[9] Hurt

17.1K 1.5K 70
                                    

Jungkook langkahkan tungkainya pelan. Menyusuri lorong sekolah yang masih terlihat sepi. Untuk kesekian kalinya ia berhasil datang ke sekolah tanpa perlu berdampingan dengan kata 'terlambat'.

Hari demi hari ia terbangun semakin pagi. Entah apa yang membuatnya selalu terjaga sepanjang malam. Memaksa sepasang matanya untuk terbuka, bahkan saat mentari masih bersembunyi jauh di balik ufuk timur. Jungkook tak setenang dulu. Dalam tidurnya pun selalu dikunjungi rasa gelisah. Entah dari mana datangnya. Tak jarang justru mimpi buruklah yang bertamu.

Semua mimpi yang selalu kedatangan tokoh sama. Sosok pria dengan senyum lembut dan iris colekat yang memandang hangat tapi juga menusuknya di saat yang sama. Taehyung.

Dalam kurun waktu satu minggu terakhir, hampir setiap 2 per 3 waktu tidurnya terbuang percuma karena mimpi-mimpi itu. Jungkook sama sekali tak dapat beristirahat. Selepas matanya terbuka, saat jarum jam masih menunjukkan pukul dua pagi, Jungkook hanya bisa menangis. Terisak pelan tanpa suara. Tak ingin mengganggu penghuni rumah yang lainnya.

Jungkook menghentikan langkahnya, sedikit mengernyit bingung melihat ruang kelasnya yang masih tak berpenghuni. Tangan kanannya terangkat sejajar dada. Bermaksud melihat jam tangan hitam di pergelangannya. Berpikir sejenak saat mengetahui jam berapakah sekarang.

'Bel masuk masih sangat lama ternyata.. Berdiam di sini tidak terlalu buruk. Lagi pula, aku memang sedang butuh tempat menyendiri..'

Jungkook menghela napas pelan. Manik kelamnya membidik nanar bangku kosong di sisi kanan bangkunya sendiri. Tempat di mana sosok yang disukainya biasa duduk, menghabiskan suntuknya jam-jam pelajaran. Jungkook semakin larut dalam perasaannya. Saat-saat membahagiakan yang mereka lalui, melintas tanpa izin dalan benaknya. Seperti film dokumenter yang tak pernah sekalipun ia ingin menontonnya.

Matanya terpejam kuat. Ditariknya napas panjang sembari menarik bangku dan duduk di atasnya dengan sedikit hempasan pasrah. Tas ransel abu-abu masih tersampir di kedua bahunya. Ia tidak peduli. Dibiarkan saja terus seperti itu, sementara kepalanya ditidurkan di atas tangan yang terlipat di atas meja.

Wajah hampanya menghadap ke luar jendela kelas. Terlihat di balik kaca transparan itu, langit sedikit gelap. Cerahnya mentari terkalahkan oleh gumpalan awan kelabu. Mendung menjadi kata yang tepat.

Senyum pahit terukir samar di bingkai wajah. Berpikir bahwa alam masih berempati padanya. Seolah dengan melukiskan cuaca mendung, langit turut merasakan kesedihannya.

Derap langkah seseorang mengusik kesendirian Jungkook. Lantas diangkatnya kepala dari tumpuan lipatan tangannya. Berusaha duduk tegap dengan sisa tenaganya. Hatinya berdebar cemas. Kedua matanya menyorot waspada pada daun pintu yang terbuka lebar itu. Kelewat takut kalau-kalau yang datang adalah Taehyung.

Helaan napas lega menghembus keluar dari rongga mulut Jungkook. Namun dalam detik berikutnya kembali tercekat kaget. Di sana, di ambang pintu itu. Seorang pemuda berdiri kaku. Sepasang mata itu beradu tatap dengan iris gelap Jungkook dalam satu garis serong.

Memang bukanlah Taehyung yang berada di sana. Tapi sosok lain.. yang juga merupakan 'seseorang' bagi Jungkook sekarang.

Jimin.

Lelaki seumur Taehyung itu sedikit berdeham canggung. Mengalihkan pandangannya dengan menunduk sekejap. Kaki lantas melangkah cepat menuju bangkunya yang berada tepat di depan meja guru. Jungkook hanya diam, matanya setia mengikuti ke mana arah sahabatnya itu pergi.

Kejadian dua hari yang lalu, saat sebuah ciuman kasar tercipta di antara keduanya, tanpa sengaja justru membuat pertemanan mereka sedikit renggang. Terasa aneh dan canggung setiap kali berinteraksi. Bahkan untuk saling bertatapan saja sudah tidak nyaman. Seakan ada sesuatu yang saling bertolakan.

Why So Serious? [VKOOK]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang