"Mahacintabrata" adalah serial novel modern bagi penyuka wayang atau siapa pun yang ingin tahu tentang seni warisan budayawan Indonesia ini. Kisah pewayangan akan diceritakan dengan bahasa yang sangat menarik dan mudah dicerna, sehingga membuat pemb...
(Ilustrasi: Wicitrasena (atau Wicitrawirya), putra Maharaja Santanu dan Ibu Ratu Setyawati, dalam versi pewayangan Jawa.)
Prabu Wicitrasena memang masih sangat muda belia saat Ibu Ratu Setyawati memerintahkan penobatan putranya dengan Raja Santanu tersebut menjadi raja Hastinapura. Tetapi dengan bimbingan dan arahan langsung dari Setyawati dan Bisma, Wicitrasena mulai mencoba menunjukkan dirinya sebagai seorang raja dengan budi pekerti yang sangat santun dan cinta perdamaian. Keindahan dan keelokan perilakunya pun tampak dari ketampanan dan gerak-gerik fisik yang lembut. Sedangkan untuk masalah kesaktian dan peperangan, bakat dan minat Wicitrasena tidaklah terlalu menonjol. Namun hal tersebut tidak menjadi masalah dengan adanya Bisma sebagai panglima tertinggi tentara kerajaan yang sudah tersohor sehingga Hastinapura selalu aman tentram.
Begitu pula pagi itu saat Setyawati memerintahkan dayang memanggil putra bungsunya itu, Wicitrasena dengan sangat taat segera mendatangi kamar ibunya. Setelah mengetuk pintu dan dipersilakan masuk, Wicitrasena kemudian duduk di hadapan ibunya.
"Ada apa gerangan, ibunda? Ananda berharap tidak ada hal yang buruk tetapi hanyalah kabar penting yang harus segera disampaikan demi mempercepat kita berbagi kebahagiaan," sapa Wicitrasena dengan menebar senyum untuk menghibur ibunya yang justru tampak sedikit resah. Mau tak mau, Setyawati ikut tersenyum melihat perilaku anak yang sangat dicintainya itu.
"Oh ananda, kau selalu pintar menghibur ibumu."
Wicitrasena memegang tangan Setyawati dan menciumnya, seraya berkata, "Katakan, ibunda, sesuatu yang ingin ibunda curahkan dan membutuhkan pertimbangan ananda. Ananda senantiasa akan selalu mengutamakan ibunda karena ananda hanyalah bertahta sebagai raja dalam masa tertentu, sedangkan ananda adalah putra ibunda sejak dalam kandungan dan sampai akhir hayat serta di alam abadi swargaloka. Jadi janganlah ibunda khawatir akan menyinggung perasaan seorang raja di hadapan ibunda ini karena sebenarnya tidak lain hanyalah seorang pemuda yang selama ini ibunda telah besarkan."
Setyawati menatap putranya dengan penuh kasih sayang. Perasaan bahagia memenuhi hatinya menyaksikan buah hatinya telah dinobatkan menjadi raja dan tidak lama lagi akan memiliki istri untuk mendampinginya memimpin kerajaan yang dibangunnya sejak awal berdiri. Harapannya kelak akan dilanjutkan oleh cucu-cucu dan keturunannya sehingga dinasti Bharata akan selalu dikenang sebagai pemimpin negeri yang membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
"Baiklah, ananda. Aku ingin menyampaikan kebenaran dari desas-desus yang menyebar di dalam istana, tentang perjalanan kakakmu, Bisma, ke negeri Kasi kemarin," kata Setyawati akhirnya, maka diceritakanlah perbincangannya dengan Bisma kepada Wicitrasena, yang mendengarkan dengan penuh perhatian dan seksama. Setyawati pun mengakhiri cerita dengan menanyakan pendapat putranya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ibunda yang tersayang, keresahan ibunda akan kejadian yang sudah terjadi hanyalah penyesalan yang sia-sia, namun ananda akan berusaha segenap tenaga untuk memperbaiki hal yang tampak rusak, memperindah hal yang tampak tidak sedap dipandang, bahkan mempercinta hal yang tampak penuh benci dan luka," tanggap Wicitrasena dengan lembut mencoba meyakinkan ibunya. "Kita masih punya banyak waktu, ibunda. Mari kita sambut para putri Kasi dengan keramahan dan kehangatan khas Hastinapura. Mari kita kenalkan diri kita dan tentunya mereka akan mengenalkan diri mereka, untuk lebih mendekatkan diri dan demi mengikat tali kekeluargaan yang lebih erat."