CUPID CAKE

5.6K 472 4
                                    

CUPID CAKE
PART 3
By : Zasa Emeralda

Piring - piring yang telah terisi hidangan makan malam, yang telah di plating secantik mungkin, persis seperti di buku resep. Daging salmon yang telah di grill hingga golden brown, tergeletak di atas piring putih, yang lalu di tindih tumisan asparagus hijau serta potongan tomat ceri segar, kemudian di siram sauce balsammic. Bruschetta Chesse yang di tata di atas piring putih persegi panjang, menampakkan kilapan - kilapan saat potongan - potongan kecil tomat, tumisan paprika, serta bacon yang kesemuanya bersalut olive oil, terimpa cahaya lampu. Dan keju putih yang bertabur di atasnya membuat tampilan Bruschetta Chesse semakin nampak menawan dan cantik, hingga dapat terbanyang bagaimana kerenyahan roti bertoping itu saat tergigit di gigit nanti. Lalu Pannacota warna putih susu yang berada di piring putih, terlihat begitu manis dan mengigit saat sauce strawberry merah nan lembut yang memikat, mengguyur bagian atas Pannacota. Butiran - butiran buah srtawberry dengan kelopak hijau yang masih melekat serta raspberry merah, menyempurnakan tampilan Pannacota, saat setuhan terakhir itu di letakkan di piring.

Mia meletakkan dua piring berisi steak salmon dan Bruschetta Chesse, ke atas meja bertaplak putih yang di hiasi bunga dan lilin. Untuk Pannacota, Mia menyimpanya ke dalam kulkas kembali kerena itu hidangan Dissert.

Raka merapikan jasnya berulang kali, memastikan dirinya terlihat sempurna dan tampan sambil sesekali memuji diri. Lelaki itu melirik jam tangan silver-nya. sudah hampir pukul delapan tepat, pasti bel akan segera berbunyi. Gisel kekasih kesayangannya itu adalah gadis yang selalu on time. Tak sampai berapa menit membatin, bel apartemennya berbunyi. Itu pasti Gisel, pikirnya. Raka segera menghambur ke pintu, namun ia terhenti begitu melihat Mia yang masih asyik menata bunga mawar di vas di meja makan.

"Kenapa kau masih ada di sini?"
"Hah?"
"Bersembunyilah, bisa gawat kalau Gisel tahu aku bawa gadis lain."Raka mendorong paska Mia, semakin cemas karena bel tak berhenti berseru.
"Eh, bersembunyi dimana, aku tidak mau! Aku ingin pulang saja."

Percuma Raka telah memaksanya masuk ke dalam kamar mandi.

"Terlambat. Kau bersembunyi disini sebentar dan jangan berisik. Setelah makan malam selesai, kau akan kuantar pulang!"Pintu di tutup sebelum Mia berhasil protes.

Mia melihat sekeliling.

Bersembunyi di kamar mandi memang tidak masalah, toh kamar mandi kering Raka memang terbilang cukup mewah dan wangi. Tapi kalau harus menunggu, itu adalah hal yang di benci Mia. Jam berapa nanti ia bisa pulang? Mia tak yakin kalau makan malam ini akan berlangsung sebentar. Mia duduk di lantai sambil menyangga dagu ke bathtub, menunggu dengan bosan. Sialnya ia hari ini.

Tak berapa lama, terdengar sayup - sayup suara musik dari piringan hitam_karena tadi Mia sempat melihat barang antik itu_atau entah berasal darimana, musik clasic mengalun. Pintar juga Raka memilih lagu, batinnya.

Dan sesaat setelah itu suara dua orang bercakap - cakap, memecah kesunyian.

"Kau memasak semua ini untukku sayang?"
"Iya, aku yang memasaknya, untuk gadis yang paling kucinta. Ini perkara mudah."

Mia mendengus kesal, memanyunkan bibir mengejek. Ini menyebalkan.

"Coba kau makan, bidadari bergaun putihku!"
"Wah.... Enak sayang."seruan itu terhenti_sepertinya sedang mengunyah. "Kau hebat, tak kusangka kau bisa memasak."

Kali ini Mia berasa ingin muntah saat kembali mengingat kalimat "Bidadari bergaun putihku" yang di lontarkan Raka dengan nada manja. Dan, hei, pujian yang di tuturkan Gisel seharusnya terucap untuknya. Hebat? Apa hebatnya seorang lelaki yang bisanya hanya menyuruh? Mia bergumam kesal.

"Mm.... Bruchetta Chesse-nya enak."Gisel teridiam sejenak, "Kau tahu saja sayang kalau aku tidak suka Goat Chesse."

Dan untuk Bruschetta Chesse, tadi Raka berceramah panjang lebar dengan mata bersinar - sinar, bahwa pujaan hatinya itu tidak suka Goat Chesse, hingga ia rela harus kerepotan berkeliling mencari supemarket yang menjual Fetta Chesse, untuk menggantinya, karena sepurmarket favoritnya kehabisan stok keju mahal itu. Mia ingin menutup telingannya saat ceramah itu berlangsung. Kenapa tidak pakai Chedar Chesse saja_keju parut? Lebih murah, repot - repot sekali, menyusahkan diri saja, pikirnya.

"Kau pandai sekali membuat kejutan, Raka- ku tercinta."Mia membayangkan Gisel tengah mencubit gemas lelaki itu. "Aku.... Semakin.... Mencintaimu...."Gisel memanjanngkan kalimatnya dengan nada manis yang menggemaskan.
"Aku juga.... Semakin.... Mencintaimu, bidadari tercintaku. Kau sangat cantik."

Keduanya tertawa manis. Mia bergidik ngeri, heran mendengarnya.

Begitu jam menunjukkan pukul sepuluh lebih_bahkan setengah sebelas, pintu kamar mandi terbuka.

"Hehe, maafkan aku ya! Mia?"Raka terkejut mendapati Mia yang tertidur dengan tangan yang tergeletak di bathtub, di jadikan bantalan kepala. Raka hendak mendekati, membangunkan Mia, namun mata itu lebih dulu terbuka. Raka hampir terlonjak.

Mia menggosok matanya, bangkit, menatap lelaki di depannya dengan kesal setengah mati. Mia kemudian pulang dengan taxi, menolak di antar pulang Raka. Gadis itu terlalu kesal , apalagi begitu mendapati Raka cengengas - cengenges tak punya dosa.


******


Mia membaringkan tubuhnya ke ranjang dengan kedua tangan di rentangkan lebar - lebar. Hari ini sungguh melelahkan bagi Mia. Bekerja di Cafe, melayani pelanggan ini-itu, bolak - balik keluar- masuk dapur, mengantarkan pesanan ke meja - meja, hingga kakinya serasa mau patah. Dan sepulang dari Cafe, kesialan menimpanya karena bertemu Raka. Tenaganya benar - benar terkuras habis hari ini.

Mia lalu duduk, teringat amplop putih di tas selempangnya, dan mengeluarkan amplop tersebut. Mia tersenyum tak dapat membendung perasaannya yang penuh. Dering telpon genggamnya berbunyi. Mia meliriknya dan tersenyum simpul melihat nama yang tertera.

"Halo sayang..."Mia tertawa kecil mendengar suara di sebrang telpon. Putra, kekasih hatinya yang selalu ia tunggu - tunggu nada suara lembutnya yang melelehkan. "Bagaimana hari ini, menyenangkan?"

Mia tersenyum kembali.

"Menyenangkan, kok, sayang.... Tapi juga melelahkan."Mia menghela nafas amat behagia.
"Ya sudah istirahat. Minum teh hangat dengan perasan jeruk atau jahe hangat, biar capeknya hilang."Putra sering begitu, kalau ia mengeluh kelelahan atau menceritakan sedikit masalah, selalu memberi saran. Lelaki itu amat perhatian.

"Bagaimana gaji pertamamu? Sudah di lihat?"
"Iya, nanti aku minum. Mm, sudah di tangan tapi belum kubuka."

Telpon itu berakhir setelah keduannya mengucapkan selamat malam dengan mesra. Mia kembali menatap amplopnya dan mengeluarkan isinya. Beberapa lembar uang yang ia dapat dari jeripayahnya, cukup baginya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri jadi ia tak perlu meminta ibunya. Sebagai Single Parent, Mia tak ingin merepotkan ibunya meski ia anak semata wayang. Bagi Mia kalau ia bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, ia tak perlu meminta lagi. Hanya membayar uang kuliah dan kebutuhan ini- tu saja sudah cukup, sisanya ia bisa mencarinya sendiri. Mungkin kehidupannya tak seberuntung Raka, yang bisa menghamburkan banyak uang, hanya untuk menyenangkan pacarnya. Menurut Mia itu pemborosan.

Kemudian pandangan Mia beralih ke tas kantong yang bertuliskan "LAVENDER". Ia lalu mengeluarkan Sweater warna kream dan secarik kertas. Kertas yang berisi peraturan ini-itu dalam mencuci Sweater rajut tersebut. Mia mendengus kesal. Lagi - lagi Raka membuatnya marah dengan menyuruhnya mencuci Sweater_ yang tak ternodai apapun, miliknya.

******

CUPID CAKE (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang