Jungkook pov.
Dengan napas terengah-engah, ku pacu langkahku lebih cepat. Terlihat di kejauhan sana, di tengah lapangan sekolah, semua teman sekelasku sudah berbaris teratur. Dengan pakaian olahraga dan sepatu lari, mereka seksama mendengarkan penjelasan Chan sonsaengnim, sang guru olahraga yang setiap saat selalu mengalungkan sebuah pluit merah di lehernya itu.
Sudah ku duga, aku terlambat lagi hari ini. Setidaknya inilah risiko jika rumahmu terletak jauh dari sekolah. Bayangkan saja, dengan jarak yang harus ku tempuh sejauh 15 Km dari rumah menuju sekolah, aku hanya punya waktu 20 menit sebelum bel masuk sekolah berbunyi nyaring.
Tanpa kendaraan pribadi, setiap hari ku usahakan agar tidak terlambat menaiki bus sekolah yang biasa menunggu di gerbang komplek rumahku. Di saat teman-teman yang berkediaman di sekitar sekolahku masih bisa duduk menikmati sarapan mereka di meja makan, aku sudah harus buru-buru mengejar bus demi datang tepat waktu.
"Jeon Jungkook, kau terlambat lagi?" Chan sonsaengnim menatapku malas tepat saat aku menghentikan langkah dan bergabung di barisan paling belakang. Berdiri di belakang Youngjae, namja berpostur tinggi yang menjabat sebagai ketua kelasku.
Diam sejenak, masih berusaha mengatur napas yang sedikit memburu karena puas berlari, semua mata menatap ku lekat-lekat.
"Nhe, jeosonghamnida, sonsaengnim" ujarku datar.
"Yaah, kalau begitu jangan salahkan aku jika nilai kedisiplinanmu menjadi B-.." tuturnya lagi seraya menulis sesuatu di papan nilai yang ia bawa. Biar ku tebak, lelaki paruh baya itu pasti menandakan namaku dengan tinta merah. Itu buruk. Biarlah, lagi pula bukan nilai olahraga yang akan menunjang kehidupanku kelak.
"....tak usah dipikirkan, Kook-ah." Bisik seseorang yang berdiri di sebelah kananku. Aku menoleh, mendapati pemuda tinggi yang terlihat santai melempar senyum kecilnya.
Kim Taehyung.
Biar ku jelaskan, Taehyung hyung memang lebih tua satu tahun dariku, tapi kami teman sekelas. Sahabat dekat malah.
Aku murid termuda di kelas, dan itu mengharuskanku memanggil sebagian besar temanku dengan embel-embel 'hyung' atau 'noona'. Asal kau tahu saja, itu membuatku seolah jadi seperti anak kecil.
.
.
.
Tegukan terakhir minuman kaleng sudah meluncur masuk lewat tenggorokanku. Menyebar rasa segar yang dalam sekejap membuat hausku hilang. Permainan futsal selama jam olahraga tadi cukup menguras tenaga memang. Beruntung sekarang sudah waktunya istirahat makan siang.
"Jungkookie, tadi larimu cepat sekali. Mesin turbo apa yang kau selipkan di bawah sepatumu itu??" Ujar Jimin. Sahabat dekatku juga. Jangan tanya kenapa, tapi aku merasa malas sekali jika harus memanggilnya Jimin hyung. Itu terdengar, yaa.. kurang pas saja dengannya. Ironisnya, Jimin selalu kesal jika aku tidak memanggilnya Hyung. Menyebalkan.
"Mana mungkin ada mesin di bawah sepatunya. Sudahlah, terima saja kau memang tidak ditakdirkan bisa berlari secepat kekasihku ini..." Ujar Tae-hyung tiba-tiba seraya membelai kepalaku beberapa kali.
Cukup untuk membuatku tersentak. Kaget setengah mati. Pasti aku salah dengar, Tae-hyung yang sedari tadi hanya sibuk mencomoti snack di depannya sambil menyimak percakapanku dan Jimin, mana mungkin mengatakan hal seperti tadi.
"Nhe? Kau bilang apa, Tae?" Tanya Jimin hyung seolah tahu apa yang aku pikirkan.
"Kekasihku. Iya kan, Kookie?" Ujar Tae-hyung dengan cengiran khasnya. Tangan kanannya merangkul bahuku erat, mata cokelat itu menatapku dalam. Astaga, apa yang terjadi pada hyung-ku ini. Ia tak pernah bersikap aneh separah ini.
"Haish, hyung.. kenapa kau jadi aneh begini sih? Jangan membuatku takut." Ujarku cepat sambil memalingkan wajah. Menghindar dari tatapannya yang cukup mengintimidasi itu.
"Hahaha, kau pasti frustasi karena baru saja putus dari Irene, kan? Pantas jadi aneh begini.." ku lihat Jimin hyung tertawa lepas. Ah, benar juga yang ia katakan barusan. Tae-hyung wajar bersikap aneh seperti tadi, jelas-jelas ia dan kekasihnya baru saja putus dua hari yang lalu.
"Hahaha, hyung, kau payah. Kalau memang sudah berakhir ya biarkan saja, tidak usah jadi aneh seperti itu." Ujarku menimpali. Sedikit mencibir.
"Cih, kalian berdua menyebalkan. Harusnya beri aku semangat, bukannya menjatuhkanku begini.." tukas Tae-hyung kesal sambil memajukan bibirnya. Sukses membuat aku dan Jimin hyung semakin tertawa puas. Aku hanya berharap semoga kami tidak jadi pusat perhatian seisi kantin hanya karena menertawakan pemuda Kim itu.
"..Dan kau, Jeon Jungkook. Lihat saja suatu hari nanti kau pasti akan mengakui aku sebagai kekasihmu." Lanjut Tae-hyung sambil tersenyum evil ke arahku.
"Apa-apaan sih, kita berdua laki-laki, hyung. Aku tak akan segila itu.." ujarku santai. Sama sekali tidak menganggap serius semua perkataan namja berambut cokelat di sampingku ini. Lagi pula, kami memang hanya sahabat dekat sejak dulu.
Makan bersama, bersepeda, latihan futsal, main ke pantai, menjahili hoobae, bahkan membolos dan pergi ke game center, semuanya kami lakukan bersama. Selalu bertiga. Tak ada yang membuatku merasa harus menganggap serius pernyataan aneh Tae-hyung beberapa menit lalu itu. Aku tahu dia hanya sedang tertekan ditinggal oleh kekasihnya.
Tapi.. ada yang aneh juga rasanya digoda Tae-hyung seperti tadi.
Ah sudahlah, mungkin karena aku jarang sekali digoda oleh seseorang.
.
.
.
.
To Be Continued
______________________________Welcome!!!
Ini FF pertamakuuu!
Semoga suka yaahh.. mohon dukungannyaaa, masih belajar nuliss ni heheeVoMent yaah..💜(つ≧▽≦)つ
KAMU SEDANG MEMBACA
Why So Serious? [VKOOK]✔
Fanfiction[ UNDER REVISION ] Pernah terjebak FRIENDZONE? Percaya atau tidak, rasanya sangat tidak menyenangkan. Malangnya.. Jeon Jungkook justru harus menerima pahit manisnya FRIENDZONE penuh drama dari sahabat baiknya sendiri. "Aku tau Taehyung itu mempeso...