Bagan VII

5 1 0
                                    

Aku menyibakkan selimutku. Kudapati Pangeran Aderian meringkuk di sebelahku. Matanya mengerjap-erjap karena silauan matahari. Kutarik piyama tidurku dan memakainya dengan cepat. Kutinggalkan Pangeran Aderian dengan muka lelahnya karena menemaniku semalaman.

Aku melangkah pergi meninggalkan istana kapukku menuju balkon hangat di sana. Sudah memasuki minggu kedua bulan Agustus. Ulang tahunku akan dirayakan besok. Limabelas Agustus. Dan aku tampak sangat menyedihkan. Tak berwibawa.

Baru sedetik aku berdiri di sana. Memandangi pedesaan Atakascha. Melihat para gadis sedang bersenandu merdu. Menumbuk-numbuk beras di lesung. Memeras susu dari peliharaannya. Membasuh tangan-tangan mereka dari tudung tua. Ditemani lelaki-lelaki yang tak kunjung pergi meninggalkan mereka. Menggoda dan terus menggoda. Membuat semburat merah di pipi gendut mereka. Memainkan seruling atau kecapi. Membuat rayuan-rayuan kuno yang menjijikkan, tapi tampak romantis. Dan aku hanya di sini sendiri. Mungkin berdua dengan Pangeran Aderian yang sedang tidur di ranjangku, tapi aku merasa sepi, mungkin hatiku. Hatiku yang merasa sepi. Ditinggalkan orang yang mulai membuatku nyaman justru pergi. Mungkin karena Pangeran Aderian. Mungkin saja bukan. Tapi rasa ini terus berkecamuk. Memporak-porandakan hatiku yang sudah hancur. Membuatku meringis pilu.

Seketika saja Pangeran Aderian sudah berdiri di belakangku, membawa nampan sarapanku dengan muka acak-acakannya.

"Kau harus makan,"

Katanya manis.

"Aku tidak lapar,"

Gelengku.

"Aku membawakanmu kentang rebus dengan kacang panjang dan wortel. Telur setengah matang dan daging rebus. Di sini juga ada susu kedelai dan pisang. Terlalu banyak serat dan vitamin, bagus untuk kesehatanmu,"

Katanya panjang lebar. Aku hanya tersenyum simpul.

"Apa kau memaksaku untuk menyuapimu?"

Goda Pangeran Aderian. Ia meletakkan sarapanku di meja itu. Kemudian ia mengangkatku dan memutarkan tubuh rampingku. Aku terkekeh geli.

"Kau rakus sekali,"

Celutuk Pangeran Aderian sambil mengoleskan mayonnaise di hidungku.

"Hey, dimana kau mendapatkannya?"

Sentakku kepadanya.

"Di piringku,"

Jawabnya pendek.

"Kenapa aku tak mendapatkannya?"

Tanyaku lagi.

"Karena kau sakit, Diana. Kau harus makan makanan yang sehat. Sementara aku tidak,"

Kemudian ia tertawa.

"Sialan, ini tak adil,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Happily (N)Ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang