Bintang

109 6 29
                                    



Baru saja kakiku hendak melangkah ke kantin, ponselku bergetar. Aku merogoh saku celana olahraga, kutatap layar ponsel yang menunjukkan sebutan. 'Dimas Ganteng'.

Sejak kapan makhluk ini mengganti nama kontaknya di ponselku? Pasti semalam, ketika dia meminjam ponsel milikku untuk memberi kabar Hana, pacar barunya.

"Iya, kenapa Dim?" Yang ditanya hanya diam. "Hallo. Dim? Didim.... Dim. Dimas!" Dia masih diam. Kulihat ponsel milikku, ternyata panggilan Dimas terputus.

Mendadak aku khawatir, karena pagi tadi Dimas terlihat buru-buru berangkat sekolah. Apa yang kupikirkan adalah sekelabat pikiran tak bertuan yang entah muncul dari mana. Segera ku tekan angka tiga, sebagai panggilan cepat ke nomor Dimas.

"Ge, obat buat ngurangin nyeri datang bulan yang ampuh apa ya?" Aku kenal betul dengan suara ini.

"Tadi kenapa telponnya putus? Lo nggak kenapa-kenapa kan? Ini apalagi nanya obat begituan. Buat apaan? Lo dapet?" Celetukku.

"Gue misscall doang tadi, bukan telponnya putus bego. Kenapa? Lo khawatir? Drama deh drama. Mewek pasti."

"Oke. Nggak bakal gue kasi tau obatnya!"

"Kasi tau dong Ge. Gue udah nggak kuat. Sakit banget."

"Ha? Lo beneran dapet Dim?"

"Iya Ge, gue beneran dapet hantaman keras di hati gue kalo terus-terusan ngeliat Hana kesakitan gitu."

"Jijik banget! Nanti gue WA nama obatnya."

Kuketikkan pesan yang berisi nama obat yang dibutuhkan Dimas, ralat Hana maksudku.

"Hi, Ge." Seseorang melambaikan tangan kearahku pada saat aku tak sengaja melihatnya.

"Hi, Dipta. Mau kemana?" Jawabku sekaligus bertanya dia hendak kemana melihat dia jalan sedikit terburu.

"Ke kelas Agiel. Biasa, rapat sama anak-anak buat persiapan ngisi acara di rumah Agni." Jawabnya seraya mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Eh, gue duluan ya. Ini anak-anak udah pada rusuh nungguin gue. Lo dateng ya keacaranya. Lo banget deh, ada kembang apinya sama 'babang-babang emesh'." Katanya lagi mengejekku.

"Sip Bos. Terima kasih atas pujiannya." Sungutku padanya.

"Itu sindiran anak polos. Ah, udahlah ngeladenin lo akan makin buat gue males pisah. Gue duluan, Assalamu'alaikum."

"For your information aja sih, maksud gue males pisah. Pisah dari lo." Jawabnya tersenyum, kemudian pergi meninggalkan aku dengan pikiran yang berkecamuk.

"Wa-wa lai-kumsalam." Jawabku terbata.

"Oya, waktu lo mimpi-mimpi lagi jangan kasi tau gue. Nambah daftar kegiatan gue di pagi hari." Sambungnya lagi setelah beranjak beberapa langkah.

Deg, bahkan candaan tetang kegiatan tambahan mencuci seprei masih dia ingat, padahal sudah lebih dari dua bulan yang lalu.

Tidak ada yang bilang dia begitu menarik. Tetapi tidak sulit bagiku untuk menyukainya. Tidak sulit untuk jatuh hati padanya. Hanya perlu melihat matanya dalam-dalam, kemudian kamu akan terjatuh.

Ayolah Gelisha, kau itu sekarang tidak sendiri lagi. Sekarang kau sudah berbagi kisah dengan kak Agiel. Dia punya wajah tampan, suka bercanda, dengan sejuta keunikan kata yang dia rangkai dan segala hal tentang apa-apa yang saling berkaitan antara kau dan dia. Suatu saat kau pasti bisa tulus padanya. Ya, suatu saat. Meski entah kapan itu.

-----

Dipta R : Dateng?

Gelisha Alvaro : Ke acara Kak Agni? Dateng dong, kan pengen liat babang2 emesh nya:$

Bulan Dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang