Bagian Delapan

353 146 20
                                    


Pernah dengar istilah satu untuk selamanya? Aku termasuk dalam penganut istilah tersebut. Tak mudah bagiku membuka hati untuk seseorang. Aku ingin hanya ada satu orang spesial yang akan menemaniku hari ini, esok, dan selamanya. Kedengarannya memang naif, tapi itu kenyataannya. Aku tidak bisa seperti remaja-remaja lain yang hobi bergonta-ganti pasangan. Mengapa demikian? jawabannya aku juga tidak tahu. Bagiku, lebih baik merawat setangkai bunga agar ia mekar dan bisa aku nikmati keindahannya setiap hari, dari pada harus pergi menuju padang bunga dan hanya sekilas menikmati keindahan bunganya.
Aku menemukan Dika berada di cafe dengan sorang perempuan, sepertinya seumuran dengan kami. Sempat aku berniat untuk menjauh meninggalkan tempat ini, menjauhi Dika untuk selamanya. Tapi saat aku pikir-pikir lagi, aku menggagalkannya. Aku pergi untuk menghampiri meja Dika dan perempuan itu.

"Dika" sapaku pada Dika.

Dika sontak mencari asal suara yang memanggilnya. Wajahnya tiba-tiba pucat, seakan sedang ketahuan selingkuh. Ia segera berdiri dan melangkah menghampiriku. Jarak antara aku dan dika saat ini hanya sekitar dua kaki. Dari jarak ini aku sudah bisa mencium bau parfum favoritku, bau Dika.

"Sama temen basket ya?" tanyaku seraya memicingkan mataku.

"Nanti aku jelasin Yang. Duduk dulu yuk" ajak Dika sambil menggeretku menuju mejanya.

Aku hanya menurut dan duduk di sebelahnya. Tak ada suara dariku. Sempat perempuan itu menyunggingkan senyumnya untukku, tapi tentu saja takku hiraukan. Setelah mengetahui aku bertemu dengan Dika, Angel memutuskan untuk duluan pulang ke rumah. Lo dianter Dika ya, katanya.

Satu menit, dua menit, tak ada yang memulai percakapan. Aku hendak berdiri dan meninggalkan cafe ini. Tapi Dika mencekal tanganku.

"Mau kemana?" bisiknya padaku.

"Pulang" jawabku singkat.

"Kamu tunggu bentar. Kalau gini pasti kita bakal marahan"

"Nunggu apa?"

"Sepuluh menit" tawarnya.

Aku tak menjawab apapun. Hanya diam sembari menyapu pandangan ke seluruh sudut cafe. Nampek beberapa anak SMA yang sedang berkumpul dengan teman sebayanya, beberapa orang dewasa sedang menikmati kebersamaan dengan sahabat-sahabatnya, ada juga beberapa pasangan yang sedang bercanda dan saling menyuapkan makanan. Aku baru sadar kalau tempat ini cocok untuk segala kalangan. Buktinya saja cafe ini tak pernah sepi, selalu ramai pengunjung dari semua usia dan kalangan.

"Itu mereka turun" ujar Dika memecahkan lamunanku.

"Siapa?" tanyaku.

"Temen"

Tak kurang dari sepuluh menit beberapa teman Dika turun dari lantai dua. Empat laki-laki dan tiga perempuan. Apa yang sedang mereka lakukan sebenarnya, batinku.

"Kenalin, ini temen-temen basket aku"

"Roy"

"Mickle"

"Nova"

"Lira"

"Manda"

"Vicki"

"Anda" ujar mereka bersahutan.

"Kenalin, Claudia. Pacar gue" ujar Dika memperkenalkanku.

"Claudia" ujarku memperkenalkan diri.

"Jadi lo ketahuan selingkuh Dik?" ujar Mickle sambil mencolek lengan Dika.

"Bacot lo, ngacok. Jelasin gih. Keburu cewek gue marah" ujar Dika mengintruksi Mickle.

Taken with My Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang