadian yang aku alami. Pertanyaan-pertanyaan yang lewat dikepalaku hampir membuatku gila.
Sedangkan Alex tiba-tiba menjadi diam. Sejak kejadian tadi, Alex hanya diam menatapku dan Tristan dari kejauhan. Ia tidak mendekatiku atau mengirimkan pesan sekalipun. Bukannya aku tidak senang, jujur aku merasa lega dan lepas. Tapi, keanehanku terhadap sikap diam Alex dan keceriaan Tristan membuat aku tidak bisa berhenti berpikir.
"Tris-"
"Bell, mau makan apa?," tanya Tristan lagi-lagi memotong perkataanku.
"Gue belum mau makan. Gue maunya ngomong," jawabku sinis.
Seketika Tristan yang sedang melihat-lihat menu diam. Ia langsung menatap Bella sambil menaikan sebelah alis. "Mau ngomong apa?," tanya Tristan langsung menutup menu dan memberikan perhatian penuh untukku.
"Gue butuh penjelasan Tris," kataku langsung. "Jangan buat gue terusbertanya-tanya. Dari tadi lo terkesan ngehindar dari pertanyaan gue."
"Okay, sekarang apa yang mau lo tanyain ke gue? Gue janji akan menjawab semua pertanyaan lo, dengan satu syarat," kata Tristan terlihat berusaha mengalah.
"Syaratnya apa?"
"Syaratnya lo juga harus jawab semua pertanyaan yang gue tanyain."
"Deal," kataku langsung menyetujui syarat tersebut.
"So?"
"Pertanyaan pertama gue. Kenapa Alex jadi diam setelah lo memperkenalkan nama panjang lo? Alex gak pernah semudah itu dalam ditaklukan seseorang. semua terlihat.. Mustahil," jelasku panjang lebar.
Tristan terkekeh sambil tetap menatapku. "Tristan Turner.. Nama yang mungkin bisa membuatnya ketakutan kehilangan kekuasaan dan kekayaannya. Perusahaan dad memegang saham paling banyak dalam setiap perusahaan besar di London. Perusahaan dad paling kuat, paling dihormati dan memiliki kuasa paling banyak terhadap kemajuan ekonomi perusahaan di London. Perusahaan Alex bukan apa-apa bagi gue dan dad. Mungkin, Alex berpikir aku bukan siapa-siapa. Gue memang sengaja menutupi nama belakangku. Tanpa ia tahu, gue menyelidiki perusahaan, keluarga dan kekayaan miliknya. Kebetulan dad memberikan tanggung jawab besar untukku menjalani perushaan miliknya. Termasuk rapat saham yang tadi aku ikuti di perushaan milik Alex. Gue pikir, itu saatnya Alex tahu kebenaran tentang aku dan hubungan kita. Maaf, tadi gue belum berani kasih penjelasan apa-apa. Gue takut lo gak terima dengan penjelasan gue," jelas Tristan panjang lebar.
"Jadi lo-"
"Eits, jangan licik. Giliran gue tanya lo," potong Tristan sambil tersenyum.
Aku hanya mendengus dan memutar bola mata malas. "Apa?!"
Ia terkekeh, "Pertanyaan gue sih gampang. Jadi, gimana perasaan lo?"
"Hhmm.. Jujur gue bahagia. Gue ngerasa lebih lega dan lepas. Tapi, gue masih bingung aja kenapa lo gak selesaiin masalah ini sejak awal. Terlepas dari semua itu, gue mau ucapin terimakasih karena lo mau perjuangin gue," jawabku sambil menatapnya sungguh-sungguh.
Tristan meraih tanganku dan mengenggamnya erat, "Lo pantas untuk diperjuangin Bell. Gue mau lo sadar bahwa lo itu berarti buat gue. Siapapun orang yang pernah jadi masa lalu lo, ninggalin lo, nyakitin perasaan lo, adalah orang paling bodoh karena sia-siain gadis sepintar dan secantik lo. Gue mau lo janji sama gue untuk gak pernah ninggalin gue, jangan pernah jauh-jauh dari gue."
"Lo gak akan pernah tau seberapa sayang gue sama lo. Jangan tinggalin gue, Tris. Apapun yang terjadi, lo harus janji untuk tetap perjuangin gue," pintaku padanya.
Tristan mengangguk sambil tersenyum tipis. "So? Lo mau makan apa?," katanya mulai kembali mengalihkan pembicaraan.
Itulah hari dimana aku mulai dekat dengan Tristan secara terbuka. Aku membawanya menemui orang tuaku dan begitu sebaliknya. Mungkin aku memang sudah pernah bertemu dengan ibu kandung dari Tristan, tapi kali ini aku lebih sering mengunjunginya.
Ruth terlihat lebih ceria. Ia banyak tersenyum dan tertawa. Ia tetap menjadi sosok yang tangguh sekaligus anggun. Aura keibuan tetap terpancar jelas ketika ia bicara dan menasehatiku layaknya seorang ibu kandung. Ia memang terlihat lebih hidup sejak kedatangan anak satu-satunya itu, Tristan.
Hubunganku dengan Tristan baik-baik saja sejauh ini. Ia tetap sama. Masih dengan perhatian, kejahilan dan kepintarannya. Aku dan Tristan juga memutuskan untuk melanjutkan pendidikan kami di London.
Mungkin, ini baru permulaan yang baik untuk kami. Aku tidak tahu kedepannya akan seperti apa. Aku hanya terus berdoa agar berjodoh dengan Tristan. Aku menginginkan Tristan menjadi takdirku, masa depanku.
Kalau kata orang semua cerita cinta itu indah, aku setuju. Aku memang tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Tapi, untuk apa aku mengkhawatirkan apa yang terjadi didepan? Aku hanya akan menjalani hari ini sebaik yang aku bisa. Aku akan syukuri kehadiran Tristan dalam hidupku dan berusaha menyanyangi dan mempercayainya dengan sebaik mungkin.
The End-
Yey! Selesai!
Maaf baru bisa update lagi..
Part yang ini memang sedikit maksa dan aku tahu akhir dari cerita aku ini gak terlalu bagus. Tapi, mau gimana lagi? Aku masih belajar dan ini karya pertamaku. Aku janji di cerita-cerita selanjutnya akan lebih enak dibaca dibanding yang ini.Thanks untuk siapapun yang udah luangin waktu untuk baca ceritaku ini. Aku punya rencana untuk menulis lagi dan aku harap kalian masih bersedia baca yaa..
Vomment untuk part ini ya guys! Thank youu :)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way I Love You [COMPLETED]
Teen FictionCERITA DI PRIVATE sebelum membaca, follow author terlebih dahulu... [Bella Lincoln] Penyesalan itu terus melingkupiku. Tidak ada alasan bagiku untuk tinggal. Dia merupakan laki-laki paling sempurna dan paling aku cintai saat ini. Kenapa datang dan...