In The Name

17 5 1
                                    

Sydney Rain.

Itu adalah sebuah nama.

Aneh?

Oh ayolah, itu sangat keren.

Tapi alih-alih mempunyai nama Rain yang berarti hujan, aku malah menyukai senja dan pelangi. Kau tahu? Mereka lebih keren dari pada ribuan air yang jatuh ke bumi. menyedihkan, itu menurutku.

"Kamu bisa jatuh jika duduk disitu. Hati-hati."

Aku menoleh mendengar suara serak asing yang menggangguku saat sedang memandang senja dengan kaki menggelantung disisi tebing. "Aku sudah terbiasa. Everyday and i'm okay."

Pria itu tersenyum kecil. Sungguh. Senyum itu menular dan sangat manis. Lebih manis dari caramell machiato kesukaanku.

"Sering kesini rupanya."

Eh?

"Kamu bilang everyday 'kan?"

Oh! Apa?

Aku mulai waspada. Ia bisa membaca pikiran? Astaga.

Tiba-tiba pria itu terkekeh. Membuatku mengernyit aneh. "Kamu ini kenapa sih? Ekspresi-mu itu lho."

Memangnya ada apa dengan ekspresi-ku?

"Apa?" Tanyaku masih menatapnya aneh.

"Ya. Kamu ini orang yang sangat ekspresif ya? Sampai aku bisa membaca apa yang kamu pikirkan lewat wajahmu." Cetusnya sambil memandang lurus pada mataku. Aku bisa lihat warna matanya yang cokelat jadi nambah cokelat karena sorotan senja. Ah pria ini!

Karena tidak tahu harus merespon apa, jadi aku hanya mengangkat kedua bahuku sebentar lalu kembali menatap senja.

Aku bisa merasakan tempat kosong disebelahku terisi. Pria serak yang bisa membuat perumpuan mana saja meleleh hanya dengan mendengar suaranya itu yang duduk disampingku.

"Siapa nama-mu?"

Oh gantleman.

"Kamu dulu."

Ya. Masa bodo. Aku memang selalu seperti ini bila ditanyakan nama karena aku harus mengetahui nama orang asing itu dulu, lalu setelahnya ia akan menanyakan banyak hal seputar namaku.

"Reader Timeson."

Apa?! Astaga aku hampir meremehkan nama itu dan nyaris tersedak liurku sendiri.

Tapi kemudian aku tersenyum lebar. Kita mempunyai nama yang... kau tahu.

"Jangan menyeringai seperti itu. Aku tahu itu terdengar aneh."

"Ah! Tentu saja tidak! Kamu salah paham, Read.." aku mengibaskan tanganku. Dan ah, bukankah nama panggilan itu terdengar erm.. unik?

Reader tersenyum tipis. "So, what is your name?" Tanyanya sambil mengangkat kedua alisnya.

Aku berdehem. "Sydney Rain?" Nadaku seperti pertanyaan.

Reader mengernyit. "Likes town, eh?"

"Yeah, of course." Aku membentuk garis tipis pada bibirku. "Kamu sendiri, bagaimana?" Ini bukan singgungan. Sungguh.

Dia terkekeh. "Waktunya membaca. Tapi aku lebih suka melukis."

Lagi, kita punya kesamaan.

"Ya. Kamu tahu? Mungkin do'a pada namamu tidak terkabul."

Sambil mengedikkan bahunya, dia menjawab. "Likes you, right? Bukannya menanti hujan, Kamu malah berdiam disini menikmati senja. Everyday?"

Pena.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang