11. Both Hurt

14.1K 731 61
                                    

Maxime tiba di pack saat jarum pendek nyaris menyentuh angka dua belas. Penampilannya benar-benar kacau dan bau alkohol menyeruak begitu saja, menandakan bahwa pria itu setengah mabuk. Tapi untunglah, Maxime adalah tipe pria yang sangat baik dalam menghadapi cairan alkohol. Dalam keadaan mabuk berat sekalipun, ia tidak akan mengigau dan mengumpat tidak jelas seperti orang-orang kebanyakan.

Hanya satu tempat yang terpikir olehnya saat ini. Kamar.

Tetapi niatnya untuk segera beristirahat lenyap ketika ia teringat dengan ucapan Alexander. Sahabat sekaligus Betanya itu berkata bahwa ia akan memberitahunya sesuatu. Maxime merasa sangat bodoh karena lebih memilih untuk bergumul dengan alkohol dan musikdubstep yang membuat kepalanya pening ketimbang langsung pulang dan mendengarkan dengan seksama informasi apa yang akan diberikan oleh Alexander.

Maxime tahu, ia bisa saja memindlink Alexander dan meminta Beta nya itu menjelaskan semuanya sekarang. Tapi ia merasa tidak enak, apalagi mengingat istri Alexander yang tengah mengandung. Hei, istri mana yang akan rela ditinggal suaminya tengah malam begini walaupun itu untuk urusan yang penting? Tidak ada.

Setelah melirik jam dinding sekali lagi, Maxime menghembuskan nafas dan melanjutkan langkah menuju kamarnya. Walau terbesit perasaan bersalah dan menyesal, tetapi tak dapat ia pungkiri kalau ia butuh pelampiasan. Dan sayangnya, pikirannya terlalu kacau dan berakhir dengan berbotol-botol cairan beralkohol.

Ia mencoba memejamkan mata, berusaha untuk tidur dan melupakan semua bebannya. Tetapi semakin ia mencoba, semakin ia teringat dengan ekspresi benci dan dingin Stephanie yang ditujukan untuk dirinya tadi siang. Demi apapun, Maxime sedang tidak ingin mengingat gadis itu. Tetapi otaknya sedang tidak mau menurut, karena sekarang, pikirannya justru melayang pada pertemuan pertama mereka, masa-masa dimana Maxime menyamar sebagai guru, perbincangan hangat dan senyum bahagia Stephanie saat mereka di bukit, semuanya.

"Shit" umpat Maxime sembari menggebuk permukaan bantal kuat-kuat. Ia menghela nafas pelan, "Apa mungkin bekerja bisa membuatku melupakan Stephanie untuk sementara? Aku benar-benar sedang tidak ingin membayangkan wajahnya" gumam Maxime pelan.

Maxime baru hendak bangkit, namun tubuhnya langsung membeku ketika ia teringat bahwa berkas-berkas pekerjaannya tertinggal di rumah sakit.

"Double shit. Apa dunia benar-benar tidak ingin melihatku tenang barang sedetik saja? Fuck everything, fuck!"

BRAK!

Nakas tak bersalah di samping ranjang pun menjadi sasaran empuk. Maxime mengabaikan buku-buku jemarinya yang memucat. Kedua matanya berkilat merah bagai darah segar dan dalam hitungan beberapa detik, Ethan telah menguasai dirinya secara penuh.

"Ayo kita lampiaskan semuanya" geram Ethan lalu melolong keras. Tak peduli penghuni pack akan merasa terganggu atau semacamnya. Keempat kaki kokoh Ethan membawa mereka berdua lari masuk ke hutan secepat cahaya.

Aku hanya berharap, keadaan membaik secepatnya.

---

Mata Tyra yang sebiru langit menatap gadis di depannya dengan tatapan antara marah dan tak percaya. Setelah mendengar informasi dari salah satu suster bahwa Stephanie mengusir Maxime beberapa menit setelah ia sadar, emosinya memuncak dan akhirnya mencapai ujung kepala bersamaan dengan darah yang mendidih.

"Kupikir kau gadis baik-baik seperti yang Maxime katakan! Ternyata baik Maxime maupun aku sama-sama salah menilaimu!" Geram Tyra.

Stephanie mendengus, dadanya sedikit nyeri ketika wanita di sampingnya menyebut nama Maxime. Tetapi ia memilih untuk bungkam, membiarkan Tyra menumpahkan emosinya sampai selesai. Setelah selesai, barulah Stephanie menjelaskan apa yang -menurutnya- terjadi sebenarnya.

Alpha's MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang