Sudah 2 hari Rain koma tidak sadarkan diri, dan Rain masih betah terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit. Hampir semua teman-teman Rain dan bahkan guru pun sudah menjenguk Rain kerumah sakit untuk menengok dan melihat keadaan Rain.
Bunda dan Ayah Rain sedang duduk dikursi ruangan dokter, dokter sedang mengecek kertas-kertas tentang kesehatan Rain. Dokter telah melihatnya secara detail, tetapi sepertinya tidak ada hasil yang memuaskan.
"Gimana dok, apa belum ada perkembangan dari Rain?" tanya bunda cemas, dengan wajah bunda yang tampak memohon.
Dokter itu membuka kaca matanya yang menempel di matanya, lalu dia menggelengkan kepalanya pelan.
"Belum bu, pak. Walaupun Rain sudah mendapatkan banyak darah, tapi dia masih belum bisa melawan penyakit di sekitar kepalanya" jelas dokter itu.
Terdengar nafas berat ayah yang keluar dari mulutnya, lalu ayah mengelus-elus pundak bunda mencoba menenangkan bunda.
"Makasih dok, atas informasinya" kata ayah lalu mengajak bunda untuk keluar dari ruangan dokter.
Dengan langkah berat mereka berdua, mencoba untuk tenang dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa didepan Raihan maupun Chika. Hanya ada Chika di ruang tunggu, dan Chika menyadari bunda-ayahnya Rain keluar dari ruangan dokter menuju ruang tunggu.
Chika menghampiri bunda dengan wajah yang bertanya-tanya,"Gimana bunda, apa ada perkembangan dari Rain?" tanya Chika hati-hati.
Bunda menggelengkan kepalanya lemas, lalu ayah membawa bunda entah kemana.
"Chika, ayah titip Rain disini ya. Ayah mau ngajak bunda pulang dulu, karena dari kemarin bunda belum makan apapun" kata ayah berpesan kepada Chika.
"Iya yah, tenang aja. Aku akan jagain Rain, dan paling nanti Raihan bakalan dateng kesini yah untuk melihat keadaan Rain"
"Makasih Chika, ayah tinggal dulu ya"
Chika tidak membalas perkataan ayah Rain, dia hanya memberikan senyuman kepada ayah Rain. Dan benar saja tidak lama ayah-bunda Rain pergi, Raihan datang membawakan sebuket bunga mawar pink untuk Rain.
Karena yang boleh masuk ke kamar inap Rain hanya satu orang, jadi Raihan masuk sendirian untuk melihat Rain yang sedang terbaring lemah dengan kalut. Raihan menaruh bunga mawar itu didekat kasur, tepatnya di atas meja yang sudah disediakan dari rumah sakit tersebut.
Raihan menatap Rain dengan tatapan menyesal,dia mendekatkan dirinya kearah Rain. Raihan memberanikan diri untuk mengelus-elus rambut Rain pelan, dan tanpa dia sadari air matanya terjatuh, dan menetes ke tangan Rain yang memakai infusan.
Lalu Raihan mengelap secara gusar air matanya, dan tangan Raihan beralih menjadi memegangi tangan Rain. Raihan menciumi tangan Rain dengan rakus, dia terus-terusan meminta maaf dengan tulus karena tidak terlalu peka padanya.
"Maaf Rain, gue memang laki-laki gak tahu diri! Kalo lo mau pukul gue, pukul Rain, pukul! Tapi lo harus sadar diri dulu, baru lo bisa pukul gue. Gue rela, gue ikhlas kalo lo pukul gue, biar gue sadar Rain... biar gue juga bisa ngebales perasaan cinta lo ke gue!" tegas Raihan dalam tangisan.
Penyesalan itu kini sungguh terasa tiada duanya, bagi Raihan. Dan selama ini benar kata Bagas kepada Rain, kalau Raihan tidak merasakan apapun kepada Rain. Maupun itu cinta dan sayang, kalau benar adanya itu, pasti tidak lebih dari seorang teman.
Karena sudah puas melihat keadaan Rain yang hanya bisa terbaring lemah, Raihan memutuskan untuk keluar dari kamar inap Rain dan mendapatkan Bagas diluar koridor rumah sakit.
Raihan menatap Bagas penuh dengan kemarahan, jemari Raihan kini terkepal dengan sempurna. Sekarang ia tengah berjalan menghampiri Bagas. Tanpa ba bi bu lagi Raihan langsung memukul Bagas tepat dirahangnya, tanpa Bagas tahu apa kesalahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
October Rain [COMPLETED]
Teen FictionJika bulan October ini adalah bulan terakhir untuk Rain, Rain hanya meminta Raihan selalu ada untuknya. Karena bagi Rain, hanya senyuman Raihan yang dapat membuatnya tenang. Dan, jika... Disaat hari ini juga nafas Rain sudah tidak dihembuskan, disit...