Bagian Sepuluh

293 87 14
                                    

"Sekarang jelasin sama gue, kenapa Lo ninggalin gue di minimarket sama James" tuntutku pada Angel yang baru saja aku seret ke teras belakang rumah Calvin.

"Gue punya alasan yang enggak bisa gue kasih tau ke Lo sekarang Cla" ujar Angel.

"Maksud Lo?" tanyaku yang bingung dengan perkataan Angel.

"Gue enggak ada hak buat ngasih tau Lo Cla, nanti kalau waktunya udah tiba. Lo pasti tau" ujar Angel seraya memelukku.

Apa yang sebenarnya terjadi?, pikirku.

Aku merasa bahuku basah saat Angel memelukku.

"Lo enggak ngeces kan Ngel?"

"Enak aja, enggak kok!" bantahnya.

"Yaudah masuk yuk" ajak Angel sambil mendorong bahuku agar berjalan di depannya.

Aku merasa ada yang tidak beres dengan gelagat Angel, tapi Angel adalah temanku. Aku yakin ia tidak akan lama menyembunyikan sesuatu dariku.

Bakalan aku tunggu sampai Lo mau cerita semuanya Ngel, batinku.

Melangkah menuju ruang tengah, tempat yang lain sedang berkumpul. Aku memergoki Brian sedang mojok dengan Anna di depan kamar mandi.

Aku merasa tak nyaman di dalam hati, seperti rasa kaget bercampur cemas. Entah mengapa rasa itu tiba-tiba datang.

"Cie..., yang lagi mojok" ujarku sambil menutupi ketidaksukaanku dengan apa yang aku lihat.

"Iyalah, emang Lo aja" ucap Anna.

Seakan kehabisan kata-kata, aku hanya bisa tersenyum sambil memandang muka Brian yang sedari tadi melihatku dengan tatapan tajam.

"Yang" panggi Dika dari ruang tengah.

Aku segera melanjutkan langkahku dan mendaratkan pantatku di samping Dika duduk.

"Yang, duel?" ajaknya sambil mengarahkan satu stick PS padaku.

"Aku yang slow, kamu fast. gimana?" perintahku sambil mengatur setting pada game Gitar Hero.

"Enggak adil banget" ujar Dika sambil mencubit hidungku.

"Kamu kan sering baget main ginian Yang. Ya pasti aku kalahlah" ujarku dengan sedikt merengek.

"Tapi tetep aja Yang. Kamu slow, aku medium" tawarnya.

"Oke, mulai" ujarku sambil menekan tombol start.

Permainan berlangsung dengan sengit, skor saat ini masih imbang, tiga sama.

"Oke, ini penentuan ya. Go" tukas Dika.

"Yah, belum Yang. Aku belum siap" ujarku.

"Kalah sih kalah aja" ujar Dika sembari mencium rambutku.

"Heh kalian pasangan mesum. Makan enggak? ada bakso Mang Diman noh" ujar Calvin dengan membawa mangkuk di tangannya.

"Sini gue yang bawa" ujarku sambil merampas tumpukan mangkuk dari tangan Calvin.

Ketika kami main di rumah Calvin, sosok Mang Dimang adalah tokoh yang paling dinanti. Bakso paling murah yang masih aku temui di abad 21 ini. Cukup lima ribu rupiah, mangkuk dijamin penuh. Segala macam isian bakso kecuali pentol, Mang Diman jual seharga seribu dapat empat biji. Sempat aku menebak bahwa bakso ini sudah dimasuki berbagai bahan yang tidak-tidak. Tapi saat aku mengetahui rasa nikmat dari bakso tersebut, aku menampiknya. Mau gimana lagi, cocok untuk kantong pelajar sih.

"Gila Lo Cla, cabe lo segitu banyak. Bangkrut nanti Mang Dimang" ujar Calvin sambil memperhatikan mangkukku.

"Cabe lagi murah Vin" bantahku sambil berlalu meninggalkannya.

Taken with My Best FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang