5. Izin

1.9K 250 42
                                    

Chapter 5 - Izin

Biel keluar dari kamar dan menuju ruang makan. Saat baru menjejakkan kakinya di ruang makan, Biel langsung disambut oleh pemandangan yang tak biasa. Ia menghentikan langkah seketika dan menatap laki-laki yang sedang duduk di ruang makan bingung.

Melihat anaknya yang hanya diam, Bri berdeham. 

Biel menoleh ke arah Bri dan melemparkan pandangan bertanya-tanya. Bri membalas tatapan anaknya dengan mengangkat bahunya.

"Ngapain kamu di situ?" Laki-laki yang duduk di hadapan Bri akhirnya membuka suara. "Duduk!"

Bukannya menuruti ucapan laki-laki itu, Biel malah bergeming di tempat. "Papa tumben--"

Laki-laki ini--ayah Biel--meletakkan sendok dan garpunya dengan kasar di piring hingga menimbulkan suara nyaring. "Duduk."

Bulu kuduk Biel langsung berdiri mendengar ucapan terakhir dari ayahnya itu. Ia segera duduk di samping Bri.

Biel mengambil dua potong roti dari meja makan dan diletakkan ke piringnya.

Baru saja Biel melahap sepotong rotinya, tiba-tiba terdengar suara bel sepeda dari luar rumah.

Biel bersiap-siap berdiri dengan membawa sepotong roti yang tersisa untuk ia makan di perjalanan ke sekolah.

"Mau ke mana?" tanya ayah Biel. "Abisin dulu makanannya."

"Sekolah. Iya, nanti aku abisin di jalan aja rotinya," jawab Biel.

Ayah Biel tetap fokus pada makanannya tanpa menoleh sedikit pun. "Abisin di sini."

"Tapi Vio--"

Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ayah Biel menoleh ke arah Biel dengan tatapan tajamnya. Biel mati kutu dibuat ayahnya dan memutuskan untuk menghabiskan rotinya dahulu sebelum berangkat sekolah.

Sifat ayah Biel yang keras kepala dan tidak mau terbantahkan ini memang sudah melekat dalam diri ayahnya sejak lama, bahkan jauh sebelum ayahnya berubah seperti sekarang. Salah satu buktinya adalah nama Gabriella yang diberikan ayah Biel kepadanya hanya karena ego ayahnya itu.

■□■□■□■□■□■

Biel keluar dari rumah cepat-cepat sebelum Vio mengamuk pada dirinya karena telah membuatnya lama menunggu.

"Vi, maaf, ya, lama. Tadi Papa gak bolehin keluar dulu sebelum sarapannya abis. Maaf banget, ya," ucap Biel.

Tidak seperti biasa, Vio hanya mengangguk kecil tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Biel mengerutkan kening. Tumben sekali sahabatnya itu tidak kesal kepadanya. Padahal biasanya jika Biel telat satu menit saja, Vio bisa mengamuk dan langsung merajuk pada Biel.

Biel memutuskan untuk naik ke sepeda Vio cepat-cepat karena takut terlambat. Biarlah Biel menginterogasi Vio saat sampai di sekolah nanti.

■□■□■□■□■□■

Setelah meletakkan tas di tempat duduknya, Biel segera menghampiri Vio yang sedang melamun.

"Vi, kamu kenapa?" tanya Biel.

Vio menggelengkan kepalanya.

Biel mengembuskan napas berat. "Vi, aku tau kamu boong. Cerita aja, kamu kenapa?"

"Aku gak apa-apa." Vio akhirnya bersuara.

"Kenapa kamu gak mau cerita ke aku? Ini tentang apa, Vi? Kamu gak percaya sama aku? Vi, ja--"

Belum sempat Biel menuntaskan kalimatnya, Bu Dwi--guru fisika--memasuki kelas.

Terpaksa Biel segera kembali ke tempat duduknya. Pikirannya terus melayang-layang memikirkan sahabatnya itu. Tidak biasanya Vio begitu tertutup pada Biel. Ah, sepertinya Biel tidak akan fokus dalam pelajaran kali ini.

My Girly BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang