'Final Decision'

24K 1.8K 136
                                    

Dimitri menengadahkan wajahnya. Memandang langit yang tampak gelap.

Sepertinya akan hujan, pikirnya.

Ia menyandarkan punggungnya di kursi taman yang terasa keras.

"Boleh Mama memukul kepalamu?"

Dimitri menoleh. Ia lantas memiringkan kepalanya seolah mempersilahkan wanita paruh baya yang duduk disebelahnya itu untuk memberinya hukuman.

"Dasar anak bodoh!" Ujar wanita itu sambil memberikan pukulan ringan.

Dimitri hanya tersenyum. Pukulan itu sama sekali tidak seberapa sakitnya, namun akibat yang ditimbulkan, terasa begitu menyesap hingga ke relung jiwanya.

"Seharusnya masalah seperti ini tidak perlu dibesar-besarkan." Ujar wanita itu lagi. "Kalian berdua ini masih sangat muda, jalan pikiran kalian pun masih sangat pendek. Mama tidak akan pernah menyetujui perceraian ini!" Tegasnya.

Dimitri tertunduk. "Sejujurnya, aku sangat tidak menginginkan hal ini terjadi Ma. Tetapi... aku tidak punya pilihan lagi, aku telah berjanji padanya untuk memenuhi apapun permintaan yang ia inginkan."

"Anak itu memang keras kepala Dimitri, seharusnya kamu tahu hal itu", wanita tua memijat pelipisnya. "Atau bagaimana jika mama coba bicara lagi dengannya? Mungkin dengan ini kalian akan..."

"Mama..." Dimitri meraih tangan wanita paruh baya itu seraya menggelengkan kepala. Sebulir air mata terlihat mengalir dari pelupuk matanya. "Aleena sudah sangat tersakiti akibat perbuatanku. Aku sendiri pun bahkan, merasa bahwa aku tidak pantas untuk terus mendampinginya dengan situasiku yang seperti ini..."

"Ini adalah hukuman yang mau tidak mau harus kuterima Ma, dan aku... benar-benar memohon maaf kepada Mama karena telah gagal menjaga satu-satunya puteri yang sangat Mama cintai..." tenggorokan Dimitri seolah tercekat. "Mohon ampuni Dimitri Ma."

Air mata mama Aleena perlahan mengalir. Dadanya terasa sesak. Sebagai ibu, ia merasa amat tidak berguna karena tidak mampu menjadi penengah diantara keduanya.

Ia memeluk punggung Dimitri erat-erat. "Mama maafkan Dimitri..." ucapnya lirih. "Dimitri kan anak mama juga, untuk saat ini... mama minta kamu bersabarlah. Suatu saat, jika kemarahan Aleena sudah reda, ia pasti akan kembali ke pelukanmu Nak."

Dimitri mengangguk. Ia sangat berharap kalau suatu saat hal itu akan benar-benar terjadi.

Entah kapan, Aleena kembali bersamanya, mendampinginya. Hanya itulah satu-satunya harapan Dimitri ditengah asa.

***

Malam telah larut. Namun Dimitri masih bergeming di dalam mobilnya.

Ia menatap hampa ke arah jendela kamar yang ada di lantai dua. Kamar Aleena.

Berharap akan adanya keajaiban. Entah bagaimana, yang jelas Aleena membukakan jendela itu untuknya kemudian meneriakkan namanya.

Meminta dirinya untuk jangan pergi.

Dimitri tertunduk sambil terkekeh, seolah ia sedang menertawakan dirinya sendiri. Betapa bodohnya ia. Harapan itu tidak akan pernah ada, karena ia sendirilah yang telah membuatnya hancur berkeping-keping.

. . .

Aleena terus berdiri di balik tirai jendela kamarnya. Sedikit tersembunyi namun tetap dapat memberinya celah untuk bisa melihat sosok itu.

Untuk yang terakhir kalinya.

Surat cerai pun telah ditanda tangani oleh Dimitri, sesuai keinginannya.

Dan ia juga harus menerima apa yang disampaikan oleh ibunya tadi, bahwa Dimitri tidak akan menghadiri sidang perceraian mereka dan hanya akan mengutus pengacara sebagai perwakilannya.

Red Shoes (K.B.F)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang