10. Confession

19K 1.7K 227
                                    

Kyaaah saya dengan si ganteng ChristianJCB datang lagiii....

Yang kangen kami mana suaranya? hihihi....

Maap ea kemarin nggak update :( , sebagai gantinya nih kami update sebelum maghrib

Vote, salam, kritikan, masukan, caci maki membangun selalu kami buka.

OH satu lagi, untuk alasan yang kami sendiri yang tahu, panggilan Daddy dari Theo kami ubah menjadi Pappa. makasii

Salam kami

Malagoar & ChristianJCB

.

.

.

.

Anthoni terkejut luar biasa. Roti Boi-nya sampai terjatuh ke kasur. Arial yang nggak tahu menahu siapa orang di pintu tersebut mengerutkan kening. Menarik diri dari Anthoni, kemudian sembari mengambil handuk yang terjatuh tadi, Arial menghampiri kedua orang tersebut.

"Ada yang bisa kami bantu?" suara Arial terdengar nggak suka. Arial sangat ingat, jika dia tadi menutup pintu setelah masuk ke kamar. Dan kenapa sekarang pintu dalam keadaan terbuka dengan dua orang asing muncul secara tiba-tiba?

Om Patrick berdehem. Mengurai gugup karena sebelumnya nggak pernah melihat dua orang memiliki anggar saling mencumbu. Dia meneguk ludah, melonggarkan dasi begaris diagonal, "Saya ke sini mencari Anthoni," mata cokelat singanya melirik Anthoni yang masih melongo dengan mulut terbuka lebar dan bibir penuh remahan roti Boi. Lalu lirikannya kembali beralih kepada Arial yang masih memasang tampang menantang. "Anthoni sudah menjadi milik saya."

"Maksudnya?" Arial melotot tak terima. Sebogem tinju udah dia siapkan matang-matang.

"Eh ... maksud saya, Anthoni udah menjadi milik anak saya, Theo."

Semakin absurd. Anthoni yang mendengarkan blushing nggak ketulungan. Wajahnya memerah kayak buah cherrry. Arial yang melihat itu tambah nggak suka. Ulat bulu gue.

"Eh maaf-maaf, maksud saya, anak saya yang akan diajari Anthoni. Lelaki mungil itu sudah saya terima menjadi tutor anak saya."

Arial mendengus. Tatapan mautnya mensketsa seorang cowo berambut agak panjang dikuncir kuda, yang berdiri dalam diam dengan muka datar dan tengah bersandar di tepian pintu tanpa sedikit pun minat kepada percakapan ini. Sebelah alis Arial tertarik. Matanya memicing.

"Oh―" begitu komentar Arial sengak. Bersedekap. "Terus kedatangan Anda ke sini mau ngapain?" Arial memberikan perlawanan. Dagunya terangkat penuh. "Sekarang sudah malam!" suaranya mengisyaratkan pengusiran. Siapa tahu dua orang itu cukup mengerti dengan kode yang diberikan Arial. Dan segera berlalu.

Namun, rupanya nggak! Om Patrick malah tersenyum. Arial memutar bola mata jengah. Halah, gue juga punya senyum manis kales! Nggak usah lah sok-sokan nebar-nebar senyum gitu! Batin Arial gusar. Dan kegusaran itu semakin menjadi-jadi tatkala sebelah mata cokelat singa Om Patrick berkedip ke arah Anthoni. Arial murka. Dia menoleh ke belakang. Dan semakin mendumel sebal ketika marmut unyu-unyu yang masih melongo mode on malah tersipu dengan rona merah di kedua belah pipinya. Apa-apan tuh?

"Ada yang harus saya selesaikan dengan Dek Thoni. Masalah kesalahpahaman kami tadi pagi."

Kedua telinga Arial berdiri tegak. Apa tadi dia bilang? Dek Thoni? Sejak kapan ulat bulu penuh keindahan itu dimahkotai dengan nama Dek Thoni? Ya ampun, Arial makin marah. Dadanya berdebam-debam tak suka. Dia fix mengibarkan bendera perang kepada lelaki sok menawan itu. Dasar keriput!

Teach Me to Love as (Gay)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang