Nada's POV
Aku duduk termenung di bangku taman di belakang rumahku. Ini hari Minggu cerah yang paling tenang ku rasa.
Sudah 3 bulan rasanya berjalan sejak dari kejadian itu. Sudah 3 bulan juga aku sudah menjaga jarak ku dari dua lelaki yang 'pernah' membuatku merasa bahagia.
Sahabatku, dan kekasihku. Entahlah. Mungkin, saat ini mereka sudah menjadi 'mantan'.
Soal adanya kalimat 'tidak ada yang namanya mantan sahabat'. Cih, aku sudah tidak memiliki pemikiran seperti itu lagi kurasa.
Aku terus menjauhi mereka yang tidak sengaja berpapasan dengan ku saat di koridor.
Aku mem-block keduanya dari LINE. Memutus semua hubunganku dengan mereka melalui sosial media.
Aku berusaha menghiraukan kabar kabar tentang mereka. Walau sebenarnya aku sampai saat ini masih peduli dengan keadaan mereka.
Aku terus memaksa tangan ku untuk berhenti mengetik nama mereka di semua akun sosial media ku untuk ku stalk.
Percayalah, ini 3 bulan yang sulit.
Aku ingat kejadian dimana aku menghapus status LINE ku. Dan itu juga berarti hubunganku benar benar berakhir dengan Difa.
Dan sekarang status LINE ku kosong. Hampa.
Sama seperti hati ku saat ini. Haha, ini ironis.
Aku masih bisa ingat jelas bahwa aku sangat lega Difa bisa berjalan lagi dengan normal. Kau harus tau, aku sangat senang.
Aku juga masih ingat dimana Difa terus mendatangiku ke kelas berkata bahwa dia menyesal dan masih ingin memulai semuanya dari awal.
Dan aku hanya berkata bahwa aku tidak bisa. Bodoh.
Padahal aku masih ingin bersamanya.
Tapi percayalah, bersamanya kembali bukanlah jalan yang baik. Semuanya tidak akan menjadi sama layaknya dahulu lagi.
Aku juga tidak melupakan peristiwa dimana Rio yang menabrak ku secara tidak sengaja dan menumpahkan es teh manis dingin yang dia punya ke atas baju ku. Kau harus tau, itu awkward.
Terkadang aku merasa sedih disaat aku menyadari bahwa status ku berubah dengan cepat bersama keduanya.
Dari best couple dan best friend menjadi best stranger hanya dalam beberapa saat saja. Seolah-olah semua yang sudah ku bangun dan ku jaga baik-baik hancur hanya karna aku memilih untuk kehilangan keduanya.
Tapi bukankah itu lebih baik, kan?
Aku menyukai keadaan dimana aku hanya sendiri dan hanya memiliki sahabat sebaik Geni dan Tisha yang selalu berusaha menghiburku dalam 3 bulan yang sulit belakangan ini.
Aku menyukai keadaan dimana aku bisa merasakan sakit ku sendirian tanpa harus ada yang tersakiti lagi.
Aku menyukai keadaan dimana aku menjadi cengeng dan lemah berkali kali hanya karna mendengar lagu berjudul 'Pamit' yang dinyanyikan oleh 'Tulus'. Dan anehnya aku menangis dengan frekuensi yang sama. Dengan durasi yang sama disaat aku berkali kali mendengarkan lagu itu.
Aku menyukai disaat aku tiba tiba menutup wajahku dengan kedua tanganku saat pelajaran berlangsung, dan kemudian Geni terkejut melihat mata dan hidungku yang menjadi merah saat aku membuka kedua tanganku. Geni terlihat sangat lucu.
Aku menyukai keadaan dimana aku bisa tersenyum bahagia disaat aku sudah mengetahui bahwa Difa sudah berpacaran dengan perempuan lain di kelasnya yang bernama Yenata. Baik aku akui aku agak berdusta awalnya soal ini. Iya, aku mengerti dia hanya berusaha melupakanku. Terserah bagaimana caranya, namun aku tidak akan berpikir untuk mencari pengganti Difa sampai aku benar benar bisa menemukan yang tepat.
Ah, jangankan menemukan yang tepat, menghilangkan perasaan ini kepada Difa saja aku belum sanggup.
Aku menyukai disaat aku mengetahui keduanya—Iya, maksud ku Difa dan Rio—masih suka mencuri pandang ke arah ku dan masih suka menanyakan ku lewat temanku—banyak yang bercerita seperti itu, sih—.
Aku menyukai disaat aku mengetahui bahwa nilai-nilaiku mulai meningkat lagi akhir-akhir ini setelah Geni dan Tisha terus menyemangatiku. Mereka memang 'the real definition of best friends'
Dan aku juga menyukai keadaan dimana aku akhirnya bisa melepaskan mereka berdua, iya maksudku adalah Difa dan Rio. Meskipun dengan sedikit cobaan pada bagian awalnya.
Iya, aku merindukan mereka. Lebih tepatnya, merindukan momen-momenku bersama dengan mereka. Merindukan saat saat bahagia ku bersama mereka. Merindukan waktu yang telah ku buang secara percuma hanya untuk berbicara hal yang tidak penting terhadap mereka.
Menangis? Pasti. Aku menangis saat aku mengingat ingat kembali kenangan indahku bersama mantan kekasih ku dan mantan sahabat ku itu. Itu wajar. Aku mengerti dan memahaminya.
'Menangis hanyalah salah satu dari banyak cara untuk mengekspresikan emosi yang ku punya.' Itu kata kata yang sering ku dengar. Dan aku mempercayai kata kata ini.
Aku mengerti dan memahami bahwa semua yang ku lakukan adalah proses untuk moving on.
Aku mengerti dan memahami bahwa semua yang ku lakukan hanyalah upaya untuk melupakan mereka berdua. Menghapus mereka berdua. Mengubur dalam dalam memoriku dengan mereka berdua.
Aku mengerti dan memahami bahwa aku sedang terjebak pada masalah yang sulit. Dan pada saat ini, hanya akulah yang bisa menyelesaikannya. Kenapa? Karna hanya aku yang mengenali diriku sangat dalam. Dan itu berarti hanya aku yang bisa menyelesaikannya. Orang lain hanya membantu saja. Keputusan tetap berada di tanganku.
Percayalah, ini adalah hal yang wajar. Dan aku baru saja mengalaminya.
•―――•
•―――•
•―――•
KAMU SEDANG MEMBACA
BOYFRIEND Or BOY FRIEND
Short StoryLebih baik yang mana? Kehilangan kekasih mu? Atau kehilangan sahabat mu? Iya, aku yakin kau pasti menjawab tidak keduanya. Atau bahkan, lebih baik kehilangan salah satunya. Tapi satu hal yang perlu kau tau. Aku akan lebih memilih kehilangan keduanya...