4. Karma

235 71 10
                                    

"Ja, kamu mau makan apa?" Jacob masih memegang erat tangan Dija dan menariknya kesana-kemari menawarkan semua makanan yang ada di kantin.

"Ah ini aja deh Jac. Mi Ayam Bakso."

"Ntar gendutan loh." ejek Jacob.

"Biarin. Biar aku tau mana yang ngeliat dari hati, dan mana yang ngeliat dari fisik." Dijah ngomel sambil mencari tempat duduk untuk makan.

"Aku ngeliat dari hati kok Ja." Jacob menatap mata Dija seakan ingin memberitahu bahwa ia sangat mencintainya.

"Ah Jacob, itu Mi Ayamnya udah siap. Aku ambil dulu ya." Dija malah mengelak dan melepaskan tangan Jacob.

-Khadijah POV-

Aku takut Jacob..

Kita berbeda. Tak seharusnya kau mempunyai perasaan itu kepada ku.

Aku tau kau menyayangi ku sejak lama. Karena itu aku tak bisa lebih jauh dari ini. Aku tak mau kau menderita karena ku.

"sini aku aja yang angkat mangkuknya. Silahkan menunggu disana tuan putri." Jacob mendongak ke sebuah meja disudut kantin, lalu mengambil kedua mangkuk yg kami pesan tadi.

Sesampainya di sana aku hanya fokus pada makananku dan berharap Jacob tak membahas soal itu lagi.

"Dija. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Jacob berhenti menyantap makanannya dan sekarang mulai kelihatan serius. "Mungkin ini agak aneh. Tapi.." Jacob terdiam sejenak.

"Dalam keluargaku, saat makan seperti ini dilarang keras berbicara. Jadi ceritanya nanti aja ya di kelas." Aku sedikit panik dan menyudahi makananku.

"Sudah selesai Ja? Cepat amat. Nih ambil punyaku kalau masih lapar."

Teng! Teng!

"Ah maaf Jacob, udah bel. Ayo kita ke kelas. Aku duluan ya. Makasih makanannya." Dengan segera aku menuju ke ruang kelas.

Sesampainya diruang kelas kami belajar seperti biasanya. Namun, ada 1 hal yang kurang.. "Canda dan Tawa" Beberapa kali Jacob bercanda dan beberapa kali pula Jacob mencoba mengusik ku. Tapi aku hanya bisa diam dan terkadang marah dengan tingkahnya.

"Apaan si Jac! Lagi belajar tau!" Ku hempas tangan Jacob yg sedari tadi mengganggu ku.

"Kenapa si Ja? PMS?"

"Bukan urusanmu." Balasku kasar.
Aku pergi meninggalkan Jacob dan duduk disebelah Azka.

Azka adalah salah satu siswa di sekolah ini yang mempunyai banyak prestasi. Wajahnya manis, hidungnya mancung, kulitnya putih, tinggi dan berat badan ideal. Namun banyak yang membencinya karena ia sangat tidak bersahabat dan terkenal sebagai dewanya pelit dalam belajar, apalagi ujian. Di kelas, ia selalu duduk sendiri, main sendiri, dan terkadang juga bicara sendiri.

"Azka ajarin aku dong, aku ketinggalan pelajaran karena si curut satu itu." Mataku mengarah ke samping seakan menunjuk Jacoblah penyebabnya.

Sesaat setelah aku meminta penjelasan dari Azka, aku mendengar seseorang berbisik di belakangku.

"Heh Dija, percuma ngomong sama dia. Jamin deh, dia gak akan jelasin apapun. Aku juga pernah gitu, bahkan sampai memohonpun dia hanya diam. Padahal aku temannya dari kelas 5 SD dulu." Helena menarik nafas dan berusaha untuk sabar.

"Buka halaman 176 buku paket. Pelajarannya sama. Semua penjelasan dari ibu Ferda ada disitu." Azka menyambung pembicaraan kami dan tetap fokus pada pelajaran.

"Hm? Oh iya iya. Halaman 176 ya? Baiklah. Terimakasih Azka." Aku dan Helena tercengang atas kejadian tadi.

Teng! Teng! Teng!

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Saatnya seluruh siswa pulang kerumahnya masing-masing.

Dengan sigap Jacob mengajakku pulang sama "Ja, pulang bareng yuk? Aku bonceng sampai depan rumah lagi deh"

"Ah, maaf Jacob aku banyak urusan. Kamu pulang sendiri ya? Hati-hati." Aku pergi dan melambai membelakangi Jacob.

Seperti biasa, sepulang sekolah aku pergi ke perpustakaan sekolah. Ah jangan salah sangka dulu, aku bukanlah seorang kutu buku. Aku ke perpustakaan hanya ingin pulang. Kebetulan perpustakaan sekolah sepi setelah bel pulang sekolah berbunyi. Jadi perpustakaan adalah tempat yang paling cocok untuk teleportasi.

Aku melangkah memasuki perpustakaan yang sepi pengunjung ini. Aku hanya melihat seseorang duduk di kursi perpustakaan dengan sebuah buku tebal yang masih terbuka lebar.

Oh, dia lagi.. Gak heran sih kalau dia siswa yang berprestasi di sekolah ini.

Setiap hari aku melihat Azka duduk seorang diri dengan buku-buku tebal itu. Tanpa teman, tanpa suara dan tanpa ekspresi.

Andai saja kau baik Ka. Pasti banyak yang ingin berteman denganmu.

Aku melangkah menuju meja di samping Azka dengan sebuah buku tipis berjudul "Pantun" dan duduk tepat disebelahnya.

"Sendirian aja Ka?" Sapaku ramah.

"Yang kau lihat?" Jawabnya sinis.

"Mana tau nunggu seseorangkan"

"Bukan urusanmu." Jawabnya singkat, dan pergi meninggalkan perpustakaan ini.

Oh Tuhan, apa ini yang dinamakan karma? Jacob, maafkan aku.

Aku heran, kenapa Azka begitu baik di kelas, dan sekarang lihatlah, begitu acuh tak acuh.

"Hey! Kau pikir kau siapa? Kau pikir aku menyapa mu karena apa? Minta tolong ajarin tentang pantun? Hah! Asal kau tau Azka, ilmu kalian tak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu kami disana! Lihat aja nanti siapa peringkat pertama di sekolah. Gak akan kuberi ampun!" Amarahku membara.

Krik~krik~

Tak ada suara apapun yang membalas omelanku.

Oke fine aku pulang. Teleport!

-sesampainya di rumah-

"Omaaaak!" aku bergegas mencari omakku. Aku ingin menceritakan semua yang terjadi.

"Omak dimana? Dija udah pulang ni."

Sembari membuka pintu rumah, aku terdiam. Air mata perlahan mengalir di wajahku. Dengan cepat aku menghampiri mereka.

"Omaaak! Bapaaak! Banguuun."

Aku mencoba membangunkan mereka berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mencoba membangunkan mereka berdua. Namun mereka tak kunjung bangun. Ternyata takdir berkata lain. Kini mereka pergi meninggalkanku.

"Siapa yang tega melakukan ini semua? Siapa!!!" Tangisku tersedu-sedu sembari meratapi wajah kedua orangtua angkatku.

To Be Continued~

Thanks for reading Readers :)
Ayo ikuti terus ceritanya dengan menambahkan cerita ini ke library kamu. Jangan sampai ketinggalan ya~ 😉

02-04-2016

-Sekar Ayunda-

LDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang