Chapter 5

95 17 5
                                    

Nada's POV

"Afa, ada temennya tuh dateng" teriak Bunda dari lantai bawah.

"Siapa Bun?" tanyaku penasaran.

Aku bahkan tidak mengundang siapapun datang ke rumahku hari ini. Ini hari sabtu dan aku hanya ingin bersantai di rumah.

"Udah turun aja sini. Ganti baju dulu tapi yang rapi" Perintah Bunda.

Akupun bergegas ke lemari pakaian ku yang berada di sudut kamarku dan berganti pakaian. Karena aku sudah mandi tadi pagi, jadi aku hanya akan berganti pakaian saja.

Aku sudah siap di depan kaca dengan Dress berwarna hijau muda tanpa lengan dan 2 cm diatas lutut ku. Tunggu, kenapa aku berdandan rapi sekali? Memangnya ada acara apa?

Aku menatap kaca dengan pandangan kosong sambil terus memikirkan kenapa aku mau saja dengan polosnya mengikuti perintah Bunda yang sama sekali tidak menguntungkan diriku.

"Afa! Buruan, temennya udah nungguin! Gimana sih kamu?!" Teriak Bunda. Kali ini dengan nada yang lebih keras sehingga teriakan ini berhasil mebuyarkan lamunan ku dengan lancar.

"Iya, ini Afa turun" ucapku.

Aku turun menuruni tangga. Dan di pertengahan tangga ada Zaid―ketua kelas ku―yang bersiap menutup mataku dengan penutup mata. Sontak aku memberontak,

"Ih, apaan si Id?" Ujar ku ketus dan menyingkirkan kedua tangan Zaid yang berusaha mengikatkan penutup mata itu pada ku.

"Udah, diem aja." Zaid membalas dengan santai.

"Gamau! Apaan si!" aku sedikit berteriak.

"Nad, nurut aja napa sih?" tukasnya.

Akupun akhirnya pasrah dan mengikuti perintahnya. Aku turun ke bawah dengan dituntun Zaid layaknya orang buta yang sedang kehilangan arah.

Sayup sayup aku mendengar suara berisik. Sepertinya rumah ini sudah penuh oleh segerombolan spesies manusia. Ada apa ini sebenarnya.

Zaid membuka mataku. Dan kau harus tau bahwa,

Aku.

Benar-benar.

Terkejut.

Melihat.

Ini.

Semua.

Ruang tamuku berubah layaknya sedang ada pesta. Penuh dekorasi yang mengejutkan di setiap sudut ruangan. Di meja makan juga terdapat berbagai macam surga dunia. Seperti martabak, pizza, spaghetti dan masih banyak lagi surga dunia yang tidak bisa ku sebutkan. Di atas sofa terdapat teddy bear berwarna putih yang ukurannya lebih besar dari tubuhku.

Disana ada Difa, dan ada Geni, Tisha, Rio dan teman-teman ku yang lainnya. Biar ku ingat kembali. Ini tanggal 12 Oktober. Tidak ada yang spesial rasanya, ah aku ingat!

"1, 2, 3" Zaid menghitung dan rasanya memberi aba-aba untuk teman teman ku yang lainnya.

"Nad, selamat tanggal 12 yang pertama ya" Ucap teman teman ku serentak. Tentu saja 75 % dari frekuensi suara tadi adalah berasal dari suara Tisha dan Geni. Dan Difa maju kedepan membawa karangan bunga yang indah. Benar benar indah.

"Dif, thank you so much" aku tak tau lagi apa yang harus ku ucapkan. "Kenapa kamu bisa ada pikiran kaya gini ha? Kenapa? Terus kenapa bisa dapet izin dari bunda? Kena," Difa menaruhkan jari telunjuknya di atas bibir ku. Sontak aku langsung memindahkan arah kedua bola mata ku ke arah telunjuk Difa yang bertengger manis diatas bibir ku.

"Kamu gausah tau gimana caranya. Kamu juga gausah tau gimana aku nyiapinnya. Yang jelas, semua ini aku dedikasiin untuk kamu. Ya cuma kamu." Ucapnya. Layaknya lilin yang meleleh akibat dibakar oleh api. Iya, diriku adalah lilinnya, dan kata-kata Difa barusan adalah api yang melelehkanku.

"Selamat tanggal 12 yang pertama juga ya Dif. OMG, I'm so speechless. Aku sayang kamu banget Dif."

"Banget." Tegas ku kembali.

Aku kemudian memeluk Difa. Diiringi oleh tepuk tangan teman teman ku dan juga siulan-siulan usil mereka. Tak lupa juga ada suara suara toa yang berasal dari mulut Tisha dan Geni.

•―――•

•―――•

•―――•

Rio's POV

Aku berjalan santai di koridor lantai satu sehabis dari kantin pada jam istirahat kedua. Sendiri. Kejadian surprise satu bulan Dazhar dengan Difa masih terngiang-ngiang di kepalaku. Aku memang sudah tidak ingin melibatkan diriku dengan acara yang sudah pasti membuat diriku sakit hati. Tapi aku penasaran dan ingin sekali melihat bagaimana Difa memperlakukan Dazhar layaknya sang putri keraton.

Dia benar benar menyayangi Dazhar sepertinya. Buktinya sudah dua bulan Dazhar menjalani hubungannya, aku tidak melihat ada unsur ke-galau-an di Timeline akun social media Dazhar. Entah itu Path, LINE, dan lainnya. Dan itu bisa menyimpulkan bahwa tidak ada masalah serius diantara mereka berdua.

Peristiwa dimana Dazhar memeluk Difa yang aku saksikan melalui kedua bola mata kepalaku sendiri ini masih terasa menusuk hati ku. Bagaimana tidak. Aku melihat sendiri kejadian itu. Dan itu benar-benar mengiris-iris hatiku menjadi bagian-bagian yang kecil.

"Woi, ngelamun aja lu" ada seseorang yang menepuk pundak ku dari belakang. Aku pun menoleh mencari sumber tepuk-an itu.

"Apaan si..." aku mendapati ada Dazhar disana.

"Lho, Geni atau Tisha mana? Biasanya lo sama mereka?" tanyaku.

"Tadi dia naik duluan, gue tadi ada urusan di ruang guru." Jelasnya.

"Eh Zhar, nanti temenin gue ke Mc Donalds yuk, gue traktir deh" ucapku sambil berjalan beriringan didekatnya. Langsung saja aku berniat untuk men-traktir Dazhar.

"Emang gue bakalan tergiur sama traktiran doang apa... yaudah boleh deh" balas Dazhar yang diiringi pukulan kecil di bahuku.

•―――•

•―――•

•―――•

"Hahahahaha," tak hentinya Dazhar tertawa, terlihat lepas sekali. Dia menikmati Mc Float miliknya. Dia tampak berusaha mengambil ice cream yang berada di atas minuman itu dengan sedotan miliknya.

"Ah..." ice cream itu terlempar dan mengenai hidung Dazhar.

"Najis, lo gitu aja bisa kena" ucapku sambil membersihkan ice cream yang ada di atas hidung Dazhar dengan permukaan jempol ku. Dan sontak kedua bola mata Dazhar terfokus kepada jempol ku yang ada di atas hidungnya. Dan itu membuat matanya menjadi jereng.

"Yaudah si..." Dazhar memanyunkan wajahnya. Ah dia lucu sekali.

Percakapanku dilanjutkan dengan cerita-cerita tidak penting lainnya. Dan tidak lupa selalu ada tawa di sela-sela cerita itu. Aku sangat senang disaat aku melihat Dazhar tertawa. Apalagi karna disebabkan oleh diriku.

Aku kemudian mengantarnya pulang ke rumah. Setelah melambaikan tangan, aku men-gas kembali motor matic kesayanganku. Aku hanya bisa tersenyum-senyum layaknya orang yang tidak waras diatas motorku. Hari ini benar-benar manis.

•―――•

•―――•

•―――•

BOYFRIEND Or BOY FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang