"Kara!"
Suara itu terdengar terus memanggil-manggil tapi menoleh pun ia tidak. Air mata mengalir deras di pipinya. Matanya bagaikan keran bocor yang terus mengeluarkan air dan itu membuat pandangannya sedikit mengabur. Tapi ia malah mempercepat langkahnya.
"Kara-yaa! Berhenti!"
Entah kenapa panggilan itu membuatnya makin terisak. Aneh sekali, ia bahkan tidak mengerti kenapa ia menangis dan terus saja menambah kecepatan pada kedua kakinya. Ia bahkan mulai berlari sekarang.
"Kubilang berhenti!"
Tiba-tiba ada yang menyentak pergelangan tangannya keras sekali, membalikkan badannya dengan cepat sehingga membuatnya kaget, lalu cegukan dan kehilangan keseimbangan. Tapi tangan kekar itu menahan pundaknya, lalu dengan kasar membuat Kara berdiri tegak berhadapan dengannya.
Kara tercekat. Ia kini berhadapan muka dengan muka, begitu sangat dekat dengan... Hyun Bin!
"Kau ini. Kenapa kaki pendekmu itu larinya cepat sekali, hah? Dan telingamu, ada apa dengan telingamu? Aku terus memanggil-manggil seperti orang gila tapi kau tetap saja berjalan. Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kau malah pergi begitu saja begitu melihatku dan bukannya menemuiku?"
Oh... My... Goodness! Otak Kara langsung blank. Pria itu menatapnya dengan tatapan yang sangat sangat sangat bisa membuat Kara meleleh bahagia di malam dingin yang berangin ini. Tatapan yang seolah-olah memproklamirkan Kara sebagai pusat dunianya. Tatapan yang seolah-olah bilang kalau pergi begitu saja tanpa menemuinya seperti ini adalah kejahatan besar pada dirinya. Tentu saja Kara hanya bisa melongo. Terpana. Bagaimana mungkin Hyun Bin menujukan tatapan mata itu padanya?
"Wae, yeoja-ya (kenapa, hei, perempuan)? Kenapa kau diam saja? Cepat jawab aku."
Hah, yang benar saja! Tentu saja Kara akan diam melongo dan terpana seperti orang bodoh. Apa dia tidak tahu kalau dirinya itu Hyun Bin? Bicaranya seolah-olah dia hanya laki-laki tetangga sebelah rumah Kara saja.
"Apakah a...," ia tiba-tiba terdiam seperti baru menyadari sesuatu. "Apakah mungkin, kau tadi melihatku bersama seorang wanita? Song Hye Kyo? Kau tahu dia?"
Song Hye Kyo? Mata Kara membulat. What?! Kalau Kara melihatnya tentu saja ia akan langsung lari mendekat, selca lalu minta tanda tangan, bukannya kabur berderai airmata seperti ini. Kegilaan apa sih yang terjadi malam ini?
"Aigoo.. Pabo-ya (dasar bodoh)!" Hyun Bin tertawa sambil mendorong kepala Kara pelan dengan jari telunjuknya. "Jadi karena itu kau lari sambil menangis? Kau cemburu ya?"
"A..aku nggak...," Kara tergagap tak tahu harus menjawab apa. Ya, tergantung sih. Kalau Song Hye Kyo bergelayut manja di pelukan Hyun Bin, tentu saja ia akan cemburu. Tapi kalau mereka tidak ngapa-ngapain, yah, mungkin Kara tidak akan cemburu. Meskipun kini setelah Hyun Bin menyinggungnya, ia jadi merasa sebal pada Hye Kyo, dan merasa sepertinya memang tadi ia melihat sesuatu yang tidak bisa dikategorikan sebagai tidak ngapa-ngapain, walaupun Kara tidak ingat sama sekali kejadiannya. Tapi, mengingat mereka pernah cinlok saat bekerja sama dalam sebuah drama, bisa jadi mereka masih saling menyimpan rasa, kan. Apakah mereka balikan atau...
"Ya! Apakah kau bodoh? Orang itu, dia hanyalah masa lalu. Apa kau tidak tahu selama ini aku hanya mengejar-ngejarmu setiap hari? Mengikutimu kesana-kemari seperti ini. Kau tidak tahu apa artinya? Sungguh menyebalkan harus mengakuinya, tapi, Kara-ya.. Naneun (aku)...," Ia menarik napas sebelum melanjutkan, "Neol aju.. manhi saranghae (amat sangat... mencintaimu)."
Mworagu (apaaa)?? Bisakah kau ulangi? Kara tak percaya telinganya berfungsi benar, sepertinya ia salah dengar. Dan seolah bisa mendengar suara hati Kara, Ia mengulangi perkataannya, kali ini dengan senyumnya yang menghipnotis jutaan wanita di dunia ini yang pernah menonton Secret Garden. "Aku sangat menyukaimu, Kara. Kenapa menurutmu aku harus mengejarmu kemari, yeoja-ya?" Ia mengacak rambut Kara dan memeluk Kara erat-erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arikara's Story : Love Has Its Own Time
Teen FictionKayaknya salah aja kalo gue berani mencintai di umur gue yang baru segini. Karena menurut gue, cinta itu sesuatu yang bertanggung jawab, yang dewasa, yang belum pantes gue rasain. Ya, ibaratnya kayak anak umur setahun di kasih sambel terasi. Belom w...