Chapter 10 : A Monster Beneath The Snow

59 1 9
                                    

Aku berjalan menyeret diri di antara salju yang tebal. Sepi tempat ini, suara-suara yang tadi saling membicarakan kami sudah masuk dalam rumahnya masing-masing, menjaga diri mereka dari dingin menusuk di pagi hari. Aku yang baru tadi keluar terhempas keras oleh hembus kencang angin dingin. Tebal selimut yang kukalungi dan membungkusku tidak mampu menahan dingin yang sangat ini, juga tinggi sepatu boot yang seharusnya membuat kakiku terhindar dari kontak salju tetap saja kemasukan salju melihat tebalnya salju yang tingginya hampir sepinggangku. Salju juga turun menggunungi tudung kepalaku, membuat tudung ini perlahan-lahan berat, dan menekuk kepalaku akan menjatuhkan banyak salju yang sudah berkumpul. Sungguh aku benar-benar tidak terlindungi dari musim salju yang ganas ini.

Tapi aku terus berjalan, aku tidak peduli, persetan.

"Kau tahu malaikat bisu?"

Malaikat bisu tangannya kugandeng, hangat sekali tangannya. Sekali ku menengok, ia tidak terlihat kedinginan dan biasa saja. Putih kulitnya serta pakaiannya, seperti salju yang mengelilinginya, bersinar oleh matahari yang keluar lewat celah-celah awan mendung. Aku sebelumnya khawatir dengan Malaikat Bisu, tapi aku tahu dia bukan sosok biasa.

"Aku begitu kesusahan sekarang, tersiksa lebih tepatnya oleh dingin ini."

Aku mulai mengingat ibu, yang keluar pagi-pagi sekali, dan pulang malam. Selalu ia terlihat lelah, masih sempat membuatkan sup dan mengajariku. Betapa ia merasakan dingin yang tak kenal ampun ini hingga ibu beradaptasi dengannya?

"Ibu tak lebih sama, dengan jaket tipisnya ia berjalan setiap hari untuk bekerja. Tadi ia jatuh, dan diseret ditengah dingin tak berhati ini..."

Malaikat bisu mengangguk-ngangguk, senyumnya masih lekat pada wajahnya. Aku tidak tahu ia paham atau tidak apa yang kubicarakan, aku terus bicara saja, mengeluhkan isi hati yang tak mampu kutampung lagi. Berbicara dengan malaikat bisu, walau tidak menjawab, tapi tidak sama dengan berbicara dengan tembok. Ia mendengarkan, mau ia paham atau tidak.

"Dosakah aku Malaikat Bisu? Rasa-rasanya begitu dosa ketika diriku duduk di perapian ketika ibu bekerja keras menghidupiku di tengah dingin yang menyiksa tulang dan daging ini, mengeluh soal lapar, mengeluh kayu bakar habis, mengeluh ingin keluar, menangis dan ngambek saat dimarahi.."

Dadaku sesak, air mata keluar dari mataku yang seketika kering oleh dingin. Langkahku mulai terhenti, salju yang menutupi tudungku membuatnya berat sehingga aku berusaha membersihkannya, dan saat itu juga aku sadar terdapat angin kencang yang membuat ranting pohon di atasku menjatuhkan kumpulan saljunya ke atas kepalaku, kemudian aku terjatuh, terbenam di antara salju.

Aku benar-benar kedinginan, hingga rasanya kepalaku begitu pusing, kakiku begitu susah digerakan, aku tak bisa merasakan tanganku, kecuali yang kanan memegang malaikat bisu. Malaikat bisu segera menggali salju itu, menarikku keluar. Ketika itu aku sadar bahwa darah mengalir dari hidungku, tetes merahnya begitu kontras dengan putih salju. Aku terduduk, dan malaikat bisu memelukku. Hangat, hangat sekali malaikat bisu. Aku kemudian mengingat ibu, memelukku tadi malam sambil menangis, hangat sekali ibu.

"Betapa ibu begitu terbebani, betapa sayang dia padaku― eh?"

Malaikat bisu menggenggam tanganku. Ia kepalkan, lalu ia taruhkan ke dada. Kepala malaikat bisu menekuk, lalu bibirnya bergerak. Tiba-tiba muncul suara aneh dikepalaku: Berdoalah! Aku sadar malaikat bisu sedang berdoa, dan juga dia menyuruhku berdoa bersamanya. Apa hanya bayanganku bahwa malaikat bisu baru saja berbicara padaku? Tapi benarlah malaikat bisu, dalam segala putus asa, hanya berdoa yang mampu kita lakukan. Lihat rumahku masih terlihat dekat, dia belum tertelan ujung ufuk seperti sebagaimana aku melihat ibu berjalan tadi dari balik jendela, jelas masih jauh tempat ibu, dan aku kini malah terbenam dalam salju, tak bisa bergerak maupun berkutik oleh dingin. Jika aku sakit dan celaka, siapa yang rugi kecuali ibu, dan aku tak mau lagi membebaninya, aku ingin membantunya.

Simfoni Cahaya BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang