Bagian Empat

486 180 13
                                    

"Lo?" dengan ekspresi kaget aku menyambutnya.

"Hey Cla, apa kabar?" tanyanya padaku.

"Ba-baik, Lo se-sendiri gimana James?" dengan ragu aku bertanya balik pada James.

"Gue pengen bicara sama Lo, bisa?" paparnya seperti mengintimidasi menurutku.

James sempat menjadi teman yang sangat dekat denganku, kalau anak jaman sekarang bilang PDKT. Aku mengenalnya dari Angel. Laki-laki itu berada satu sekolah denganku. Hanya saja dia berbeda jurusan. Aku tidak terlalu suka dengan kepribadiannya. Dia suka main perempuan, dengan gaya acak-acakan yang telah melekat pada dirinya, tak lekas membuatnya buruk untuk dipandang. James keturunan Belanda-Indonesia, sehingga parasnya bak bule yang selalu menjadi sorotan siapapun yang melihatnya. Badannya tinggi. Dengan postur tubuh yang pas menurutku, tidak kurus juga tidak terlalu gemuk. Anggota paskibra yang disandangnya tak lekas membuat kulit putihnya berubah warna, dan itu yang kadang membuatku iri pada James.

Huft (buang nafas)
'Orang ganteng gimanapun juga tetep ganteng.'

"Eemm, gimana ya" jawabku bingung. Pikir alasan Cla, alasan, batinku.

Bukannya aku tidak ingin bicara dengan James. Hanya saja, rayuan dan tipu muslihatnya sudah tak mempan lagi padaku. Saat dulu aku dan James PDKT, aku mendapatinya berciuman dengan seorang perempuan di kantin sekolah. Kemudian aku juga mendapati beberapa sms dari gebetannya di HP James. Aku tak ingin berbicara dengannya saat ini, aku benar-benar hanya ingin tidur sekarang.

"Gimana ya James, Gue sudah sangat lelah hari ini. Tak bisakah kita menundanya lain hari?" tolakku sambil mengucek mataku yang entah mengapa berair.

"Tapi Gue maunya sekarang!" ucapnya tegas.

"Gue enggak bisa James" tolakku sekali lagi.

"Apa gue harus nyeret Lo kluar dari kamar itu, baru Lo mau bicara sama Gue" James secara cepat memegang tanganku dan menariknya.

"James, stop!" bentakku pada James.

Aku seperti mendengar bunyi segerombolan orang menaiki tangga, aku berharap mereka bisa membantuku. Aku terlalu takut untuk berdua saja dengan James. Ia memiliki tatapan mata yang membunuh. Walaupun itu tidak mempan padaku, tapi tetap saja. Aku harus berhati-hati dengannya. Bisa saja dia membawaku ke lantai teratas hotel ini, lalu aku didorongnya hingga jatuh ke lantai dasar. Kemudian aku amnesia, menyebabkan aku lupa siapa diriku, lupa siapa namaku, lupa siapa orang tuaku, lupa teman-temanku, lupa dimana aku, lupa semuanya. "aaa..., aku tidak mau", teriakku dalam hati. Tapi khayalanku yang ini sepertinya terlalu berlebihan.

"Hey, ngapain lo James" suara Anna yang tiba-tiba kluar dari kamar hotel mengagetkanku dan James.

"Gue mau ajak Claudia kluar sebentar Ann" kata James pada Anna.

"Gue-" James mempererat genggaman tangannya padaku. Cukup erat, hingga aku merasakan sakit dipergelangan tanganku.

"Lo nyakitin Claudia, James!" suara barito Brian menggema diruangan ini. Seakan mengintimidasi James agar segera melepaskan tangannya dari pergelangan tanganku.

"Apa maksud lo, jangan ikut campur" tegas James pada Brian.

Ternyata suara tadi, berasal dari langkah kaki Brian, Calvin, dan Dika. Mereka bertiga berusaha mengintimidasi James dengan saling bertatapan. Tak ada yang bisa dilakukan James sekarang. Dia hanya seorang diri, sedangkan aku ada bersama empat sahabat yang berusaha melindungiku darinya.

"Baiklah. Aku pergi!" tegas James, sambil berlalu meninggalkan kami.

"Lo enggak papa Cla" tanya Anna sambil mengecek seluruh tubuhhku seperti satpam penjaga pintu di mall.

Taken with My Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang