Kami bersembilan masuk ke toko senjata tersebut, dan ternyata diatas pintu toko tersebut dipasangi sebuah lonceng kecil yang akan berbunyi saat pintunya dibuka. Tak lama setelah pintunya dibuka, muncul seseorang dari balik rak senjata dan mengarahkan senjata berjenis Pump-Action Shotgun-nya ke arah kami. Tentu saja kami kaget, dan langsung mematung sembari mengangkat kedua tangan kami.
"Beruntung aku tidak menembak kalian, aku kira kalian salah satu dari kanibal itu." pria yang mtadi menodongkan senjatanya kearah kami perlahan menurunkan senjatanya. sepertinya pria itu adalah penjaga toko ini, atau mungkin survivor yang bersembunyi disini.
"Aku Ian, Ian Moore, aku pemilik toko ini." pria berumur sekitar 3o tahunan itu mengulurkan tangannya, mungkin ia ingin mengajak untuk bersalaman.
"Aku Darren, dan ini teman-temanku Alex, Zack, Dean, Stephanie, Jessie, Agnes, Eddith dan Ellie." aku menggapai tangan Ian dan bersalaman. Sepertinya Ian ini orang yang ramah.
"Uh, tuan Ian, kau tidak keberatan kan jika kami meminta beberapa senjatamu?" Ian lebih tua dariku maupun teman-temanku, jadi tidak ada salahnya menyebut tuan pada seseorang yang lebih tua, kan?
"Panggil aku Ian. Dan ya, kalian boleh mengambil senjataku, asalkan aku ikut bersama kalian." pria itu tersenyum, ternyata pria itu cukup pintar memanfaatkan keadaan. Sementara teman-temanku yang lain terlihat kebingungan, sepertinya mereka tidak yakin jika harus membawa Ian bersama mereka.
Aku terdiam sejenak, memikirkan apa aku harus membawa Ian bersama kami. Entahlah, aku tidak terlalu yakin. Aku rasa aku membawa orang terlalu banyak, dan aku juga sudah kehilangan satu temanku. Tapi setelah dipikir-pikir, tidak ada salahnya membawa Ian bersama kami. Ian itu penjaga toko senjata, kan? Dan aku berani bertaruh, tidak ada seorangpun penjaga toko senjata didunia ini yang tidak bisa memakai senjata yang mereka punya.
"Baiklah, kami akan membawamu. Asalkan kami boleh membawa semua senjata yang kami kami butuhkan, semuanya. Termasuk Amunisi." ucapku. mendengar keputusanku, teman-temanku terlihat kaget, sepertinya mereka tidak mau Ian masuk ke kelompok kami.
"Darren, apa kau gila?!" ucap Dean, berbisik di telingaku.
"Tenang Dean, aku tahu apa yang aku lakukan." jawabku dengan nada santai.
"Do we have a deal?" tanyaku pada Ian
"Yes, we have a deal." Ian dan aku sama-sama tersenyum puas. Sementara teman-temanku masih memasang wajah kaget mereka.
"Silakan ambil sesukamu. Oh, aku punya tas dibelakang sana, dan semua amunisi ada disana." ucap Ian, memberi lampu hijau pada kami untuk mengambil senjata-senjatanya.
Mendengar perkataan Ian tadi, teman-temanku langsung menyebar, mengambil semua senjata yang bisa mereka bawa. Alex dan Agnes menuju ke rak senjata berjenis Rifle, Stephanie dan Jessie ke bagian Explosive, Zack dan Eddith ke bagian Shotgun, Dean dan Ellie, tentunya, ke bagian Handgun, sementara aku dan Ian ke belakang mengambil untuk mengambil semua amunisi. Disana ada banyak sekali Amunisi, dan ada tiga tas yang besar. Aku mengambil amunisi sebanyak-banyaknya, untuk hampir semua jenis senjata dan memasukannya kedalam salah satu tas tersebut. Sementara aku mengantongi amunisi untuk pistol warisanku, untuk amunisi pribadi. Setelah dirasa cukup, aku pergi dari sana, mengambil dua tas yang tersisa.
"Semua senjata yang tidak akan kalian pakai sekarang, masukan kedalam tas ini. Setiap orang harus punya setidaknya satu senjata, sementara senjata yang ada didalam tas untuk cadangan. Kita akan pergi dari sini besok pagi. Istirahatlah yang cukup, kurasa besok akan cukup banyak memakan tenaga." ucapku. Teman-temanku mengangguk, mereka setuju dengan perintahku. Setelah mengumpulkan senjata yang cukup, teman-temanku mengambil posisi untuk segera tidur, sementara aku dan Ian, memutuskan untuk tetap tejaga. Siapa tahu ada hal yang tidak terduga terjadi saat kami semua tidur.
Apakah yang akan terjadi besok pagi? Kemanakah Darren dan teman-temannya akan pergi? Tunggu chapter selanjutnya!
Next Chapter: Chapter 4 - City Escape
KAMU SEDANG MEMBACA
The True Zombie Apocalypse
Science FictionManusia adalah makhluk tuhan yang paling sempurna. Tapi pantaskah seorang manusia disebut sempurna sementara keserakahan menguasai dirinya? Dan pernahkah kalian membayangkan hancurnya dunia karena keserakahan seorang manusia? Ya, itu terjadi sekaran...