Bagan III

17 2 4
                                        

Jarum terus berputar. Berdetik-detik menimbulkan suara-suara meresahkan. Pelajaran dari Prof. Kidd sudah selesai sejak 45 menit lalu. Sekarang pukul 3 lebih 15 menit. Itu artinya, jadwalku menunggu pangeran bangku taman masih 45 menit lagi.

"Satu jam lagi,"

Desahku keras.

"Dan aku belum menemukan cara untuk lolos dari pengawalku itu, menyebalkan!"

Tambahku dengan sedikit berteriak. Membuat kedua pengawalku menatapku.

"Oh. Ayolah, jangan menatapku seperti itu. Aku ini bukanlah penjahat. Dasar bodoh,"

Kataku kesal. Aku sungguh tak suka ditatap dengan cara seperti itu. Seperti mereka jauh memiliki hak dibanding aku. Tak tahu diri.

"Seorang puteri itu, tidak boleh berbicara kasar seperti itu sayang. Mereka memang ditugaskan untuk menjagamu. Kau ini anak semata wayang ayah. Ayah tak ingin kehilanganmu,"

Aku seperti tidak asing dengan suara ini. Apa itu ayah? Sungguh? Sejak kapan ia berada di sini? Aku mendongakkan kepalaku, menatap wajah ayah. Aku sungguh merasa bersalah.

"Sekarang kau ingin apa? Katakan saja,"

Kata ayah lembut. Sangat lembut hingga aku berjingkrak. Oh terimakasih dewa. Ini sangat mengesankan. Seperti ada cahaya menyorot kemataku. Sebuah keajaiban. Aku segera mengutarakan keinginanku kepada ayah.

"Ayah, aku hanya ingin menemui Tn. Hood untuk menunggang kuda. Tapi aku tak ingin diawasi. Bolehkah itu, Ayah?"

Rengekku manja.

"Terserah kau saja, sayang. Apapun yang membuatmu senang. Ayah pikir kau harus melalui lika-liku kehidupan ini sendiri,"

Kata ayah dengan tegas disertai senyuman lebar. Membuatku merasa menang.

Aku segera berlari menuju pacuan kuda. Tapi lagi-lagi suara Ayah terdengar begitu keras dan lantang.
"Diana! Kau ini puteri! Berjalanlah seperti layaknya puteri!"

Dengan melahankan langkahku aku balas teriak kepada ayah.

"Akan kucoba Ayah!"

Aku mengikik geli. Sungguh geli. Ini tak seperti biasanya. Aku sungguh berjalan sendiri. Di atas marmer ini tanpa ada langkah susulan di belakangku. Aku merasa, bebas. Sangat bebas. Apalagi ayahku sudah mengijinkannya. Tak perlu ada kata was-was di dalam pikiranku.

Happily (N)Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang