Disudut sana sepertinya ada sepasang mata yang memperhatikanku sejak dimulainya absensi. Apa jangan-jangan aku mau dikerjai, berhubung hari ini adalah hari terakhir MOS yang sekaligus menjadi puncak siksaan untuk siswa baru sepertiku.
Ah, mungkin hanya khayalku, lagi pula siapa yang akan tertarik untuk melihatku. Hanya Mikha dan senior satu itu yang masih belum kuingat namanya yang mengenalku.
"Energi apa ini? Benar-benar kuat." Pikirku
Kuberanikan untuk melihat sosok yang disana sedari tadi memperhatikanku. Entah seorang siswa atau bukan.
Kualihkan pandanganku karena sepertinya mata kami saling beradu.
-----
Akhirnya MOS pun berakhir dengan penurunan bendera dan peresmian siswa baru, aku sebagai salah satu perwakilannya. Tapi, siswa perwakilan disebelahku adalah sosok yang sejak tadi memandangiku, sepasang mata itu. Satu pertanyaan yang terlintas dibenakku berubah menjadi seribu pertanyaan.
Dia siswa baru? Kenapa tidak memakai atribut mos? Kenapa memakai baju bebas? Tidak seperti kami yang memakai seragam mos? Siapa dia? Sampai bisa lolos begitu saja?
Kugubris semua rasa penasaranku. Lagi pula apa pentingnya untukku. Tapi setidaknya aku bisa menanyakan satu pertanyaan bukan? Mungkin jika ada waktu yang tepat aku dapat bertanya padanya. Tapi, apa yang mau aku tanyakan? Soal dia yang memandangiku? Ah, bikin malu! Bisa saja dia hanya mengkhayal entah kemana. Matanya bisa saja kearahku, tapi pikirannya tak ada yang tahu. Sudahlah, tak ada gunanya.
-----
Hari pertama sekolah seperti biasa, mencari kelas mana aku ditempatkan, memilih tempat duduk strategis, saling sapa dan berkenalan dengan teman dikelas. Dan pasti ada sesi perkenalan diri setiap mata pelajaran dimulai.
Kupilih duduk di bangku urutan ketiga dari depan dan kedua dari pintu kelas. Mikha juga menjadi teman sekelasku dan duduk tepat di depanku.
Seminggu pertama di sekolah yang baru biasa saja. Semua masih terasa canggung. Tapi tidak untuk Mikha. Mungkin dia sangat bersemangat dan berapi-api karena satu sekolah dengan pacarnya.
Dipta Reynand seniorku kelas sebelas yang cukup tenar karena keaktifannya. Kehadiran Dipta sangat mengusikku, ditambah lagi dengan candaan Mikha tempo lalu yang tak lucu bagiku. Fakta yang baru saja aku ketahui. Bahwa Dipta adalah tetangganya, bukan pacarnya.
Jujur saja aku senang mengetahui fakta itu, tapi bukan berarti aku tak jengkel pada Mikha, aku itu paling benci dibohongi.
"Masih marah Ge?" Tanya Mikha, ia tampak mengerutkan dahinya.
"Cari tau aja ndiri!" Jawabku sinis.
"Hidung lo kembang kempis kalo marah." Ucap Mikha membuatku melotot tak percaya.
-----
"Kalian wajib ngambil ekskul ya. Batas waktu pendaftarannya hari Rabu. Aruna tolong kamu catat ekskul apa yang diambil teman-temanmu. Nanti laporkan ke saya, saya mau menginputkan data kelas. Jadi, lebih cepat kalian memutuskan untuk mengambil ekskul apa, lebih baik. Hari ini udah bisa daftar ya. Kalian lihat aja di mading, macam-macam ekskul yang ada." Jelas bu Kirana panjang lebar.
Bu Kirana, guru mata pelajaran Kimia. Salah satu diantara tiga pelajaran yang tidak aku sukai, malah menjadi wali kelasku. Tak seperti guru mata pelajaran eksak lainnya. Bu Kirana cukup ramah dan sabar menghadapi anak didik yang super bandel dikelasku. Selain cantik dan badannya yang bak super model itu, ia juga sangat telaten dan pintar. Tentu semua guru pintar, tapi bu Kirana masuk kedalam kategori spesies guru langka. Iya tak hanya menguasai materi tapi juga pintar mentransfer ilmunya. Guru model bu Kirana saat ini hanya sekitar 37% ada dimuka bumi. Mungkin 63% lagi berpindah-pindah bersama Oh. (Oh = Alien yang ada di film Home 2015).
Aku dan Mikha bingung untuk memilih ekstrakurikuler apa yang akan kami pilih. Sampai seniorku menyarankan untuk bergabung dengannya di mading. Dia senior yang dulu hanya kuingat rupa dan suaranyanya, dia juga seniorku di SMP yang menjabat sebagai ketua OSIS. Ryan Haidar, ketua mading sekaligus anggota OSIS yang paling gokil dan pujaan anak kelas sepuluh.
Kak Ian memang mempunyai perawakan bule. Untuk ukuran laki-laki kulitnya cukup putih, matanya coklat kebiru-biruan, hidung mancung, dengan kumis tipis menghiasi wajahnya. Badanya juga sangat proporsional. Tinggi, tidak gemuk tapi tidak bisa dibilang kurus. Semua organ di wajahnya sangat bagus. Sangat ganteng menurutku.
"Kalo mau gabung mading, pulang sekolah kumpul dikelas sebelas IA 1." Ujar kak Ian dengan frekuensi suara yang tinggi, seakan sengaja membuat nya menjadi pusat perhatian.
-----
Bel berbunyi menandakan pelajaran telah usai. Kulihat Mikha yang sejak tadi seperti berbisik ke arah pintu.
"Mik, lo jadi ambil mading?" Tanyaku sambil melihat kearah pintu untuk memuaskan rasa ingin tahu dengan siapa Mikha berbisik.
"Jadi Ge, sebelas IA 1 kan? Tapi gue mau nemuin tu orang dulu." Jawabnya dengan senyum kecil sambil melirik kearah pintu.
"Siapa sih Mik? Seneng banget." Tanyaku penasaran.
"Cowok gue Ge." Jawabnya ringkas.
Lagi-lagi kalimat singkat Mikha membuatku sedikit jengkel. Cowok gue. Cowok gue.
Meskipun yang kulihat samar di samping pintu kelas yang jelas bukan Dipta, tapi tetap saja kalimat singkat Mikha menggangguku. Mungkin karena terlanjur membekas.
Kugelengkan kepalaku tanda tak percaya, kemudian menatapnya tajam, seakan ingin menerkam. "Mau nipu gue lagi."
"Yang ini beneran, sumpeh. Yuk gue kenalin." Jawab Mika yang diikuti dengan menarik tanganku.
Tak sabar kulihat wajah orang itu.
"Ini Tito cowok gue, kelas sepuluh empat. Yang bareng sama lo jadi perwakilan siswa baru." Jelas Mikha.
Sepertinya Mikha ini memang ditakdirkan untuk mengusikku dengan segala perkataannya. Aku ingat jelas siapa laki-laki yang berdiri dihadapanku. Dia orang dengan sepasang matanya memperhatikanku waktu itu.
"Ingat gue, dia yang gue ceritain Mik. Yang diliatin sama Dipta." Ucap Tito yang membuatku terkejut sampai aku bingung harus senang karna diperhatikan oleh orang yang aku suka. Atau malu karna kukira Tito memperhatikanku hari itu.
A/N:
Baca juga Belenggu Masa Lalu ya.. Jangan lupa di komen :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Dan Matahari
Teen FictionSiang yang selalu mengingatkan ku pada Matahari. Malam yang selalu mengingatkan ku pada Bulan. Sama berarti. Sama menggetarkan hati. Sebuah kisah tentang Bulan dan Matahari yang selalu mencari, tentang seseorang yang selalu menanti dan Bintang yang...