15. Sedari Dulu

2.1K 255 205
                                    

Chapter 15 — Sedari Dulu

Kejadian di luar dugaan tempo hari ternyata masih membekas di benak Vio. Gadis itu tentu tidak akan melupakan begitu saja detik-detik di mana dirinya berada dalam jarak yang sangat dekat dengan Jaffar.

Untung saja Jaffar bisa mencairkan kembali suasana. Jika tidak, mungkin mereka akan tetap canggung hingga meninggalkan restoran itu.

Seiring berjalannya waktu, Vio mulai terbiasa menjalani harinya tanpa Biel. Tentu saja ini semua berkat keberadaan Jaffar di sisi Vio. Lelaki itu tetap setia menemani Vio walaupun tak jarang mendapat penolakan dari gadis itu.

"Vi, ke Mall Mega City, yuk," ajak Jaffar.

Vio mengerutkan kening. "Perasaan dari kemaren lo ngajak jalan mulu deh. Ke restoran lah, ke bioskop lah, ke taman lah, ke rumah lah. Dan sekarang ke mall? Bangkrut gue lama-lama, Jaf."

Mendengar ocehan panjang dari pacarnya, Jaffar hanya bisa menahan senyum. "Lagian siapa suruh sok-sokan gak mau gue traktir? Lagian daripada lo kesel lagi mikirin mantan sahabat lo itu, mendingan juga jalan sama gue. Itung-itung sekalian refreshing, 'kan?"

"Dari kemaren juga lo bilangnya gitu. Jangan-jangan lo mau curi kesempatan, ya, modus sama gue?" Vio mengacungkan jari telunjuk ke wajah Jaffar.

Jaffar merangkul gadis di sebelahnya. "Apa salahnya, sih, modus sama pacar sendiri?"

Tangan Vio refleks menyingkirkan rangkulan Jaffar dari pundaknya. Gadis dengan rambut sepunggungnya itu mempercepat langkah, meninggalkan Jaffar di belakang.

Vio berjalan ke stan berisi aneka jajanan pasar. Bazar yang dibuat dalam rangka merayakan kesepuluh tahun berdirinya sekolah ini ternyata mendapat antusiasme tinggi dari warga sekolah.

Murid-murid sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang kerepotan melayani pelanggan di stannya, memutari lapangan untuk mencari makanan yang disuka, ataupun sekadar berfoto di depan stan kelas mereka.

Mata Vio menelusuri berbagai makanan di stan kelas XI MIPA D. Serabi cokelat dengan taburan susu dan keju menjadi pilihan Vio.

Setelah membayar sejumlah uang pada seorang murid, Vio kembali berjalan mengitari stan yang ada. Bukannya tidak ada kerjaan, hanya saja Vio sedang berganti giliran dengan temannya untuk menjaga stan.

Vio menolehkan kepala ke belakang, mencari keberadaan seseorang. Sejak tadi meninggalkan Jaffar, laki-laki itu belum kunjung menghampiri Vio.

"Dor."

Langkah Vio terhenti saat ia merasakan tubuhnya menabrak sesuatu yang keras. Kontan Vio kembali menghadap depan lalu menemukan apa yang ditabraknya.

"Ih, apaan, sih, Jaf!" Vio mendorong bahu Jaffar.

"Nyariin gue, ya?" Alis Jaffar terangkat sebelah.

Ingin rasanya Vio berbohong untuk menjaga gengsinya. Namun, semburat kemerahan yang lebih dulu menghiasi pipi Vio sepertinya tidak bisa dibohongi. "Terserah deh."

"Akhirnya ngaku juga," ucap Jaffar bangga.

Sebelum Jaffar semakin besar kepala, Vio segera mengalihkan pembicaraan. "Eh, gue harus ganti giliran jaga stan lagi sekarang."

"Ya udah. Mau gue anter?" tanya Jaffar.

"Gak usah," jawab Vio.

"Oh iya, kita jadi ke mall, 'kan, nanti?" Jaffar kembali teringat dengan ajakannya yang belum sempat dijawab oleh Vio.

Terjadi keheningan sebentar, sebelum akhirnya Vio menjawab, "Gak dulu deh, Jaf. Kemaren-kemaren, kan, udah jalan terus."

Kekecewaan terpaksa harus ditelan Jaffar akibat penolakan Vio. Dengan berat hati, Jaffar berusaha menerima kenyataan. "Oh, ya udah deh. Besok-besok kita jalan lagi, ya."

My Girly BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang