empat

368 39 0
                                    

Prilly terus berjalan menyusuri tanah gembur yang dihiasi banyak gundukan-gundukan tanah. Prilly berhenti tepat disalah satu gundukan tanah dengan batu nisan bernamakan 'SISI PRICILIA' ia duduk tepat disamping batu nisan itu. Ia mengulurkan tangan kanannya untuk mengusap nama yang tertera jelas dituliskan dengan tinta hitam permanen tepat dibagian depan batu nisan itu.

"Si, gue kangen sama lo." Ucap Prilly pelan. Suaranya terdengar bergetar menahan tangis.

"Kenapa lo tinggalin gue? Siapa yang bakal bantuin gue saat gue susah kalo bukan lo?" Prilly sudah mulai menangis.

"Gue bawa cokelat kesukaan kita loh. Mau ga? Kalo gamau, berarti buat gue ya?" Tanya Prilly sembari mengangkat cokelat yang ia genggam ditangan kirinya bermaksud untuk menunjukan pada Sisi jika ia punya sebatang cokelat yang dulu sering ia makan bersama Sisi.

"Si, ayo dong. Kita makan cokelat bareng lagi. Emang lo gamau cokelat ini, apa? Enak tau." Ujar Prilly, lagi. yang kini dengan air mata yang semakin menjadi-jadi keluar dari mata indahnya.

"Si, cokelatnya gue taro sini ya? Gue pamit pulang dulu. Udah sore. Nanti gue kesini lagi. Baik-baik disana ya? Gue sayang lo!" Prilly menundukkan wajahnya lalu mengecup singkat batu nisan itu. Sebelum ia beranjak, tak lupa ia meletakan cokelat yang tadi ia bawa tepat didepan batu nisan itu.

Saat sedang berjalan, Prilly tak sengaja menangkap sosok seseorang yang sangat ia kenali. Walaupun mereka sudah lama tidak bertemu, tapi Prilly masih ingat jelas bagaimana dia. Tapi, apa mungkin itu dia?

"Ga mungkin. Itu ga mungkin dia!" Gumam Prilly sembari menggeleng-gelengkan kepalanya pelan berusaha mengusir pikiran yang terus tertuju pada dia.

***

Seminggu setelah Ali diperbolehkan pulang dari rumah sakit ia langsung pergi ke TPU yang berada dikawasan Depok yang berada tak jauh dari kediamannya. Ia menyusuri tanah yang banyak dihiasi dengan gundukan-gundukan tanah yang entah masih basah atau yang sudah dikeramik. Ia berhenti tepat didepan salah satu gundukan tanah di TPU itu.

Ia menjatuhkan tubuhnya tepat disamping batu nisan yang kini ia peluk erat. Sesekali ia ciumi batu nisan itu.

"Pah, papah gimana kabarnya disana? Baik-baik aja kan? Pah, Ali kangen! Sekarang Ali udah besar, Pah. Pah, sekarang udah gaada lagi yang bisa manja-in Ali sebaik papah. Sekarang udah gaada lagi super hero yang selalu ngelindungi Ali dari kejahatan diluar sana sehebat papah. Sekarang gaada lagi yang bisa Ali ajak main bola bareng lagi. Sekarang gaada lagi yang bisa Ali ajak main perang-perangan. Pah, mamah sekarang terlalu sibuk sama bisnis-bisnisnya pah. Ali benci kehidupan Ali yang sekarang pah! Ayo pah, bangun! Ali mau sama papah. Ali sayang papah! Pah, Ali ternyata punya sakit yang sama, pah. Kayak papah. Kanker yang tumbuh dihati Ali udah stadium akhir, pah. Sekarang siapa yang bakal nguatin Ali kalau bukan papah? Ali sayang banget sama papah. Papah baik-baik disana ya? Ali pamit pulang dulu. Bye my hero. I love you, dad."

Air mata Ali meluncur dengan derasnya dari mata Ali. Ali membiarkan itu. Ali ingin ayahnya tau bahwa ia sangat sayang pada sosok super hero dihidupnya itu.

Ali menghapus asal air mata yang kini membanjiri wajahnya itu. Ia bangkit lalu beranjak pergi dari makam ayahnya setelah ia meletakan setangkai bunga mawar merah tepat didepan batu nisan yang bertuliskan 'FACHRUL ASYARIEF' itu.

Ya, itu adalah makam ayah kandung Aliandsyah Asyarief. Ia ditinggalkan oleh sang ayah saat berusia genap 4 tahun karena kanker hati yang diderita sang ayah. Saat tahu ayahnya sudah tiada? Ali sempat mengamuk selama beberapa hari pada saat itu. Karena memang Ali lebih dekat kepada sang ayah ketimbang bundanya. Belum genap 40 hari ayah Ali meninggal, ibunda Ali menikah lagi dengan orang lain yang notabene nya teman ayah Ali. Jujur, sebenarnya Ali sama sekali tidak setuju jika sang bunda menikah lagi. Tapi, jika memang itu yang bisa membuat mamah nya bahagia? Ia bisa apa? Belum lama mereka menikah, mereka sudah dikaruniai anak laki-laki. Andigo Al-kaitri. Saat Ali genap berusia 14 tahun, Digo 10 tahun? Mamah dan ayah kandung Digo membuka usaha bisnis di California, Amerika Serikat. yang membuat mereka melupakan kedua anaknya. Hal itulah yang membuat Ali semakin terpuruk. Terlebih, kanker yang terus menggerogoti hatinya. Ah, ia benci hidupnya saat ini!

Semua Karena CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang