#3 lhè: Yang Galak Di Lapangan

690 42 2
                                    

(Selamat menikmati dan jangan lupa tinggalkan jejakmu, Dear...)

Bagian Lhè #3
Yang Galak di Lapangan...
"...Sejak awal bertemu aku tahu rasa itu. Namun tak mungkin aku untuk memilihmu..."

::

Coba bayangkan bila di padang luas afrika kita dikejar oleh seekor singa lapar yang ingin memangsa kita, mau lari? Rasa-rasanya percuma, karena kecepatan singa saat berlari bisa mencapai 80 km perjam atau setara dengan kecepatan rata-rata mobil angkutan umum saat ngebut. Satu-satunya cara agar selamat dari kejaran singa hanyalah memanjat pohon dan berdoa (terlalu mendramatisir, by the way). Padahal perlu diketahui, bahwa singa bukanlah yang tercepat, karena ia hanya berada di urutan ke 4 dari daftar 7 yang tercepat tercepat (80 km per jam cuma peringkat empat?) lalu yang nomer satunya sekencang apa? Mau Tau?

...

...

Yang pertama tercepat adalah takdir.

Hidup yang kita jalani terkadang terjadi di luar rencana, right?

Yang kedua tercepat adalah-masih-takdir.

Malam minggu yang di rencanakan akan berakhir indah dan penuh suka cita malah dihiasi dengan pergumulan dua cowok sok jago. Ending-nya Gabriel keluar dari kosan Aggnie setelah meneriaki "KITA PUTUS!" tepat di depan wajah pucat pasi cewek itu.

Yang ketiga tercepat adalah-juga-takdir.

Wajahnya yang pucat dan sudah banjir airmata berangsur-angsur mengeras lalu tamparan pun didapatkan Chakka malam itu. Pipinya yang putih seperti bayi seketika memerah. Merona seperti memakai blash on. Kalau di sana ada senjata nuklir, Aggnie sudah membombardir Chakka. Seenaknya Chakka mengatakan sebuah kebohongan maha dahsyat. Hubungan tiga tahunnya bersama Gabriel, yang mereka bangun susah payah-mencoba sabar dengan keteledoran Gabriel dan backstreet dari keluarga-hancur lebur begitu saja seperti gelembung balon. Chakka yang penuh kuasa memosisikan dirinya sebagai seseorang yang berbuat tanpa berpikir.

Yang kelima tercepat (keempat singa, remember?) adalah-ternyata-takdir.

Gempa berpotensi tsunami yang menerjang Aceh 2004 silam kalah dahsyat dengan gempa parsial yang mengguncang seluruh tubuh cewek itu. Dari ujung rambut sampai ujung kaki semua bergetar hebat. Signal-signal ke konjungtiva-nya pun bekerja ekstra-mengatakan bahwa akan ada titik-titik bening yang siap meluncur lebih banyak dari matanya yang sangat merah. Ia sempat lupa beberapa detik caranya bernafas.

Yang keenam tercepat adalah-juga-takdir.

Airmatanya seperti hujan di bulan september, oktober, november, desember yang terus jatuh tanpa henti, tanpa ampun. Malah semakin banyak. Ia duduk meluruh di depan pintu kosan. Limbung. Linglung. Chakka memeluknya. Dan ia tak peduli.

Yang ketujuh tercepat adalah-memang-takdir.

"Lo jahat banget. Jahat banget." Lirih Aggnie. Tubuhnya seperti tak bertulang. Kenyataan beberapa menit sebelumnya masih terekam jelas-dan sepertinya akan menjadi memori permanen. Aku sungguh tidak mengerti apa yang terjadi, cabut saja nyawaku, Tuhan.

Dan la-la-la, dan la-la-la, dan la-la-la...

Aggnie gak mau mengingat keseluruhan dialognya. Itu semua bisa-bisa akan memecahkan kepalanya.

And the,,, Inikah takdir? Takdir? Really?

Ini neraka, neraka. Aku bersumpah ini akan menjadi akhir segalanya.

Bercita-cita dilamar, lalu menikah, honeymoon (itu harus!), punya baby, masa tua yang indah. Tapi bukan dengan CAKRAWALLA, 'kay? I hate him. Very hate him. Bagian mana yang takdir? Bagian cowok itu membuat pengakuan hoax di depan Gabriel? Pengakuan gila yang kalaupun Aggnie benar-benar gila, ia gak akan gunakan pengakuan itu. Atau bagian saat papa tiba-tiba nyuruh Aggnie kembali tinggal di rumah dengan alasan chessy-too-much-nya? Atau bagian Kak Ray yang super otoriter, bossy la-la-la beserta seluruh tindak tanduk penjajah wanna be tapi malah anteng aja pas Chakka bilang hari pernikahannya dipercepat? Atau bagian saat ini AGGNIE SEDANG BERDIRI GAMANG DI DEPAN CERMIN DENGAN KEBAYA PUTIH LENGKAP?

YOUKAUGATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang