Aku dan Ian tetap terjaga sepanjang malam. Aku mondar-mandir dari satu jendela ke jendela lain yang sudah diblokade, memastikan jika tidak ada zombie yang mendekat, atau mencoba masuk. Sementara itu Ian duduk didekat teman-temanku yang sedang tertidur, sambil memegang Pump-Action Shotgun-nya yang digunakan untuk menodong kami sebelumnya.
Detik demi detik berlalu, malam semakin larut. Waktu menunjukan pukul 3 pagi, entah kenapa aku merasa waktu berjalan lebih lambat. Mungkin karena aku hanya diam, dan mengawasi para kanibal itu dari balik jendela. Aku sedang memikirkan kemana nanti kami akan pergi setelah keluar dari kota mati ini. Namun tiba-tiba, aku dikejutkan dengan suara alarm mobil yang terparkir tepat disebelah toko. Suaranya terdengar keras, apalagi di kota mati yang hanya terdengar suara erangan dari makhluk pemakan daging manusia itu.
"Oh shit! Darren, kau harus melihat ini." tegur Ian yang sedang memperhatikan keadaan diluar dari balik jendela. Aku segera menghampiri Ian, untuk melihat apa yang ingin ditunjukan Ian. Aku sungguh terkejut saat melihat hal yang ingin Ian tunjukan. Aku bisa melihat dengan jelas ribuan mayat hidup itu berjalan kemari.
"Shit! Kita harus pergi dari sini, sekarang!" ucapku dengan lantang. Aku segera membangunkan semua teman-temanku, sementara Ian bersiap untuk pergi.
"Ada apa?" tanya Ellie dengan keadaan masih setengah tertidur.
"Perubahan rencana! Kita harus pergi dari sini sekarang!" ucapku dengan lantang. Teman-temanku yang masih keadaan setengah tertidur segera mengambil senjata mereka masing-masing. Aku mengambil tas berisi amunisi, dan mempersiapkan senjataku.
"Zack, kau dan Ian bawa dua tas yang tersisa. Kita akan pergi ke pom bensin, kudengan disana ada RV yang seharusnya cukup untuk membawa kita keluar dari sini." perintahku. Zack dan Ian mengangguk, mereka lalu menenteng dua tas yang tersisa. Aku kembali melihat keadaan diluar, para kanibal itu semakin dekat.
"Ikuti aku dan tetap bersama. Kita harus melindungi satu sama lain. Tidak ada lagi dari kita yang akan mati. Ayo cepat!" aku sedikit menyinggung soal temanku Jimmy yang mati dimakan oleh kanibal saat diapartemen.
Aku menendang pintu agar terbuka, lalu aku berlari keluar diikuti teman-temanku. Aku menembaki kanibal itu dengan semi-automatic rifle yang aku bawa dengan membabi buta. Jarak dari toko senjata ke pom bensin memang agak jauh, tapi aku tidak punya pilihan lain.
"Reload!" teriak Zack yang membawa senjata jenis Sub-machine gun. Jujur, aku sedikit merasa senang saat menembaki kanibal itu. Ini tidak jauh berbeda seperti saat aku bermain video game.
"Stephanie, ayo!" Jessie berteriak cukup kencang. Aku mendengar teriakan Jessie lalu berbalik. Aku melihat Stephanie yang mematung dan Jessie yang berdiri tak jauh darinya. Apa yang sedang mereka lakukan?
Sepertinya Stephanie sedang melihat sesuatu, aku penasaran dan mengikuti arah kemana Stephanie memandang. Aku melihat seseorang yang aku kenal, Jimmy. Tapi bukan Jimmy yang dulu, kini ia sudah berubah menjadi salah satu dari kanibal.
"Stephanie! Jessie!" aku berteriak sekeras mungkin, kanibal itu sudah sangat dekat dengan mereka berdua. Aku tidak punya pilihan lain, aku berlari menunu mereka berdua dan menarik mereka menghindari kanibal yang hampir memakan mereka.
"Apa yang kalian lakukan?! Ayo cepat!" aku sedikit geram pada kelakuan yang bisa membuat mereka berdua terbunuh. Aku dan teman-temanku kembali berlari menuju pom bensin, seharusnya dari sini sudah cukup dekat.
Aku fokus berlari, dan tanpa sepengetahuanku Dean menarik pin granat dan melemparkannya kebelakang.
"Grenade!" 'Boom!' ledakan yang yang cukup besar terjadi sesaat setelah Dean berteriak."Apa kau gila!? Kau bisa membuat kita semua terbunuh!" aku membentak Dean, dan sepertinya Ellie tidak akan terlalu suka. Ternyata Dean lebih memilih untuk bungkam. Tumben, biasanya dia selalu ingin menang.
Aku sudah bisa melihat pom bensin dengan mataku, yang berarti kami sudah benar-benar dekat.
"Itu dia! Cepat!" aku menunjuk kearah pom yang kumaksud dan mempercepat lariku. Dan aku juga sudah bisa melihat RV yang terparkir disana.
"Kesana!" aku berlari menuju RV, dan menyuruh teman-temanku untuk masuk duluan.
"Cepat! Nyalakan mesinnya!" Ian yang mendengar perintahku dan mencoba untuk menyalakan mesinnya, sementara aku masih diluar, menembaki zombie-zombie yang mulai mendekat.
"Tidak bisa, mesinnya tidak mau menyala!" Ian memberi kabar buruk untukku, dan aku disini sudah mulai kehabisan amunisi.
"Coba lagi!" aku mencoba menghadang mereka semampuku. Namun tiba-tiba senjata yang kupakai kehabisan peluru, dan aku tidak membawa lagi amunisi selain di tas yang sedang aku gendong. "Sial!" aku tetap memegang senjataku, karena masih bisa kugunakan. Zombienya mulai mendekat, aku tidak yakin bisa keluar dari sini dengan selamat.
Zombienya sudah semakin dekat, aku dan teman-temanku sudah pasrah. Namun harapan kembali muncul, mesin mobilnya kembali menyala. Aku segera masuk kedalam RV dan menutup pintunya rapat-rapat.
"Ayo!" aku memerintahkan Ian untuk segera menjalankan mobilnya. Ian pun segera tancap gas dan menabrak zombie yang menghalangi jalan. Aku bisa menarik nafas lega, lalu aku melihat Stephanie yang sedang menangis. Akupun menghampirinya, mungkin aku bisa bantu.
"Hey, kenapa kau menangis?" tanyaku.
"Aku melihat Jimmy, dia... berubah." ucap Stephanie sambil tersedu-sedu.
"Aku tahu, aku juga melihatnya." ucapku mencoba menenangkan Stephanie.
"Tidak! Kau tidak mengerti! Aku mencintainya! Dan melihat orang yang kucintai berubah menjadi zombie, rasanya sakit!" Stephanie menangis semakin menjadi-jadi. Aku tahu satu hal yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Gadis tomboy seperti Stephanie, ternyata mencintai penindas seperti Jimmy.
"Jadi, kemana kita akan pergi Darren?" tanya Ian yang sedang duduk dibalik kemudi.
"Kita akan ke Macon, disana ada pangkalan militer."
Bisakan Darren dan kelompoknya pergi ke Macon dengan selamat?
Tunggu Chapter selanjutnya!
Next Chapter: Chapter 5 - Macon City
KAMU SEDANG MEMBACA
The True Zombie Apocalypse
Fiksi IlmiahManusia adalah makhluk tuhan yang paling sempurna. Tapi pantaskah seorang manusia disebut sempurna sementara keserakahan menguasai dirinya? Dan pernahkah kalian membayangkan hancurnya dunia karena keserakahan seorang manusia? Ya, itu terjadi sekaran...