10. Don't Make Me Think About You

4.8K 216 0
                                    

Ternyata yang sedari tadi memerhatikan Rain dan Bagas dari kejauhan itu adalah Raihan. Dengan raut wajah yang super datar, Raihan terus memandangi Rain sampai akhirnya Rain pun tersadar kalau tatapan itu untuknya.

Tanpa ragu melangkah, Rain akhirnya menghampiri Raihan. Di saat Rain menoleh kearah Raihan, ia masih tak kunjung berhenti menatap dirinya sehingga membuat Rain merasa canggung. Hingga kini, Rain pun berlari menuju dimana Raihan berdiri. Lebih tepatnya Raihan berdiri di depan ruang OSIS.

Rain meninggalkan Bagas ditengah lapangan, dengan Bagas yang masih terduduk ditengah-tengah hujan deras yang menghantamnya. Semakin jauh perginya punggung Rain, semakin jauh pula jua Bagas untuk menggapai Rain dengan cintanya.

Toh, Rain hanya mencintai Raihan seorang. Batin Bagas lirih. Ia tersenyum miris.

Sepatu milik Rain licin dan hampir membuat Rain terjatuh karena keteledorannya berlari diatas lantai basah dengan sepatunya yang licin.

Tetapi sebelum itu benar-benar terjadi, Raihan yang tidak jauh dari posisi Rain, langsung menarik Rain kedalam pelukkanya. Hampir saja. Dengus Raihan tertahan.

Raihan menatap Rain tajam dan juga kesal karena Raihan tahu kelemahan Rain. Rain sangat ceroboh dan tidak pernah hati-hati dalam melangkah. Rain sering sekali kesandung. Tetapi selagi Raihan terus ada disampingnya, Rain akan aman. Karena Raihan percaya, ia adalah pelindung dan juga sekaligus tameng untuk Rain.

Setelah itu, Raihan menoyor kepala Rain pelan dengan jari telunjuknya. "Demen banget bikin orang repot sih lo," bisiknya. Dan ternyata kejadian langsung itu ditontoni oleh beberapa pasang mata yang kebetulan ada juga di TKP.

Ada yang menyempatkan untuk tersenyum menggoda, tersenyum ragu karena takut membuat Raihan dan Rain tersinggung. Tetapi bukan Raihan kalau ia tidak peka pada lingkungan sekitar, jadi orang-orang yang berada di TKP tak dihiraukan oleh Raihan.

Beda dengan Rain. Rain sadar betul dengan tatapan dan senyuman orang-orang yang telah melihat dirinya berada dipelukkan Raihan.

Semburat merah di pipi Rain muncul ketika Raihan menatap Rain yang salah tingkah karena tatapan murid-murid lainnya. Segeralah Raihan kembali membetulkan posisinya seperti semula.

Lalu Raihan melayangkan tatapan tajam ke arah murid-murid yang masih berada di dekat TKP dan masih menatapnya dengan tatapan menggodanya. Merada terintimidadi dengan tatapan Raihan murid-murid yang menonton kejadian itu langsung menyebar entah kemana. Yang penting jauh dari Raihan dan Rain.

Untuk kembali menetralkan situasi yang canggung diantara mereka berdua, Raihan berdeham. Lalu dia mengasih ponsel miliknya ke Rain, Rain sempat dibuat bingung olehnya. Karena Raihan paham betul arti wajah Rain yang kebingungan itu, dengan secepat kilat ia menjelaskan kalau ada panggilan masuk dari Bunda. Bundanya Rain.

Jangan heran kalau Bunda dekat dengn Raihan, karena Raihan pun juga sudah menganggap Bunda sebagai Ibu keduanya. Ya Raihan dan Rain sudah amat sangat dekat, jadi jangan meragukan hubungan keduanya.

"Iya, ke-kenapa Bunda?" Sahut Rain rada kikuk karena Raihan sama sekali tidak mengalihkan pandangan mata kepadanya.

"..."

Seperti biasa kalau Rain grogi, ia selalu memainkan jari telunjuk dan menggesekkan kepada ibu jarinya. "Ponsel aku mati Bun, maaf telat ngasih kabar ke Bunda."

Terpampang jelas wajah cemas ala Rain tersirat di raut wajahnya yang mulai pucat karena hujan-hujan tadi. Raihan masih menatap Rain dengan datar namun terang-terangan.

"..."

Rain mengigit bibirnya, tambah cemas. "Iya Bun, bentar lagi aku pulang kok. Nunggu hujannya agak reda, nanti baru pulang."

October Rain [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang