Akhir sebuah dongeng tak selalu berakhir indah. Tak semestinya berakhir manis. Tak harus ada kata, "Dan pada akhirnya, mereka hidup bahagia selamanya,". Tidak harus diakhiri dengan pertemuan gadis ulung dengan pangeran antah-berantah atau lainnya.
Karena, kisah ini tak akan berpenghujung baik. Tak mudah ditebak alurnya. Tak akan terpikir bagaimana tokoh Aku menuliskan kalimat terakhirnya dibuku pengantar tidur bocah ingusan berumur satu digit.
Bahkan, akan sulit ditebak kemana cerita ini akan berakhir. Tidak akan tahu kapan kisah ini akan dimulai. Apakah seperti layaknya dongeng-dongeng murahan diawali, "Pada zaman dahulu kala," atau, "Pada suatu ketika," atau justru, "Di negeri nun jauh sana,". Semuanya tampak pasaran. Begitu klasik dan membosankan.
Dalam sebuah kerajaan, pasti berdirilah ketegakan keadilan. Keluarga bahagia. Cerita beralur indah dan didamba oleh kaum rendahan, sepertimu.
Di singgasana besar penuh kemewahan bergemerlap perak atau emas menyala-nyala karena sinar penyilau mata. Penuh makanan berlemak dengan minyak babi. Dibakar di rumah dapur singgasana. Bagaikan surga alam dunia. Uang, emas, perak, berlian, bahkan perunggu terhampar begitu saja di ruang vital kerajaan. Dayang-dayang cantik dan anggun seperti bidadari-bidadari surga menambah kenikmatan sebelah mata.
Istri paduka Raja-pun ikut turut serta membagi kasih dan sayangnya untuk rakyat pengikutnya. Dipimpin oleh Raja bermoral dan memiliki pemahaman lebih tentang kekerajaan. Begitu adil dan bijaksana. Patut disegani bahkan ditakuti oleh manusia-manusia berpikiran kotor, sepertimu. Puteri calon ratu kerajaan-pun juga turut merta menampakkan keanggunannya dihadapan kaum-kaum bawahannya.
Paras manis bagaikan madu saat musim semi menambah keselarasan tubuh ramping nan mungil milik Tuan Puteri. Ia juga memiliki mata cokelat gelap hampir hitam yang menimbulkan sorotan begitu tajam. Suatu keunggulan dalam tubuh Tuan Puteri.
Selain kulit berwarna coklat tembaga dan begitu mulus dari ujung rambut bergelombang hitam pekat dan juga lebat hingga menuju jari-jari kaki mungil gendutnya, Ia juga memiliki alis tebal dan rapih seperti bulu mata lebat di sekitar kelopak mata besarnya. Bibir warna pink tua menambah daya tarik bagi pangeran untuk menyerbu dan menikmati kuluman lembut Sang Puteri. Dada menonjol dengan pantat besar semakin membuatmu tergiur. Begitu nafsu dan ingin cepat-cepat menemui Tuan Puteri untuk keperluan nafsumu.
Begitu hinanya Tuan Puteri disini. Padahal ia adalah sosok misterius dan mengerikan. Jarang menungging senyum dan menampakkan diri diusia belianya. Tidak seperti gadis remaja lainnya yang penuh tawa dengan aksi kegenitan diumbar-umbar.
Mungkin Tuan Puteri di sini seorang pemurung. Tak stabil dalam mengendalikan emosinya dan merupakan seorang yang sulit diajak bergumul ke dalam dunia penuh warna dan mengagumkan idaman gadis desa pemerah susu.
Padahal kenyataannya, Sang Puteri di sini memiliki gelak tawa yang khas dan begitu merdu untuk diputar berulang-kali di kepalamu. Senyum indah dengan tambahan lesung pipit di bawah bibir dan tulang pipi gendutnya begitu manis dan menggemaskan. Memikatmu untuk berada didekatnya guna pemandangan indah yang belum pernah kau temukan sebelumnya. Penuturannya begitu lembut seperti ibunya, Ratu Diana 4. Cerdas dan bijaksana seperti ayahnya, Raja Charlos.
Lalu oleh sebab apa Sang Puteri menjadi gadis penuh teka-teki diusia saat bunga sedang mekar-mekarnya? Tak puaskah ia dengan pelantaran luas miliknya? Memiliki segalanya dan dibanjiri kasih sayang. Padahal sebelumnya ia gadis kecil penuh semerbak tawa dengan ukiran-ukiran indah di wajahnya. Tak pernah berhenti memainkan bibirnya untuk memamerkan senyum lumernya.
Lalu, sebab apa ia menjadi gadis aneh tak tertebak dan menghabiskan waktunya hanya untuk bergumul dengan kesibukannya di balik pintu putih besar dengan hiasan pahatan-pahatan dan ukiran-ukiran manis warna merah muda miliknya? Menjadi gadis dingin dan menyebalkan.
Apa karena fakta penyayat hati itu? Sebuah hal laknat tak termaafkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happily (N)Ever After
FantasiCinta hanya akan membunuhmu. Secara perlahan. Dengan begitu hati-hati. Tak ingin kau tahu bahwa ia sedang menggoreskan luka di bilik hatimu. Memaksamu untuk tidak mengerang. Tak berteriak. Tak menimbulkan suara-suara aneh memecah keheningan malam me...