"Dazhar, ke kantin yok. Laper berat nih gue" Ujar seorang lelaki yang tidak berbeda jauh tingginya dariku saat istirahat kedua sudah dimulai. Rio.
"Ah, ngapain. Kalo udah istirahat kedua gue males banget turun ke bawah" balasku sambil terus men-scroll timeline Instagram ku, melihat lihat gambar apa saja yang di post oleh para following ku. Sesekali aku mengetuk layar ponsel ku dua kali sebagai tanda bahwa aku menyukai gambar itu.
"Yaelah, temenin kek. Gue bayarin deh" Rio memaksaku.
"Beneran ya?! Ah Fario Purnama Wicaksana emang sahabat gue yang paling baik sedunia hahaha" aku tergoda juga dengan tawarannya. Kalau kata orang lain, 'makanan gratis tingkat keenakannya akan meningkat tajam sampai dengan 1000%' dan aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang mempercayai kata-kata ini.
"Dasar lo" raut wajah Rio berubah menjadi manyun seketika. Sepertinya dia agak kesal dengan aku yang mau menemani dia makan di kantin karena dia ingin men-traktir ku.
Baik sebelumnya aku mau menjelaskan keberadaan spesies yang satu ini dalam hidupku. Dia adalah Fario Purnama Wicaksana. Orang yang paling tidak jelas, paling baik, paling bawel, dan paling dari segala paling yang ada di dunia ini. Aku sudah mengenalnya sejak lama dari awal masuk kelas 9. Kami di pertemukan dalam suatu neraka. Iya, tempat bimbel bernama BOSS SCIENCE CLUB. Hey, kenapa aku menyebutnya sebagai neraka? Karna disaat aku menjalani bimbel aku seperti menjalani sekolah kedua. Coba kau bayangkan, aku mengikuti bimbel setiap hari dari jam pulang sekolah sampai jam 6 sore. Terkadang bisa sampai jam 8 malam. Dan jika sudah hari Sabtu dan Minggu, maka jam Bimbel ku dimulai dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore. Terkadang juga sampai jam 6 sore. Oleh sebab itu tempat bimbel itu aku sebut neraka. Untung aku orang yang kuat. Sungguh bukanlah akhir hidup yang bahagia jikalau aku mati di tempat itu.
Kembali ke Rio, aku dan dia sudah bersahabat mulai dari situ. Aku terkadang menghabiskan waktu bersamanya jika sehabis pulang bimbel. Atau mungkin saat waktu istirahat di saat aku mengikuti bimbel. Aku juga menjelek-jelekan tempat bimbel itu bersama dengan dia.
Dia itu menyebalkan, tetapi kadang baik juga. Dia juga memalukan. Tapi kadang aku bangga memiliki sahabat semacam dia.
Oh iya, aku hampir melupakan ini. 'Dazhar' nama panggilan yang khusus diberikan Rio padaku. Entah kenapa hanya dia yang memanggilku seperti itu. Aku bersumpah. Tidak ada orang lain yang memanggilku seperti itu. Dan anehnya, aku selalu menoleh dan merasa biasa saja disaat aku dipanggil oleh Rio dengan nama 'Dazhar'. Bahkan aku merasa ada yang aneh atau ada yang berbeda jika aku dipanggil 'Nada' oleh Rio. Tapi aku tidak bisa memanggilnya dengan nama yang lain. Terkadang, aku memanggilnya dengan nama 'Yayo' tapi itu sangatlah jarang. Aku selalu memanggil dia dengan 'Rio'. Dan pada akhirnya, kami dipertemukan lagi. Rio dan Aku lulus di sekolah yang sama. Tapi tentunya, aku dan Rio berada di kelas yang berbeda. Aku berada pada 10 IPA A. Dan Rio pada 10 IPA D.
•―――•
•―――•
•―――•
(Message Via LINE)
Fario Purnama Wicaksana: Eh, Dazhar.
Nada Zharfa Fabiola: Apeeee?
Fario Purnama Wicaksana: Gue lagi di Tukang Seblak nih. Mau nitip ga?
Nada Zharfa Fabiola: Eh mau banget!!!
Fario Purnama Wicaksana: Yaudah, apaan aja isinya?
Nada Zharfa Fabiola: Terserah lu aja deh, yang penting jangan lupa pedes banget yaa.
Ah, aku memang tergila-gila dengan makanan yang pedas. Bahkan kadang makanan yang sudah pedas sekali menurut Geni, menurut ku tidak ada pedasnya sama sekali. Ya jelas saja, Geni kan tidak menyukai pedas sedikitpun. Menurutku, makanan yang tidak pedas tidaklah berseni.
Aku menunggu seblak dari Rio di kamar. Aku mengaitkan earphone ke telingaku. Mendengarkan musik dan terkadang menyanyikannya.
Terdengar bunyi klakson dari depan rumah. Rio pun juga telah memberitahu ku lewat LINE kalau dia sudah berada di depan dan menyuruhku untuk keluar. Akupun mengambil dompet ku dan segera berlari keluar menghampirinya.
"Nih" Rio menyodorkan bungkusan plastik berisi seblak yang pastinya sudah menggugah seleraku sedari tadi.
"Yaudah, Makasih ya Yayooo! Nih uangnya" Aku pun memberikan uang untuk membayar seblak itu.
"Apaan si, gausa lah" Rio menolak uang itu.
"Lha, kan gue nitip. Apaan si lo. Kecuali kalo tadi gue minta beliin. Baru gue ga bayar. Nih uangnya" Aku memaksa Rio untuk menerima uangnya.
"Gak ah gue gamau" Dasar anak berkepala batu. Keras sekali.
"Ah dasar lo. Yaudah deh, beneran ni? Makasih ya iooo" Akupun menyerah. Sebenarnya aku mau saja memaksa dia lagi. Tapi jika aku memaksanya lagi. Percakapan tentang ini tidak akan selesai sampai dengan tahun depan.
Rio kemudian kembali pulang. Akupun masuk ke rumah. Rio memang baik sekali. Dia rela mengantarkan seblak itu ke rumah ku. Padahal tempat seblak itu sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah ku, dan bisa saja aku meluncur saat ini juga untuk membelinya.
Aku pun langsung mengambil 1000 langkah menuju dapur untuk mengambil mangkok dan menyiapkan 'surga dunia' ku ini. Okay, ini hiperbola.
•―――•
•―――•
•―――•
KAMU SEDANG MEMBACA
BOYFRIEND Or BOY FRIEND
Historia CortaLebih baik yang mana? Kehilangan kekasih mu? Atau kehilangan sahabat mu? Iya, aku yakin kau pasti menjawab tidak keduanya. Atau bahkan, lebih baik kehilangan salah satunya. Tapi satu hal yang perlu kau tau. Aku akan lebih memilih kehilangan keduanya...