"Dee, jam di rumah lo rusak ya? Lo kurang kerjaan ya? Lo tau nggak sekarang jam berapa? Jam 6, Adeeva. Pagi-pagi gini ngerjain gue nyamperin lo ke sini mau ngapain sih?" cerocos Kara begitu ia tiba di hadapan Adeeva yang menunggunya dengan cemas di sebuah tanah lapang tak jauh dari sekolah. Sama seperti Adeeva, Kara datang dengan seragam rapi. Biar bisa langsung ke sekolah.
"Gue sengaja. Sebelom suami gue nanti resmi jadi temen sekelas kita, gue mau kalian kenalan dulu," kata Adeeva membuat rasa kesal Kara bertambah dua kali lipat.
"Duh, Deeva. Ngapain sih harus dikenalin ke gue sekarang? Nanti juga kan kenal."
"Maaf Kara. Gue tau lo nggak nyaman sama orang baru. Anggap aja ini permintaan tolong dari gue, sahabat lo yang setia dan tidak akan berpaling dari lo selamanya. Please yaaaa."
Kara menghembuskan napas. Ya, benar kata Adeeva. Kalau ada hal yang membuat Kara nggak nyaman, itu adalah berkenalan dengan orang baru. Kalau saja Eugene bukan tipe orang yang agresif, Kara belum tentu bisa akrab dan bersahabat dengannya. Sedangkan untuk bisa akrab dengan Adeeva, Kara butuh waktu hampir dua minggu. Padahal mereka duduk sebangku. Dan untuk membuatnya bergabung dengan band, Efra dengan sangat sopan dan sabar melakukan pendekatan perlahan-lahan sampai Kara bersedia, itu pun dengan andil Eugene yang tak henti-henti memprovokasinya untuk menerima tawaran Efra.
Arikara tidak pernah memulai pertemanan. Itu salah satu penyakitnya memang. Dia enggan beramah-tamah dengan orang asing dan orang yang baru dikenalnya. Nah sekarang, dia harus melawan keengganannya demi persahabatannya dengan Adeeva.
"Ya udah mana? Mana suami lo?" tanya Kara akhirnya sambil berusaha mengintip ke dalam Fortuner berkaca gelap yang terparkir di samping Adeeva. Ia ingin perkenalan ini segera selesai.
"Aduh, Kara enggak usah norak deh, pake ngintip-ngintip. Nanti bintitan lho. Suami gue nggak ada di dalem situlah. Mencurigakan banget kalo gue bareng dia."
Belum sempat Kara bertanya, sebuah mobil Alphard berwarna hitam tiba-tiba muncul di ujung jalan, lalu dengan mulus parkir di samping Fortuner milik Adeeva.
"Tuh, dia udah sampe. Ayo masuk."
Adeeva meraih tangan Kara, mengajaknya masuk ke dalam mobil. Ia masuk lebih dulu menuju jok belakang. Kara yang masuk terakhir duduk di jok dekat pintu, bersebelahan dengan sesosok cowok yang sudah jelas adalah suami Adeeva. Benar-benar mirip Zayn Malik. Wajah khas middle-east berpadu dengan kebule-bulean.
"Nah, Kara, kenalin ini suami gue. Namanya Danny. Danny Malik," kata Adeeva setelah Kara duduk rapi dan pintu ditutup.
Sebenarnya Kara tahu itu nggak sopan. Tapi dia nggak bisa tahan untuk nggak menganga lebar. Pasalnya, sesosok pria berkemeja kembang-kembang dengan kancing terbuka sampai dada dan bercelana cut bray tiba-tiba melintas sambil menari dan bernyanyi dangdut di benak Kara. Kara harus sekuat tenaga menahan tawanya. Akibatnya dia malah tersedak dan batuk-batuk.
"Tuh kaaaan," seru Adeeva kecewa. "Udah gue duga. Reaksi Kara aja begitu. Gimana anak-anak sekelas?"
Si Zayn Malik kw hanya bisa pasrah menatap Adeeva yang kecewa, dan Kara yang sibuk minum air.
"Ehm...," si Malik berdeham gugup. "Maap, kalo boleh nanya, ini teh kenapa teman kamu sampe keselek begini Adipa? Nama Aa teh aneh ya?"
Kali ini Arikara melotot sampai-sampai mata sipitnya berukuran tiga kali lebih belo. Mulutnya membuka dan menutup. Kenapa dia megap-megap adalah karena sesungguhnya Kara bingung harus bilang apa.
"Kaaaan, reaksi Kara aja begitu. Gimana reaksi anak-anak sekelas?" lagi-lagi Adeeva menyuarakan kekecewaannya.
"Kenapa Adipa? Adipa teh malu sama Aa? Aa nggak apa-apa kok kalo diketawain orang-orang. Memang Aa teh begini kalo ngomong, udah dari kecil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arikara's Story : Love Has Its Own Time
Teen FictionKayaknya salah aja kalo gue berani mencintai di umur gue yang baru segini. Karena menurut gue, cinta itu sesuatu yang bertanggung jawab, yang dewasa, yang belum pantes gue rasain. Ya, ibaratnya kayak anak umur setahun di kasih sambel terasi. Belom w...