#6

944 33 0
                                    

Bagian Nam #6
Senja ini merah...
“...Janganlah pergi oh baby baby mengapa? Apa yang kurang dari aku apa coba? Kan ku berikan padamu malam sempurna. Buatku menganga, kau buatku WOW...”

::

Dengan hati-hati Chakka membaringkan tubuh Aggnie di ranjang. Hari ini cewek itu sudah boleh keluar dari rumah sakit. Tapi sudah seminggu ini mereka berdua tidak berkomunikasi sama sekali—kecuali saat papa Aggnie, mama Chakka, dan Kak Ray berkunjung. Secara otomatis dan mau gak mau, sandiwara mesra la-la-la pun harus jadi pilihan.
Sebenarnya, Cuma Aggnie yang ogah ngomong sama Chakka, tapi gak dengan Chakka. Cowok jangkung itu terus berusaha mencari celah untuk mendapatkan maaf dari Aggnie. Selama Aggnie di rumah sakit, Chakka gak pernah masuk kantor. Dia alihkan semuanya pada bawahan kepercayaannya. Sampai begadang ngejagain Aggnie. Tiap pagi memapah Aggnie ke kamar mandi karena Aggnie kena sindrom morning sickness yang lumayan parah banget. Kata dokter, itu efek karena Aggnie terlalu banyak pikiran. Dia jadi stres dan bayinya ikutan stres.
“Kamu mau makan apa? Biar aku cariin.”
“Gak perlu. Mau tidur, ngantuk.” Seru Aggnie datar. Ia tarik selimut sampai leher.
“Aku temenin ya?”
“Terserah.”
Sejak kejadian mereka bertengkar hebat di rumah sakit tempo hari, Chakka berinisiatif untuk lebih bersikap sebagaimana kehidupan suami-istri pada umumnya. Menghilangkan kebiasaan gue-lo yang emang gak sinkron dengan keadaan yang seharusnya. Menggantinya dengan aku-kamu—terdengar lebih lembut dan romantis. Berusaha sekuat tenaga menekan egonya—ingat? Chakka kan super bossy. Pokoknya, gimanapun caranya, Chakka terus mencoba bersikap lebih baik dari sebelumnya.
Saat pertengkaran tempo hari (yang di rumah sakit pasca Aggnie sadar itu lho, remember ?), Chakka melihat gurat terluka yang sangat mendalam dari mata cewek itu. Chakka sudah konsultasi dengan dokter juga Sreevia. Dari keduanya ia menyimpulkan bahwa Aggnie butuh kasih sayang dari dirinya.
“Heh, lo sadar gak sih selama ini lo itu nyebelin banget?” Tanya Via sinis. Ia menghembuskan asap rokok mentholnya ke muka Chakka. Tapi cowok itu gak ngerespon. Kentara banget depresinya. Kasian la-la-la deh kamyuu, Cakrawalla. “Lo itu ya, Kak, super bossy, songong, sombong, angkuh, dan segalanya yang jelek-jelek itu ada di sifat dan sikap lo.” Tandasnya tanpa perasaan. Bodo’, peduli banget ama perubahan warna muka cowok itu. Via terus aja ngoceh kayak petasan. Itung-itung curcol juga sih, by the way.
“So, menurut lo, gue harus apa?”
“Ya berubahlah.” Seru Via geram banget. Chakka ini emang gak pernah ngerasa dosa sama sekali, by the way. Oh Lord... Via udah habis akal banget deh sama sifat sepupunya yang satu ini. Gagal paham banget. “Cuma pasutri stres yang ngomongnya gue-lo—yaitu kalian. Cuma pasutri gila yang stres pas dikasih anak—yaitu kalian.” Via cocok deh jadi hakim. Ngenes banget pernyataan-pernyataan yang dia lontarkan. Chakka sangat tertohok. Kayak dipalu tepat di jantungnya. “Pake aku-kamu kek, lebih mesra kek, lebih romantis.”
Chakka ngangguk-ngangguk.
“Kak, wanita hamil itu maunya disayang-sayang. Dimanja-manja. Ngerti gak lo?”
“Iye. Terus?”
“Pokoknya, lo harus buang semua kebiasaan buruk lo. Katanya nikahin Aggnie karena cinta, ini kok kayak drama perjodohan di tipi-tipi, sih? Penuh dramatisasi dan airmata buaya. Lebay juga alay.” Via mencibir.
“Untung lo sepupu gue, Vi. Kalo gak, udah gue libas lo.”
Via ketawa-ketawa aja. Dia tau itu Chakka ya pasti bercandalah. Buktinya, setelah sesi konsultasi selesai, Chakka langsung ngacak-ngacak sayang rambutnya Via dan memeluk adik sepupunya itu. Ia cium ubun-ubun Via dengan penuh kasih sayang. Via seneng banget. Dia balas memeluk Chakka dengan manja. Jauuuuh sebelum Cakrawalla tumbuh dewasa, Chakka adalah sosok yang maniiis banget. Via kecil selalu dimanjain oleh Chakka kecil. Dan tahun demi tahun mengubah semua itu jadi hal yang aneh. Chakka kecil yang manis ternyata tumbuh jadi Chakka si bossy yang iyuuh-too-much la-la-la deh. Gak ngerti banget kenapa. Pengaruh globalisasi kali ya.
“Vi, ambilin minum kek. Haus nih gue.” Balik lagi!. “Yang dingin. Gelasnya yang gede.”
Via tersungut-sungut ke dapur.
::
Aggnie tertatih-tatih keluar dari kamar mandi. Biasanya morning sickness, ini kenapa jadi night sickness sih? Udah tiga kali dia bolak-balik ke kamar mandi—mual dan pusing. Endingnya muntah kayak orang kesurupan. Bubur yang tadi ia makan keluar semuanya. Kayaknya vitamin-vitaminnya juga ikutan keluar deh. Gak tau ah, kepala Aggnie pusing banget.
Cewek itu meluruh di dinding dekat pintu kamar mandi. Lemes banget. Buat jalan ke tempat tidur aja gak sanggup. Benar-benar payah.
Biasanya Chakka yang memapahnya, yang memijat tengkuknya saat ia muntah-muntah, yang membersihkan mulutnya dengan tisu, yang kembali memapahnya ke tempat tidur. Lalu memijit keningnya, mengolesi minyak kayu putih, lalu menyelimutinya, me—OMG kenapa Aggnie jadi sebergantung itu ke Chakka sih? Dan kenapa juga dia jadi nyesel sendiri mengijinkan Chakka lembur?
Pasti ada yang salah sekarang—Aggnie kangen Chakka. Pengen peluk Chakka. Huwaaaa, inikah yang namanya NGIDAM? Tidaaaakkk....
Setelah terasa tenaganya udah lumayan pulih, Aggnie bangkit lalu tiduran di tempat tidur. Dia jadi uring-uringan. Balik sana, balik sini. So cheesy. Aggnie gak mungkin nelpon Chakka dan nyuruh Chakka pulang sekarang. Aggnie melihat jam, masih jam tujuh. Dia harus menunggu tujuh jam lagi sampai Chakka pulang—karena udah selesai lembur. OMG, Aggnie gak tahan-too-much kalo harus nunggu selama itu. Gak bisa, gak bisa.
Dia bangkit, nyalain tv.
Lalu, keluar kamar, makan es krim sisa kemarin.
Selanjutnya, duduk di taman belakang sambil ngitungin bintang.
ENOUGH!
Aggnie balik ke kamar, ngambil BlackBerry, nelpon taksi.
::
Satpam C-Record memicing curiga saat melihat sosok yang sedang berjalan lambat ke arahnya. Tapi matanya langsung membulat sempurna. Wajahnya ia buat sewajar mungkin. Saat sosok itu melewatinya, satpam tersebut langsung mengangguk hormat.
Siapa sih yang gak kenal dengan Nyonya Willyan? Yang cantik banget itu walaupun saat ini dia ke kantor suaminya dengan memakai piyama, sendal jepit, dan pake kacamata bening. Tapi kesan ‘barbie’-nya tetep tak hilang. Secara semua yang ia pakai serba warna pastel begitu.
Di lantai dua.
Aggnie tersenyum canggung pada beberapa karyawan yang sedang lembur—juga. Ia percepat langkahnya agar lebih cepat mencapai ujung koridor, dan tentunya ingin cepat menghindari tatapan-tatapan aneh dari karyawan. Aggnie menyesal tadi gak ganti baju dulu. Gak kece banget ke kantor dengan style tidur begini. Untung ia sempat sisir rambut dan menyambar kacamata.
Harusnya, Chakka yang kaget setengah mati dengan melihat kedatangan Aggnie. Tapi terbalik. Aggnie menolak pelan pintu ruangan Chakka. Ia takut ngagetin, dan juga sebenarnya lagi nyari jawaban kalau-kalau Chakka menanyakan kenapa dia bisa ke sini malam-malam begini. Tapi, saat pintu terbuka, yang ia lihat adalah Chakka yang tidur tengkurap di sofa. Kemeja birunya udah kusut banget.
Aggnie mendekat. Ia perhatikan lekat-lekat wajah cowok itu. Ada lingkar hitam samar di bawah matanya. Wajahnya juga pucat. Aggnie tertegun—pasti cowok ini kelelahan sekali. Dan... Itu pasti gara-gara menjaga dirinya. Aggnie terduduk lemas. Betapa jahatnya dia. Betapa teganya dia.
“Egiii...”
Chakka mengigau lirih. Iya ubah posisi tidurnya jadi menyamping—menghadap ke Aggnie. Bibir cowok itu bergerak-gerak pelan.
Tangan Aggnie terangkat ingin mengelus pipi cowok itu, lalu urung. Masih ada sedikit gengsi dan ego. Oh, c’mon, Aggnie. Do it. Just, do it. Apa susahnya sih? Hanya mengelus dan menampakkan bahwa ia juga peduli pada cowok ini.
Pengen peluk!
Degg... Keinginan itu semakin membara.
“Eh,,, Egi?”
Aggnie tersentak dari lamunannya. “Eh, oh. Hei. Udah bangun?”
“Kamu ngapain ke sini?”
“Hah?” Aggnie membenarkan letak kacamatanya. Sekadar memperlambat saja. “Itu, itu, iseng aja.”
“Iseng?” Tanya Chakka dengan dahi berkerut. Ia bangkit, lalu merapikan kemejanya.
Refleks, Aggnie juga ikut merapikan kemeja Chakka. Ia kancingkan dengan benar, ia buka gulungan lengannya lalu menggulung lengan kemeja itu dengan lebih rapi. Ia rapikan kerahnya. Selesai. Lalu Aggnie melempar senyum yang maniiiiiis sekali. Oh Lord...
Chakka bengong. Tak berkedip. Antara bingung dan tak percaya. Tapi juga seneng-too-much.
“Egi...” Desisnya.
Jarak mereka sangat dekat. Chakka sampai bisa mencium aroma green tea yang terkuar dari tubuh gadis ini. Chakka memeluknya. Menumpukan dagunya di bahu cewek itu. Lalu menghirup dalam-dalam aroma yang terkuar dari leher cewek itu.
Dan cewek itu, ia menangis tertahan. Sekarang ia bisa merasakan detak jantung Chakka yang beradu dengan detak jantungnya sendiri. Berpadu. Berirama. Dan menenangkan.
Aggnie membalas pelukan Chakka.
::
Sambil menguap lebar, cowok itu menyentuh puncak kepala Aggnie. Mengelusnya perlahan. “Balik ke kamar. Di sini dingin banget.”
“Bentar lagi.”
Dengan rambut acak-acakan Chakka menyundul pelan kepala Aggnie. Lalu berjongkok di depannya. Menatap matanya. Tersenyum hangat, sambil mengetuk-ngetuk kening Aggnie. Akhir-akhir ini mereka memang selalu begini.
“Bandel banget sih lo?” Tanya Chakka geram.
“Lo udah bilang itu lima ribu kali.”
Cengiran konyol cowok itu perlihatkan. “Oh ya? Bukannya enam ribu kali?”
Aggnie mendengus. Ledek la-la-la aja terus. Dasar. Chessy-too-much gombalannya.
“Yaampun, jangan ngambek donk. Gue bercanda kali, Egi.”
Aggnie tersengut-sungut menatap wajah si bossy itu. “Ini bercanda kali ke tujuh ribu.”
“Dasar.” Ia menarik tangan cewek itu. “Masuk. Nanti bersin-bersin lo makin parah.” Ia menatap Aggnie dalam-dalam. “Gue yang repot.”
Aggnie mendelik. “Ini udah ke—
“—sepuluh ribu kali.” Potong Chakka.
Mau tak mau Aggnie terkekeh juga. Lalu menjitak kepala Chakka. Dan masuk dalam rangkulannya.
“Buatin gue susu.”
“Iya.”
“Roti juga.”
“Iyaaa...”
“Sambil nonton deh.”
“Ih, iyaaa Egiii...”
Aggnie tadi kurang kerjaan la-la-la konyol-too-much membersihin lantai kamar mandi pakai sikat gigi. Ini efek insomnia yang beberapa hari ini menyerangnya habis-habisan. Biasanya ia akan lapar, atau nonton tv, atau sumthin’ yang lebih kece dari ‘menyikat kamar mandi’. Cewek ini heran, ternyata ada juga ngidam yang iyuhh-too-much begini. Menyikat kamar mandi? Waddehel?
Terlepas dari ngidam-ngidam yang super cheesy itu, ia juga kadang suka gue-lo-an sama Chakka. Seru aja. Padahal menurut Chakka itu tuh gak logika banget. Mana yang Via bilang kalau orang hamil itu mau disayang-sayang? Dimanja-manja? Manja-manjaan pake gue-lo itu tuh kayak dua manusia lagi berusaha romantis tapi suck. Apaan tuh. Bangai.
“Pakai selai apa, Gi ?”
“Nanas.”
“Gak boleh makan nanas.” Peringat Chakka lembut. Beuh, selain pernyataan-pernyataan la-la-la tadi, Aggnie ini juga suka minta yang aneh-aneh. Minta es krim rasa durianlah, selai nanas lah, minta pepsilah. Gak sekalian minta beling? “Coklat aja ya?”
“Gak mauuuuu....” Aggnie merengek manja. Ia peluk tubuh tegap Chakka dari belakang. Ia lesakkan kepalanya di punggung cowok itu. Terhiruplah aroma lemon bercampur keringat yang sangat memabukkan. Rasanya ingin menarik ke kamar dan membuat cowok ini ‘kalah’. Yeah, thinking aja deh ya. “Mau yang nanaaaas...” Pelukannya makin erat.
“Egi, nanas itu panas. Gak boleh ya...” Ia elus lembut permukaan tangan Aggnie yang melingkar erat di perutnya.
“Mau nanaaasss...”
“Egi...” Ia berbalik menghadap cewek itu. Ia elus pipinya. Muka Aggnie sudah ditekuk-tekuk. Kesel-too-much sama Chakka. Gak ngerti la-la-la deh sama orang yang lagi ngidam. Terkadang keinginannya susah diredam dan kalo gak dituruti anaknya bisa ileran. Amit-amit, amit-amit. “Dikiiiit aja ya?”
Aggnie mengangguk antusias. Ia peluk tubuh tegap itu lebih erat dari yang tadi. “Iyaaaaa...”
“Dasar kamu, ya. Kalo udah ngidam suka maksa. Dan selalu masang tampang innocent yang kamu tau banget jadi senjata ampuh buat aku .”
“Yeah, I am.” Lalu ia terkikik kecil.
Dalam adegan Mr. And Mrs. Smith yang paling keren adalah perkelahian antara suami istri itu. Saling tendang. Saling hajar. Saling tembak. Malah lempar-lemparan granat. Lalu John gak tega menembak Jane saat keduanya sudah saling mengacungkan senjata laras panjang. Begitu juga dengan Jane. Yang malah menangis, membuat John memeluknya dan lalu dan lalu dan la-la-la. Sumthin’ yang mereka rindukan selama ini—saat bertengkar. Lalu, Chakka gak mustahil bisa tiba-tiba sangat mencintai dan menyayangi Aggnie. Apalagi cewek pecinta warna-warna pastel itu kini sedang mengandung buah cinta mereka. OMG, so chessy-too-much pernyataan barusan. Skip, skip, skip,,,
“Gi, aku belum dapat model untuk debut yang aku tangani kali ini.” Chakka menyodorkan segelas besar susu pada Aggnie. Ia duduk di samping cewek itu. “Semua model yang biasa kerjasama lagi pada sibuk. Jadwal mereka padat.”
Aggnie mengangguk-angguk pelan sambil meneguk susunya. “Terus, gimana donk? Ehm, Via aja gimana? Dia kan tergolong kayak model juga.”
“Udah. Tapi tetep gak bisa. Via harus ke bandung katanya. Ada proyek buat tugas akhirnya.”
“Lalu?”
Chakka mengangkat bahu. Beberapa detik ia terdiam sambil menatapi Aggnie. Mata Aggnie yang bulat bening, kayak mata barbie. Rambutnya hitam lurus sepinggang. Langsing, tinggi, kulitnya bersih. Chakka hampir menganga lebar. Kenapa dia gak pernah sadar bahwa ada sosok yang wow-too-much di dekatnya selama ini? Yang selalu menemani hari-harinya beberapa bulan ini. Senyum sumringah Chakka langsung terbentuk. Senyuman yang seperti memenuhi seluruh pipinya. Mata hazelnya pun seperti ikut tersenyum.
“Aku menemukan modelnya.”
“Oh ya?” Tanya Aggnie bingung. Tapi dia ngangguk-ngangguk aja. “Siapa?”
Chakka sudah akan menjawab, saat kemudian matanya menanggap sesuatu yang—ada sisa susu di sudut bibir cewek itu. Chakka mendekati Aggnie. Menghirup dalam-dalam aroma green tea yang entah kenapa sangat memabukkan. Lalu kecupannya jatuh di sudut yang ada sisa susunya itu. Ia kulum perlahan. Membuat cewek ini tiba-tiba tersentak seperti tersengat lebah.
Aggnie membuka mulutnya, memberi Chakka ruang lebih banyak. Ia biarkan lidah Chakka melesak masuk, seperti mencari-cari sesuatu. Cewek itu seperti melayang saat Chakka tiba-tiba menggendongnya, membawanya ke kamar, dan merebahkannya di tempat tidur. Chakka ingin ruang yang lebih besar untuk mengeksplor dan menuntaskan desakannya. Kembali ia menindih cewek itu, menciumnya, membelai seluruh tubuhnya.
Give me, give me...
Give me moreeee...
Uhhh...
::
Cewek itu hampir saja melempar Chakka dengan mug besar yang ia pegang. Untung Key—karyawan C-Record bagian make-up, cekatan menahan tangan Aggnie. Cepat-cepat ia sembunyikan mug besar tadi. Kalau benar melayang dan menghancurkan muka bosnya, dia bisa kehabisan stok pencerahan mata dongseee. Tanpa sadar Key menarik lebih kuat belt yang meliliti pinggang Aggnie.
“Aww, heh, lo mau buat gue keguguran?!” Maki cewek itu. Dia kaget banget. Untung belt itu terbuat dari spon yang lembut. “Pelan-pelan donk. Chakkaaaa....”
“Apa sayang?” Sahut Chakka sambil kembali fokus melihat ke monitor. Ia sedang melihat hasil rekaman take pertama. Cukup bagus. Aggnie ternyata jago akting juga. Ah, Chakka lupa. Aggnie kan mahasiswa Fakustra, ya sudah makanannya akting-akting begini. Dia sangat natural dan mendalami.
“Kenapa kamu gak bilang kalo ada sepuluh take?”
“Kan satu take paling-paling setengah jam.”
“Chakkaaaaa...” Aggnie merengek kesal. Ia pelototi si tukang make-up itu, lalu ia melongos pergi ke tempat Chakka. Penuh kekesalan ia tarik tangan cowok itu. “Gaun-gaunnya ribet banget tauuu.”
“Egi, tinggal satu take lagi. Sabar ya.” Chakka mengelus lembut rambut cewek itu. Ia berikan senyum paling manis. “Abis ini kita langsung pulang, atau kamu mau jalan-jalan dulu?”
“Gak perlu!”
“Gi, Gi, Egiii...”
Tak ia pedulikan panggilan bertubi-tubi itu.
Dua jam kemudian take untuk hari ini selesai. Aggnie kabur duluan ke ruangannya Chakka. Dia udah sumpek-too-much dengan ruangan pembuatan video clip tadi. Ruangan yang didekor penuh ranting dan daun kering. Cantik sih sebenernya. Tapi, berhubung Aggnie lagi bete, jadi bye-bye deh ya.
“Kita pulang sekarang?”
“Bentar lagi. Aku capek banget.”
Ada rasa khawatir dan kasian yang berbaur di hati Chakka. Ia sedikit menyesal meminta Aggnie untuk menjadi modelnya kali ini. Look, Aggnie jadi capek banget begitu. Dia takut itu akan berefek buruk pada kandungan Aggnie.
“Jangan ikutan bikin Mama capek ya sayang. Tenang-tenang aja di dalam.” Aggnie mengelus-elus lembut permukaan perutnya.
Dari pintu, Chakka tersenyum haru.
So beautiful you are.
::
Note (kamus Bahasa Aceh) :
Bangai : Bodoh

YOUKAUGATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang