Chapter 7

92 18 4
                                    

Nada's POV

Aku tak bisa berbuat banyak. Yang ku lakukan hanya duduk terdiam di depan kelas Difa sambil menatap dengan pandangan yang tak berisi. Sial, ini semua salahku. Salahku.

Tapi aku tidak salah, Rio adalah sahabat ku. Dan Difa sudah kuberitahu sejak awal.

Hey ini salahku.

Tidak. Aku tidak salah.

Ah...

Serasa ada malaikat di sisi kanan ku dan setan di sebelah kiriku yang terus membisiki ku. Aku akhirnya tidak membiarkan siapapun menang. Aku terlalu bingung untuk mengambil keputusan apakah aku salah atau tidak.

Aku bangkit dari tempat duduk itu dan kemudian kembali kekelas ku. Selama berjalan aku hanya menatap kosong kearah depan.

•―――•

•―――•

•―――•

(Message Via LINE)

Nada Zharfa Fabiola: Besok gue tunggu di tangga sebelah kelas gue jam 6.15. Dateng pagi dan jangan ada alasan gamasuk atau gue samperin ke rumah lu.

Read at 9.45 PM.

Pesan ku sudah dibaca oleh Rio. Dan kini, aku harus menyiapkan kata-kata untuk berbicara dengan Rio. Juga tentunya mental yang cukup untuk berbicara dengannya.

Aku sudah menduga ini akan terjadi. Aku sudah menduga pasti akan ada masalah jika aku terus saja berpacaran dengan Difa sementara aku juga tidak menjaga jarak ku dengan Rio. Pasalnya, aku sudah mengetahui bahwa Difa adalah orang yang pencemburuan. Hey, percayalah.

Aku sudah melakukan riset ke 2 'mantan' nya. Dan pendapat mereka sama saja.

"Harus sabar ya Nad kalo pacaran sama Difa"

"Difa kekanak-kanakan sama cemburuan abis Nad, lo harus sabar"

Dan beberapa pendapat lainnya yang maknanya sama dengan 2 pendapat tadi. Dan kau harus tau bahwa sikap ku sangat bertolak belakang dengan sikap Difa.

Aku adalah orang yang tidak terlalu memusingkan Difa bermain bersama siapa, berfoto bersama siapa, berteman dengan siapa dan apapun itu. Karena dibalik semua itu pasti ada alasannya. Memang, aku cemburu saat awal melihat jika dia berbicara dengan perempuan atau berfoto dengan perempuan, tapi setelah aku berfikir ulang. Dia punya dunia lain selain aku, kan?

Difa juga tidak suka jika aku menghilang ditengah-tengah chat kami. Okay, Difa adalah pacar ku. Tapi aku punya kehidupan lain selain dia, kan?

Ponselku tiba-tiba bergetar dan itu menyebabkan aku melepaskan genggaman ku terhadap ponsel itu karna aku kaget. Dan untungnya ponsel itu jatuh ke kasur ku. Jika jatuh ke lantai. Tamat lah sudah riwayat hidup ku.

Aku mendapati nomor asing berada disana. Pastilah nomor ini belum pernah menghubungiku sebelumnya.

"Halo? Ini siapa ya?" Ucapku setelah mengangkatnya.

"Nad, ini Amar," balasnya.

"Oh, yang temen sekelasnya Difa? Kenapa mar?" jawabku dengan nada yang datar.

"Nad... Ng.. Nad... Difa" Amar berucap dengan terpatah-patah.

"Apaan? Difa kenapa?" Jawabku tidak sabaran.

"Difa kecelakaan Nad," Nada bicara Amar pelan, dan kemudian dia berhenti. Seakan memberikan ku waktu untuk menelan dan mencerna mentah mentah omongannya tadi. 

BOYFRIEND Or BOY FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang