INDAHNYA AKHLAK MUSLIM

24 1 2
                                    

INDAHNYA AKHLAK MUSLIM

Dikisahkan, bahawa suatu hari para sahabat sedang berkumpul di masjid. Lalu terciumlah bau kentut diantara mereka, sehingga membuat para sahabat tidak tahan dengan bau tersebut, salah seorang dari mereka berdiri dan berkata, “Barangsiapa yang kentut, silakan bangun”.

Hening, tak seorang pun berdiri. Ketika datang waktu ‘Isya mereka berkata, “Orang yang kentut pasti akan berwudhu setelah ini.
Orang itulah yang kentut”.

Setelah itu, para sahabat menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang keluar. Masih seperti tadi, tak seorang pun yang beranjak dari tempat duduknya, mungkin malu. Lalu Bilal bangun untuk mengumandangkan azan.

Tapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tunggu dulu, aku belum batal, tapi aku hendak berwudhu lagi. Lalu seluruh sahabat pun ikut berwudhu dan tidak diketahui siapa yang kentut waktu itu. Subhanallah.

Sungguh, dalam diri Rasulullah SAW terdapat tauladan yang baik bagi kita semua.

Dalam kisah yang lain, suatu hari setelah solat 'Asar di Masjid Quba, seorang sahabat mengundang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta jamaah untuk menikmati hidangan daging unta di rumahnya.
Ketika sedang makan, ada tercium aroma tidak sedap.

Rupanya diantara yang hadir ada yang buang angin. Para sahabat saling menoleh. Wajah Rasulullah SAW sedikit berubah tanda tidak senang.

Maka tatkala waktu solat Maghrib hampir masuk, sebelum bersurai, Rasulullah berkata: "Barangsiapa yang makan daging unta, hendaklah ia berwudhu!".

Mendengar perintah Rasulullah SAW tersebut maka seluruh jamaah mengambil air wudhu. Dan terhindarlah aib orang yang buang angin tadi.

Kisah tentang menjaga perasaan saudara seiman pun juga terjadi pada seorang ulama, iaitu Syaikh Abdurrahman Hatim bin Alwan.

Beliau merupakan salah satu ulama besar di Khurasan pada zamannya. Dikenal dengan HATIM AL-A’SAM, yang ertinya Hatim si pekak. Suatu ketika ada seorang wanita yang datang menemui beliau.

Namun, tanpa sengaja dia terkentut dengan suara yang cukup keras. Wanita itu salah tingkah, menahan malu. Lalu syaikh ini pura-pura pekak, dan meminta si wanita mengulangi pertanyaannya.

Dengan sikap sang syaikh, wanita itu pun merasa lega. Dia mengira syaikh benar-benar pekak. Lalu mereka berbicara dengan saling meninggikan suara.

Wanita itu hidup selama lima belas tahun setelah kejadian tersebut. Selama itu pula Syaikh Hatim berpura-pura pekak. Hingga wanita itu meninggal, ia tak pernah tahu kepura-puraan beliau.

Tiga kisah di atas menceritakan bagaimana seharusnya seorang Muslim untuk menjaga kehormatan saudaranya. Bukan malah mentertawakannya atau menyebarkan aibnya.

Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ.

Siapa yang menutupi aib seorang Muslim Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.
(Muttafaq alaih)

SILA SHARE DAN SEBARKAN

talbiah diriWhere stories live. Discover now