3. A Stalker

156 13 1
                                    

"Haduh kenapa perpus jadi kerasa jauh banget gini sih? Perasaan biasanya dari kelas cuman butuh waktu 5 menit. Dan lagi tadi kan gue dari ruang dosen dan itu letaknya lebih deket. Harusnya 2 menit bisa sampai", gumam Dira pada dirinya sendiri.

"Loe bener bener beda dari cewek lainnya gue yakin kalau cewek lain yang dihukum mereka pasti bakal ngepalsuin tanda tangan itu dan juga nggak mau masuk perpus", ucap seorang mahasiswa sambil mengamati Dira.

"Loe beda dan loe harus jadi milik gue. Karena gue nggak suka yang terlalu mainstream", lanjut mahasiswa tadi seraya ikut memasuki perpus yang hanya dikunjungi oleh beberapa orang.

Dira sudah mulai mengamati buku yang akan ia baca untuk kali ini. Matanya berbinar ketika melihat salah satu judul buku tentang ilmu meracik obat tradisional.

Dira memang mahasiswa jurusan farmasi. Jadi ia selalu tertarik dengan apa saja yang berhubungan dengan obat. Khususnya obat tradisional.

Entah kenapa saat di lorong ke perpus tadi sampai saat ini ia merasa seperti sedang diawasi.

Ia menengok ke kanan. Tak mendapati apapun selain kursi dan meja yang tertata rapi, tempat untuk membaca.

Ia kemudian menengok ke kiri. Nihil ia tak menemukan sesuatu yang aneh. Di rak bagian obat ini ia sendirian.

Setelah mencoba meyakinkan diri bahwa ia hanya sendirian ia memutuskan mengambil buku yang menarik perhatiannya tadi. Dan mulai menelusuri meja dan kursi kosong di dekat penjaga perpus.

Biasanya ia paling alergi duduk dan membaca di dekat penjaga perpus. Soalnya saat ia tengah asyik membaca novel atau buku apapun yang membuat ia begitu antusias ia akan mengekspresikan perasaannya.

Mulai dari meneteskan airmata disertai isakan kecil. Tersenyum kecil. Tertawa terbahak-bahak. Bahkan pernah memaki-maki tokoh yang ada di novel.

Sejak saat itu ia selalu diberi tatapan menyebalkan dari penjaga perpus. Semua penjaga perpus sudah hafal dengan wajahnya.

Tapi kali ini berbeda ia rela duduk disana karena saat ini ia merasa tidak aman.

Dira mulai membaca bukunya dengan seksama dan mulai hanyut dalam pengetahuan herbal dalam bukunya.

Baru sampai di tengah halaman pundaknya ditepuk dan kontan saja Dira kaget dan ia melempar bujunya keatas seraya berucap "Ya Allah".

Langsung saja setelah mendengar itu penjaga perpus melihatnya dengan marah.

Dira tidak menghiraukan penjaga perpus ia malah menoleh ke belakang dan mendapati seorang mahasiswi yang berbisik ke telinga kanannya.

"Lirik ke samping kanan loe di bagian astronomi. Hati-hati.", setelah berbisik ia langsung pergi dengan santai.

Dira tak berani melirik dan ia memutuskan untuk menghentikan kegiatan membacanya dan memutuskan untuk meminjam buku ini pada penjaga perpus.

"Awas kalau Anda berulah lagi di perpus!", ucap penjaga perpus seraya menyerahkan kartu peminjaman buku dan buku itu pada Dira.

Dira hanya mengangguk kecil dan langsung melangkah tergesa kembali ke kelas. Toh ini memang sudah waktunya untuk masuk mata kuliah kedua.

Ia mengikuti kelas hari ini dengan perasaan tak tenang. Bahkan ia langsung keluar kelas begitu bel berbunyi untuk mencari gadis di perpus tadi.

"Ucapan mahasiswi tadi maksudnya apa sih? Bikin parno gue aja. Ah mana masih kurang 4 buku lagi buat hari ini", ucap Dira menggerutu.

"Mau gue bantuin?", ucap seseorang di belakang Dira.

Dira yang masih syok dengan kejadian tadi langsung saja memukul seseorang yang ada di belakangnya dengan buku tadi seraya menutup matanya.

"Jangan ganggu gue! Gue bisa lebih brutal dari ini kalau loe tetep nekat ikutin gue! Gue bukan orang kaya yang bisa loe mintain tebusan kalau loe berniat mau nyulik gue!", ucap Dira lantang seraya masih menutup matanya tapi sudah tidak memukuli seseorang itu.

"Udah puas kagetnya? Lagian siapa juga yang mau jadi penculik loe! Kurang kerjaan banget!", ucap lelaki sinis ini dengan suara khas serak karena terlalu banyak menghirup tembakau.

"Loe kan yang tadi ngatain gue! Kenapa loe disini? Udah capek perang mata sama gue? Sekarang mau adu mulut? Apa perang badan?", tanya Dira dengan berani sembari mencerna kata-kata yang ia lontarkan adalah yang selalu ia ingin tirukan saat membaca di novel. Ia tersenyum dalam hati melihat cowok di depannya membeku.

"Maksud loe mau ciuman sama gue mau gue peluk atau mau yang lebih?", jawab sang empunya mata elang di depan Dira saat ini.

Dira menerawang sejenak apa ada yang salah dengan kata-katanya tadi? Setelah berpikir dua kali ia akhirnya menyadari bahwa kalikat yang ia lontarkan mempunyai dua makna yang berbeda.

"Dasar otak udang punya sapu nggak di rumah sekali-sekali otaknya disalu gih biar gak omes!", ucap Dira kesal dan pergi dari situ.

"Loe nggak mau gue bantuin?", ucap cowok itu dengan lantang membuat beberapa orang berhenti sejenak dari kegiatannya.

Dira yang menyadari bahwa makhluk di sekelilingnya sedang menatap maksud dari lelaki menarik itu pada Dira. Bahkan ada yang menatap Dira dengan pandangan 'pakai pelet apaan lu'

Dira berhenti sejenak lalu ia menghampiri cowok yang kini tengah tersenyum dengan penuh kemenangan.

"Loe bisa bantu apa? Gue lagi nggak butuh bantuan!", ucap Dira pelan tak mau menarik perhatian dari orang di sekitarnya untuk yang kedua kalinya.

"Loe yakin bisa ngehadapin stalker loe?", ucapnya bahkan lebih pelan dari perkataan Dira.

Deg!

Dira benar benar kaget apa benar cowok di depannya ini bisa membaca pikiran? Dira memandang mata elang berwarna coklat itu dengan pandangan heran seraya berpikir 'seriusan loe bisa baca pikiran gue?' batin Dira.

"Iya gue bisa!", ucap cowok itu tegas karena kesal dengan pandangan heran dari Dira.

"What??? Loe beneran bisa mphtt", ucapan Dira berhenti karena tiba tiba mulutnya dibekap dengan tangan berbau tembakau.

"Jangan kenceng kenceng cuma loe yang tau disini!", bisik lelaki itu.

Dira hanya mengangguk. Mulutnya sudah bebas dari bekapan cowok tadi.

"Gila tangan loe bau tembakau tuh! Loe bener bener perokok aktif ya?", tanya Dira sambil menatapnya lekat lekat.

"Iya!", jawab cowok itu sedikit membentak. Cowok tadi sudah benar benar kesal dengan cicitan Dira.

"Biasa aja kali gak usah pakai bentak bisa gak?", ucap Dira kesal.

"Sorry. Loe pikirin baik baik apa tawaran gue!", gumam cowok itu dengan pelan seraya pergi dari situ dengan gaya yang pasti membuat para gadis menggigit bibir bawahnya.

Lelaki itu terlalu tampan. Terlalu sempurna. Tapi kenapa ia mau berusaha menolong Dira yang bahkan ia ragu bahwa cowok tadi tau namanya.

"Bloon banget gue belum tau nama dia!", gerutu Dira sedikit keras sambil menghentakkan kaki kirinya dengan gemas.

Lelaki tadi tersenyum karena ia masih mendengar gerutuan dari Dira dan tingkah konyolnya.

Pria ini juga tidak tau kenapa hatinya tergerak untuk menolong gadis berambut hitam lebat pendek sebahu itu. Bahkan ia sampai harus mengatakan kemampuan uniknya itu. Ia juga tidak gau nama gadis itu. Yang dia tau dia seperti berkewajiban menolongnya.

---TBC---

Hello guysss gue balik lagi huah emang susah kalau pengen nulis tapi terhalang dengan kegiatan Ujian Sekolah.. Cukup sekian cuap cuap gue.. Voment jika berkenan.. Yeyyyy! Semangat!! 😆😄

C U Soon
#SEMANGAT
#Madiun, 02 Maret 2016, 06:00 PM

I'm Your Patron Babe!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang