Chapter 17

10.6K 755 33
                                    

Penyesalan terkadang datang belakangan, tak ada gunanya menyesal jika takdir sudah di goreskan. Maka apalah daya manusia yang hanya bisa merutuki kesalahan yang lalu dan berandai-andai dapat memutar waktu lagi.

Itulah Ali, sewaktu pertama kali mengetahui penyakit Prilly. Hati Ali terasa di hujan beribu-ribu anak panah, dia merasa tidak pantas menjadi seorang lelaki saat itu juga, apa gunanya ilmu yang tinggi jika istrinya sendiri ia tidak bisa menjaganya dengan baik.

Ali hanya bisa berandai-andai jika saja dia dapat memutar waktu, maka ia akan memutar waktu kembali ke masa-masa ia memperjuangkan Prilly mati-matian. Tapi sekarang? Istrinya terbaring lemah tak berdaya dengan memperjuangkan hidup dan matinya demi sang buah hati bisa melihat dunia.

Ali merutuki kebodohannya yang tidak peka akan semua penderitaan istrinya, bagaimana bisa ia memiliki ilmu yang tinggi dan jabatan sebagai dokter spesialis ginjal, jika istrinya saja hanya punya satu ginjal.

"Aku memang suami yang tidak sempurna memiliki mu Prilly, aku terlalu bodoh hingga membuatmu harus berjuang mati-matian sampai saat ini, bahkan jika aku bisa. Aku mau nyawaku di tukar dengan nyawamu, agar kita bisa hidup bahagia bersama lagi seperti dulu sayang, maafkan aku suamimu yang bodoh ini, tidak. Bahkan aku tidak pantas kamu panggil suami aku hina sayang. Aku ini bodoh ... bodoh." Ali menatap nanar kedalam ruang ICU dengan pembatas kaca.

"Sudah Li, mungkin ini lah jalan takdir Prilly." Digo menepuk bahu Adiknya pelan.

Setelah Prilly di larikan ke rumah sakit, Ali langsung menelpon Digo. Itulah mengapa kini Digo berada di sini, dia datang sebagai penyemangat sang adik. Mungkin kasus Prilly tidaklah jauh beda dengan Sisi, sebagai seorang lelaki yang pernah berada dalam posisi Ali, tentu Digo bisa merasakan penderitaan batin yang Ali rasakan. Merutuki kebodohan, dan meminta waktu dapat terulang kembali. Hal yang sama juga di lakukan Digo dulu saat detik-detik menegangkan dalam hidupnya. Sisi memperjuangkan hidup dan matinya dengan kondisi ginjal satu ditambah dengan jantungnya yang lemah.

Digo sudah pasrah saat itu, ia yakin istrinya Akan lebih bahagi jika tidak lagi merasakan kesakitan. Biarlah hatinya sakit menerima kenyataan ia harus seorang diri membesarkan buah cintanya dengan Sisi.

"Gue tidak bisa tenang bang, bagaimana bisa gue tenang melihat Prilly yang semakin lemah, lo tahukan bang ini hamil yang memiliki satu ginjal akan sangat berpengaruh pada nyawanya, gue takut itu bang! Gue takut Prilly akan pergi ninggalin gue bang." Digo mengacak rambutnya tak peduli wajahnya lengket karna air mata, pikirannya kacau se kacau hatinya.

Digo menepuk dada Ali pelan, matanya menatap manik mata Ali yang berlinang Air mata.

"Sejak kapan adik gue jadi cengeng dan penakut gini, buktikan kalau lo adalah suami yang terbaik buatnya. Meskipun ini harus menjadi perjuangan lo yang terakhir kalinya, lo harus bisa memperjuangkan anak lo. Dia harta berharga lo dan Prilly, mati-matian Prilly bertahan demi melahirkan anaknya, dan lo sebagai bapaknya. Lo juga harus buktikan kalau lo adalah lelaki tegar yang siap menerima kenyataan yang akan lo hadapi nanti. Pergi ke dalam sana, dan buktikan pada Prilly kalau lo bisa tetap tegar dan memberinya semangat."

Ali menghela nafas kasar, beruntung Dia memiliki seorang kakak yang dapat memberikannya motivasi dan kekuatan.

"Jangan lupain Lea Dad, nih Lea bawain baju dokter kebanggan Daddy, nanti keluar lah dengan senyum tampan mu daddy, Lea bosan melihat Daddyku sudah semakin jelek sekarang." Aleya tiba-tiba datang dengan membawa jas dokter dan baju ganti milik Ali.

"Makasih bang, gue bakal pegang kata-kata lo ini. Dan Aleya sayang doakan mommymu dan babbynya agar selamat ya."

"Lea pasti doakan Mommy, Dad. Daddy harus kuat, temani Mommy dan berikan kabar baik Lea." Lea berhambur kedalam pelukan Ali, dia ingin bisa menyalurkan energinya yang paling dalam.

Istri DaddykuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang